13. Samar

Dengan ragu, Kaivan mengangkat tangannya, menggerakkannya perlahan di depan wajahnya. Sesuatu tampak berbeda. Ia seperti menangkap bayangan samar, meskipun bentuknya tidak jelas.

Kaivan menghela napas panjang, tak yakin dengan apa yang ia alami. “Apakah aku mulai bisa melihat... atau ini hanya ilusi?” katanya dengan nada rendah, seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Ia terus menggerakkan tangannya, mencoba memastikan apa yang dilihatnya bukan sekadar imajinasi. Sebuah perasaan campur aduk muncul dalam hatinya, antara harapan dan ketakutan.

Di sisi lain, setelah selesai memasak, Airin beralih membersihkan rumah. Dengan cekatan, ia menyapu lantai dan merapikan perabot. Ketika sampai di ruang tamu, ia menatap jendela yang masih basah sisa hujan semalam. “Hujan deras sekali kemarin. Semoga hari ini cerah,” ujarnya sambil mengelap kaca.

Sesaat Airin melirik pintu kamar neneknya. "Nenek belum bangun. Pasti semalam nggak bisa tidur karena kedinginan. Semalam aku pasti juga nggak bisa tidur kalau nggak dipeluk Kak Ivan," gumamnya. Pipinya memerah mengingat ia tidur dipeluk Kaivan sampai pagi, meskipun ia hanya dianggap guling oleh suaminya, tapi pelukan itu membuat tidurnya nyenyak.

Setelah semua beres, Airin masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Air yang dingin membuatnya menggigil, tapi ia tak mengeluh. “Harus semangat, Airin. Mulai sekarang, hidupmu tidak hanya untuk dirimu sendiri,” pikirnya sambil mengguyur tubuhnya.

Ketika kembali ke dapur, ia menatap ke arah kamar. “Apa Kak Ivan sudah bangun? Kalau belum, aku harus membangunkannya. Sarapan tidak boleh dingin. Kak Ivan juga harus minum obat,” ujarnya pelan sebelum melangkah kembali ke kamar untuk memeriksa suaminya.

Sementara di dalam kamar, suara langkah kaki Airin yang mendekat membuat Kaivan cepat-cepat menjatuhkan tangannya ke sisi tubuh, kembali berusaha tenang.

“Airin,” bisiknya pelan, menunggu hingga pintu kamar terbuka.

Saat tinggal beberapa langkah lagi menuju kamarnya, Airin berpapasan dengan Nenek Asih yang baru saja keluar dari kamarnya. Wajah nenek itu tampak sedikit pucat, dengan selendang tebal yang melingkari bahunya.

“Airin, kamu sudah mandi?” tanya Nenek Asih sambil menatap cucunya dengan lembut.

Airin tersenyum dan mengangguk. “Sudah, Nek. Tadi setelah masak dan beres-beres rumah.”

Nenek Asih menarik napas panjang dan mengusap bahunya. “Maaf ya, Nak. Nenek tidak bisa membantu masak dan beres-beres pagi ini. Semalam dingin sekali, nenek susah tidur, jadi baru bisa bangun sekarang.”

Airin menggelengkan kepala, tersenyum menenangkan. “Nggak apa-apa, Nek. Nenek 'kan butuh istirahat. Lagipula, semuanya sudah beres kok. Nenek tenang saja.”

Nenek Asih mengangguk perlahan, meski wajahnya masih memancarkan rasa tidak enak hati. “Kamu memang cucu yang baik, Rin. Nenek bangga padamu.”

“Ah, Nenek ini, jangan berlebihan,” sahut Airin dengan tawa kecil. “Kalau begitu, aku pamit dulu ya, Nek. Aku mau membangunkan Kak Ivan. Dia harus sarapan dan minum obat. Luka-lukanya juga harus diobati.”

“Baiklah, Nak. Hati-hati ya, sama Ivan. Dia 'kan masih butuh waktu buat beradaptasi di sini,” pesan Nenek Asih dengan nada lembut.

Airin mengangguk, senyumnya merekah. “Iya, Nek. Kalau sudah lapar, Nenek sarapan saja lebih dulu.” Setelah itu, ia melangkah menuju kamarnya, meninggalkan Nenek Asih yang tersenyum kecil sambil memandangi punggung cucunya.

Airin membuka pintu kamar dengan pelan, tak ingin membuat terkejut jika Kaivan masih terlelap. Namun, malah ia yang sedikit terkejut saat melihat pria itu sudah duduk di tepi ranjang. Senyuman langsung terulas di bibirnya, meskipun ia tahu Kaivan tak bisa melihatnya.

"Kak Ivan," panggilnya lembut sambil melangkah mendekat. "Kamu sudah bangun? Sudah lama?"

Kaivan menoleh ke arah suara itu. Ia mencoba tetap tenang meskipun hatinya berdebar, masih memproses apa yang barusan ia rasakan. “Baru saja,” jawabnya singkat, suaranya terdengar tenang.

Airin duduk di tepi ranjang di dekatnya. “Apa kamu tidur nyenyak?” tanyanya lagi dengan perhatian, meskipun ia yakin kalau semalam Kaivan tidur nyenyak sampai menganggap dirinya sebagai guling.

Kaivan mengangguk kecil. “Lumayan. Suara hujan semalam cukup menenangkan.”

Airin tertawa kecil, “Kalau begitu, syukurlah.” Ia menatap Kaivan dengan lembut, merasa lega melihatnya tampak segar pagi ini. “Apa kamu mau aku antar ke kamar mandi? Biar aku bantu.”

Kaivan terdiam sejenak. Ia sebenarnya merasa sungkan, tetapi tak ingin menolak perhatian istrinya yang begitu tulus. “Kalau tidak merepotkan...”

Airin segera berdiri dan menggenggam tangan Kaivan. “Mana ada merepotkan! Itu tugas istri.”

Kaivan tersenyum tipis, meskipun tak terlalu terlihat. Ia membiarkan gadis itu menuntunnya perlahan. Saat Airin menggenggam tangannya, ada kehangatan yang menyentuh hatinya, membuatnya merasa dihargai dan diterima.

“Pelan-pelan saja, ya,” ujar Airin sambil memastikan langkah Kaivan stabil.

Kaivan mengangguk. Saat mereka berjalan menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur, Kaivan mencuri pandang ke arah Airin. Ia bisa melihat bayangan tubuhnya, meskipun masih sangat samar. Namun, bagi Kaivan, itu sudah cukup memberikan secercah harapan.

“Kamar mandinya tidak jauh, kok,” kata Airin dengan suara lembut. “Cuma di dekat dapur. Kalau nanti kamu sudah hafal rutenya, pasti lebih mudah.”

Kaivan hanya berdehem pelan, tak ingin banyak bicara. Tapi di dalam hatinya, ada rasa hangat yang menjalari. Perhatian Airin membuatnya merasa dihargai, sesuatu yang jarang ia rasakan selama ini.

Saat mereka tiba di depan kamar mandi, Airin menghentikan langkahnya dan menoleh ke Kaivan. Ia tersenyum lembut sambil memastikan Kaivan berdiri dengan stabil.

“Kak Ivan,” panggilnya pelan, ragu sejenak sebelum melanjutkan, “apa aku perlu menemanimu di dalam kamar mandi? Takutnya ada yang... sulit.”

Kaivan terdiam, merasa sedikit canggung mendengar pertanyaan itu. Ia berdehem pelan, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. “Tidak perlu, Airin. Aku rasa aku bisa melakukannya sendiri.”

Airin mengangguk pelan, meskipun hatinya masih sedikit khawatir. “Baiklah, tapi kalau ada apa-apa, langsung panggil aku saja, ya. Aku akan menunggu di sini. Ini, sementara kamu pakai handuk ini dulu. Kakak hanya bisa membersihkan tubuh dari pinggang ke bawah. Bagian atasnya tidak boleh basah karena luka Kakak belum kering. Nanti akan aku seka.”

Kaivan tersenyum tipis, meskipun tak begitu terlihat. “Terima kasih.”

Airin melepaskan genggaman tangannya perlahan, memastikan Kaivan berdiri stabil sebelum melangkah mundur.

“Kalau begitu, aku tunggu di dapur, ya,” ujar Airin, memberikan ruang pada Kaivan.

Kaivan mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam kamar mandi dengan hati-hati. Di balik pintu yang tertutup, ia berdiri sejenak, menghela napas panjang, merasa tenang meskipun tadi sedikit terkejut dengan perhatian Airin yang begitu tulus.

Sementara itu, Airin berjalan ke dapur sambil terus memastikan telinganya peka jika Kaivan memanggil. Dalam hati, ia merasa lega karena Kaivan tampak mulai nyaman bersamanya, meskipun masih dalam tahap awal pernikahan mereka.

Setelah pintu kamar mandi terbuka, Airin yang tengah sibuk merapikan rak piring mendengar suara langkah Kaivan. Ia segera bergegas menghampirinya, namun langkahnya mendadak melambat ketika melihat Kaivan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya.

Wajah Airin memanas, pipinya memerah seketika. Dada bidang, bahu lebar, dan perut berotot Kaivan terlihat begitu jelas. Ia tertegun sesaat, tapi segera menundukkan kepala untuk menyembunyikan rasa malunya. "Astaga, Airin... fokus," batinnya mengingatkan.

"Sudah selesai, Kak? Ayo, aku antar ke kamar," ucap Airin dengan nada yang sedikit gemetar, namun ia tetap berusaha terdengar biasa saja.

Kaivan mengangguk meskipun samar-samar menyadari reaksi Airin. "Baik," jawabnya singkat. "Kenapa dia gugup?" batinnya.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

tuh kan.... syukurlah Ivan mulai bisa melihat walau masih samar , berarti ada harapan untuk bisa melihat lagi .
kehangatan dan ketulusan yang Airin berikan bisa jadi mulai menumbuhkan rasa percaya dan akhirnya bisa mulai tumbuh rasa cinta pada Airin . semoga saja .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2024-12-06

3

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Ada sercercah harapan Utk bisa melihat kembali Van...,Semangat untuk sembuh ya Van..,Airin merawatmu penuh dengan rasa Cinta dan tulus..

2024-12-06

1

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

kaivan airin pasti guguplah krn terpesona sm tubuhmu itu airin normal...

2024-12-10

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terseret Arus
2 2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3 3. Kericuhan Karena Kaivan
4 4. Hasil Pemeriksaan
5 5. Masih Waspada
6 6. Sang Juragan
7 7. Serba Salah
8 8. Keputusan Dadakan Airin
9 9. Wongso Tidak Sabar
10 10. Pernikahan Dadakan
11 11. Canggung
12 12. Dianggap Guling
13 13. Samar
14 14. Jam Tangan
15 15. Pergolakan Batin
16 16. DSSD
17 17. Siapa Dia Sebenarnya?
18 18. Tetap Perhatian
19 19. Penantian Wongso
20 20. Tantangan Terbuka
21 21. Babak Belur
22 22. Kagum dan Curiga
23 23. Rencana Airin
24 24. Takut Kehilangan
25 25. Pertanyaan Airin
26 26. Meminta Bantuan
27 27. Permintaan Maaf
28 28. Saling Memahami
29 29. Kabar Wongso
30 30. Membela
31 31. Ingin Lebih Lama
32 32. Kekacauan di Pagi Hari
33 33. Pengacau Hati
34 34. Pelukan
35 35. Takjub
36 36. Sederhana, Tapi Romantis
37 37. Menguping
38 38. Hati yang Terusik
39 39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40 40. Pertanyaan yang Menganggu
41 41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42 42. Diam-diam Dendam
43 43. Rumit
44 44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45 45. Orang Dibalik Layar
46 46. Panggilan
47 47. Mencari Bantuan
48 48. Wongso dan Aparat
49 49. Wongso Goyah
50 50. Strategi Kaivan
51 51. Murka
52 52. Pindah
53 53. Langkah Terakhir Kaivan
54 54. Firasat
55 55. Prasangka Airin
56 56. Badai yang Akan Datang
57 57. Meninggal
58 58. Tertembak
59 59. Banjir
60 60. Sadar
61 61. Semakin Dingin
62 62. Rahasia Sang Ibu Susu
63 63. Menghindari Rumah
64 64. Merubah Penampilan
65 65. Biasakan
66 66. Rasa Aneh
67 67. Hanya Formalitas
68 68. Jealous
69 69. Panggilan Penuh Rindu
70 70. Panik
71 71. Terasa Begitu Mirip
72 72. Baru Menyadari
73 73. Detail
74 74. Hanya Penonton
75 75. Protektif
76 76. Pertanyaan
77 77. Rencana
78 78. Malam Istimewa
79 79. Talas Terkena Panas
80 80. Mengusut
81 81. Balas Dendam Kaivan
82 82. Semua Menerima Akibat
83 83. Tak Punya Pilihan
84 84. Persiapan Pulang
85 85. Tanda Tanya
86 86. Orang Luar
87 87. Latar Belakang
88 88. Sudah Selesai?
89 89. Hanya Sekali
90 90. Masalah Baru di Pagi Hari
91 91. Benar-benar Serius
92 92. Gagal Fokus
93 93. Dimanjakan
94 94. Tidak Ada Apa-apanya
95 95. Penyelidikan
96 96. Ganti Strategi
97 97. Disha dan Nesha
98 98. Bersilang Pendapat
99 99. Kecemburuan di Meja Makan
100 100. Efek Domino
101 101. Kepribadian Ganda
102 102. Sudah Menemukan
103 103. Keluarga Pihak Ibu
104 104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105 105. Takdir di Balik Dosa
106 106. Pada Akhirnya
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Terseret Arus
2
2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3
3. Kericuhan Karena Kaivan
4
4. Hasil Pemeriksaan
5
5. Masih Waspada
6
6. Sang Juragan
7
7. Serba Salah
8
8. Keputusan Dadakan Airin
9
9. Wongso Tidak Sabar
10
10. Pernikahan Dadakan
11
11. Canggung
12
12. Dianggap Guling
13
13. Samar
14
14. Jam Tangan
15
15. Pergolakan Batin
16
16. DSSD
17
17. Siapa Dia Sebenarnya?
18
18. Tetap Perhatian
19
19. Penantian Wongso
20
20. Tantangan Terbuka
21
21. Babak Belur
22
22. Kagum dan Curiga
23
23. Rencana Airin
24
24. Takut Kehilangan
25
25. Pertanyaan Airin
26
26. Meminta Bantuan
27
27. Permintaan Maaf
28
28. Saling Memahami
29
29. Kabar Wongso
30
30. Membela
31
31. Ingin Lebih Lama
32
32. Kekacauan di Pagi Hari
33
33. Pengacau Hati
34
34. Pelukan
35
35. Takjub
36
36. Sederhana, Tapi Romantis
37
37. Menguping
38
38. Hati yang Terusik
39
39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40
40. Pertanyaan yang Menganggu
41
41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42
42. Diam-diam Dendam
43
43. Rumit
44
44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45
45. Orang Dibalik Layar
46
46. Panggilan
47
47. Mencari Bantuan
48
48. Wongso dan Aparat
49
49. Wongso Goyah
50
50. Strategi Kaivan
51
51. Murka
52
52. Pindah
53
53. Langkah Terakhir Kaivan
54
54. Firasat
55
55. Prasangka Airin
56
56. Badai yang Akan Datang
57
57. Meninggal
58
58. Tertembak
59
59. Banjir
60
60. Sadar
61
61. Semakin Dingin
62
62. Rahasia Sang Ibu Susu
63
63. Menghindari Rumah
64
64. Merubah Penampilan
65
65. Biasakan
66
66. Rasa Aneh
67
67. Hanya Formalitas
68
68. Jealous
69
69. Panggilan Penuh Rindu
70
70. Panik
71
71. Terasa Begitu Mirip
72
72. Baru Menyadari
73
73. Detail
74
74. Hanya Penonton
75
75. Protektif
76
76. Pertanyaan
77
77. Rencana
78
78. Malam Istimewa
79
79. Talas Terkena Panas
80
80. Mengusut
81
81. Balas Dendam Kaivan
82
82. Semua Menerima Akibat
83
83. Tak Punya Pilihan
84
84. Persiapan Pulang
85
85. Tanda Tanya
86
86. Orang Luar
87
87. Latar Belakang
88
88. Sudah Selesai?
89
89. Hanya Sekali
90
90. Masalah Baru di Pagi Hari
91
91. Benar-benar Serius
92
92. Gagal Fokus
93
93. Dimanjakan
94
94. Tidak Ada Apa-apanya
95
95. Penyelidikan
96
96. Ganti Strategi
97
97. Disha dan Nesha
98
98. Bersilang Pendapat
99
99. Kecemburuan di Meja Makan
100
100. Efek Domino
101
101. Kepribadian Ganda
102
102. Sudah Menemukan
103
103. Keluarga Pihak Ibu
104
104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105
105. Takdir di Balik Dosa
106
106. Pada Akhirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!