11. Canggung

Wongso menginjak pedal gas, mobilnya melaju pergi dengan kecepatan tinggi, meninggalkan rumah Airin yang berangsur sepi. Tetapi kemarahannya masih membara. Meskipun ia terpaksa mundur untuk saat ini, ia tahu bahwa pertempuran ini belum selesai. Dalam pikirannya, ia merencanakan langkah-langkah berikutnya, tidak peduli seberapa sulit atau licik cara yang akan ia lakukan. Wongso yakin, jika ia berusaha cukup keras, ia masih bisa meraih apa yang ia inginkan.

Setelah semua warga pulang, rumah sederhana itu terasa sepi. Hanya ada Airin, Kaivan, dan Nenek Asih yang kini duduk bersama di ruang tamu yang sederhana. Keheningan itu terasa begitu tebal, membuat Airin tiba-tiba merasa canggung. Ia menundukkan kepala, berpikir tentang keputusan besar yang baru saja ia ambil. "Apa aku sudah gila Bagaimana bisa, hanya dalam waktu kurang dari 24 jam mengenal Kak Ivan, aku langsung menikah dengannya?" gumamnya dalam hati. Meskipun ia tahu itu langkah nekat, entah mengapa hatinya merasa yakin bahwa Kaivan akan menjadi suami yang baik, dan bahkan ayah yang baik bagi anak-anak mereka kelak.

Airin merasa seolah ia sudah mengenal Kaivan sejak lama, padahal kenyataannya, mereka bahkan belum sempat saling berbicara panjang. Ia hanya merasa ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan, sebuah perasaan yang membuatnya percaya bahwa Kaivan adalah orang yang tepat.

Di sisi lain, Kaivan duduk dengan tenang. Ia tidak menunjukkan gelisah atau kebingungannya, meskipun tak pernah membayangkan bahwa ia akan menikah dengan seorang gadis desa yang belum pernah ia lihat wajahnya dan baru ia kenal tadi pagi. Baginya, pernikahan ini terasa seperti takdir yang datang begitu mendalam, dan ia menerima semua ini tanpa banyak bertanya. Kaivan merasa ada sesuatu yang indah dan tulus dalam keputusan ini, meskipun dunia di luar sana tidak tahu apa yang terjadi di dalam hatinya.

Kaivan menunjukkan tatapan lembut, meskipun matanya tak dapat melihat, ia bisa merasakan perasaan wanita itu. "Terima kasih, Airin," katanya pelan, suaranya hangat, "Aku mungkin tidak bisa melihat wajahmu, tapi aku merasakan kebaikanmu. Aku janji akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi suami yang baik bagi kamu dan keluarga kita."

Airin tertegun mendengarnya. Ia tidak menyangka Kaivan akan berkata seperti itu. Sebuah rasa hangat dan damai mulai menyelimuti hatinya. Ia tidak tahu bagaimana masa depan mereka akan berjalan, tapi ia merasa bahwa mereka berdua akan melewatinya bersama, apapun yang terjadi.

Airin hanya bisa menjawab dengan suara pelan, “Aku... tidak tahu harus berkata apa.” Ia merasa canggung, bingung dengan situasi yang begitu mendalam namun mendadak ini. Keputusan besar itu datang begitu cepat, dan meskipun ada rasa yakin dalam hatinya, ia tidak bisa menghindari kecanggungan yang kini menghampiri mereka berdua.

Melihat ketegangan di antara mereka, Nenek Asih yang sudah lebih berpengalaman dengan kehidupan, angkat bicara dengan lembut. “Sudah, Airin... kalian sudah menikah. Sekarang, Ivan adalah suamimu, jadi mulai malam ini, Ivan akan tidur di kamarmu,” ujarnya dengan penuh pengertian. "Sudah larut malam, Nenek akan segera beristirahat. Kalian berdua, sebaiknya juga segera beristirahat."

Nenek Asih mengusap bahu Airin sebelum beranjak dan melangkah menuju kamarnya.

Airin berdiri terdiam sesaat, tak tahu harus berbuat apa. Kemudian, dengan sedikit gugup, ia mendekati Kaivan yang masih duduk di kursi. "Kak, kita ke kamar, ya?" tanyanya lembut.

Kaivan menganggukkan kepalanya. Airin mengulurkan tangan untuk membimbing Kaivan ke kamarnya. Dengan lembut, ia mengarahkan Kaivan agar berbaring di kasur yang hanya berukuran 120 cm x 200 cm. Setelah itu, ia pun ikut berbaring di sisi Kaivan, dengan rasa canggung yang menggelayuti perasaannya. Suasana dalam kamar itu seolah terasa hening, hanya terdengar detak jantung mereka yang berdetak lebih cepat dari biasanya.

Kaivan, yang meskipun tidak bisa melihat, bisa merasakan perubahan dalam atmosfer kamar itu. "Kenapa aku jadi merasa canggung kayak gini?" batinnya. Namun ada kedamaian dalam dirinya. Mereka berdua hanya terdiam, mencoba beradaptasi dengan kenyataan baru ini.

Di luar, angin bertiup kencang, mengguncang pepohonan dan membawa suara petir yang menggelegar, disertai kilat yang menyambar langit. Hujan turun dengan deras, mengetuk jendela kamar dengan ritme yang semakin cepat. Di tengah-tengah ketegangan alam itu, suasana dalam kamar terasa sepi dan penuh kedamaian.

"Apa malam ini akan hujan semalaman seperti kemarin malam?" batin Airin. Ia melirik Kaivan yang sudah memejamkan mata. Airin meraih selimut dan dengan hati-hati menyelimuti tubuh Kaivan, menatap pria yang telah menjadi suaminya itu lekat. "Apa yang sedang kupikirkan? Aku baru mengenalnya, belum tahu siapa dia sepenuhnya, tapi kenapa hatiku merasa tenang saat bersamanya? Apakah ini karena keputusanku sudah bulat, atau karena aku melihat sesuatu yang lain dalam dirinya?" gumamnya dalam hati. Ia menghela napas panjang. "Apapun itu, aku percaya dia adalah pria yang baik. Aku harus percaya, pada takdir, pada jalan yang sedang kami lalui bersama," batin Airin meyakinkan dirinya sendiri. Ia kembali membaringkan tubuhnya dan memakai selimut yang sama dengan Kaivan.

Kaivan yang terbaring dengan mata terpejam, menikmati kehangatan yang diberikan Airin. Meskipun ia tidak bisa melihat, ia merasakan perhatian yang tulus dari perempuan yang baru saja menjadi istrinya. "Dia menyelimutiku?" batinnya. Kaivan tersenyum samar, senyum yang tidak bisa dilihat oleh Airin, namun terasa dalam setiap gerakan tubuhnya yang semakin rileks.

"Dia mungkin merasa canggung, seperti aku yang juga merasa asing dengan keadaan ini. Tapi perhatian kecilnya... kehangatan ini, mengingatkanku pada mamaku. Mungkinkah aku akan menemukan rumah dalam diri perempuan ini? Tuhan, jika ini jalan-Mu, aku hanya bisa menerima dan mencoba menjadi suami yang layak baginya," gumam Kaivan dalam hati.

Entah mengapa pria yang tak mudah didekati wanita itu merasakan kehangatan dalam setiap sentuhan dan perhatian Airin. Entah mengapa ia setuju menikah dengan wanita yang baru ia kenal dan belum pernah ia lihat.

Di tengah suara hujan yang menghantam jendela, pikiran mereka berputar dalam kebisuan, seperti dua jiwa yang sama-sama mencari arah di tengah badai. Di bawah cahaya lampu kamar yang redup, mereka berdua merasa ada ikatan baru yang tumbuh. Walaupun semuanya terasa mendadak, dan penuh ketegangan, ada harapan yang diam-diam tumbuh dalam hati mereka.

***

Sementara itu, di sebuah ruangan megah yang dipenuhi rak buku dan perabotan klasik, Alva, seorang pria paruh baya dengan penampilan yang lebih muda dari usianya, duduk di kursi kerjanya dengan postur tegap dan ekspresi tenang yang memancarkan wibawa. Meski begitu, ada kehangatan yang tersirat dalam sorot matanya, terutama saat ia berbicara tentang keluarganya.

Di depannya, Ferdi berdiri dengan postur atletis, tubuh tegapnya mencerminkan masa lalunya sebagai mantan atlet bela diri. Rambutnya yang mulai memutih di beberapa bagian tak mengurangi kesan tangguh pada wajahnya yang dihiasi rahang tegas dan mata tajam. Pakaian Ferdi sederhana namun rapi, memungkinkannya bergerak dengan gesit jika situasi membutuhkan.

"Apa kau sudah menemukan keberadaan putraku?" tanya Alva dengan nada dingin namun terkontrol, menyembunyikan kecemasan yang mendalam di baliknya.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Kaivan dan Airin sama² merasa Canggung,,tp ada kehangatan dan kenyamanan dlm diri Kai..bersama Airin,takdirlah yang sudah menentukan mereka utk bersatu dgn jakan seperti ini...semoga Kai mencinta Airin dgn perlahan

2024-12-04

1

Upi Raswan

Upi Raswan

Ivan anak konglomerat yg diculik musuh papa Alva,, semoga Ivan bisa melihat lagi dan membawa istri dan nenek mertuanya ke kota

2024-12-05

1

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Airin dan kaivan msh merasa canggung dan grogi bila berdekatan,,,

Pasutri itu akhirnya tidur satu ranjang...

2024-12-09

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terseret Arus
2 2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3 3. Kericuhan Karena Kaivan
4 4. Hasil Pemeriksaan
5 5. Masih Waspada
6 6. Sang Juragan
7 7. Serba Salah
8 8. Keputusan Dadakan Airin
9 9. Wongso Tidak Sabar
10 10. Pernikahan Dadakan
11 11. Canggung
12 12. Dianggap Guling
13 13. Samar
14 14. Jam Tangan
15 15. Pergolakan Batin
16 16. DSSD
17 17. Siapa Dia Sebenarnya?
18 18. Tetap Perhatian
19 19. Penantian Wongso
20 20. Tantangan Terbuka
21 21. Babak Belur
22 22. Kagum dan Curiga
23 23. Rencana Airin
24 24. Takut Kehilangan
25 25. Pertanyaan Airin
26 26. Meminta Bantuan
27 27. Permintaan Maaf
28 28. Saling Memahami
29 29. Kabar Wongso
30 30. Membela
31 31. Ingin Lebih Lama
32 32. Kekacauan di Pagi Hari
33 33. Pengacau Hati
34 34. Pelukan
35 35. Takjub
36 36. Sederhana, Tapi Romantis
37 37. Menguping
38 38. Hati yang Terusik
39 39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40 40. Pertanyaan yang Menganggu
41 41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42 42. Diam-diam Dendam
43 43. Rumit
44 44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45 45. Orang Dibalik Layar
46 46. Panggilan
47 47. Mencari Bantuan
48 48. Wongso dan Aparat
49 49. Wongso Goyah
50 50. Strategi Kaivan
51 51. Murka
52 52. Pindah
53 53. Langkah Terakhir Kaivan
54 54. Firasat
55 55. Prasangka Airin
56 56. Badai yang Akan Datang
57 57. Meninggal
58 58. Tertembak
59 59. Banjir
60 60. Sadar
61 61. Semakin Dingin
62 62. Rahasia Sang Ibu Susu
63 63. Menghindari Rumah
64 64. Merubah Penampilan
65 65. Biasakan
66 66. Rasa Aneh
67 67. Hanya Formalitas
68 68. Jealous
69 69. Panggilan Penuh Rindu
70 70. Panik
71 71. Terasa Begitu Mirip
72 72. Baru Menyadari
73 73. Detail
74 74. Hanya Penonton
75 75. Protektif
76 76. Pertanyaan
77 77. Rencana
78 78. Malam Istimewa
79 79. Talas Terkena Panas
80 80. Mengusut
81 81. Balas Dendam Kaivan
82 82. Semua Menerima Akibat
83 83. Tak Punya Pilihan
84 84. Persiapan Pulang
85 85. Tanda Tanya
86 86. Orang Luar
87 87. Latar Belakang
88 88. Sudah Selesai?
89 89. Hanya Sekali
90 90. Masalah Baru di Pagi Hari
91 91. Benar-benar Serius
92 92. Gagal Fokus
93 93. Dimanjakan
94 94. Tidak Ada Apa-apanya
95 95. Penyelidikan
96 96. Ganti Strategi
97 97. Disha dan Nesha
98 98. Bersilang Pendapat
99 99. Kecemburuan di Meja Makan
100 100. Efek Domino
101 101. Kepribadian Ganda
102 102. Sudah Menemukan
103 103. Keluarga Pihak Ibu
104 104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105 105. Takdir di Balik Dosa
106 106. Pada Akhirnya
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Terseret Arus
2
2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3
3. Kericuhan Karena Kaivan
4
4. Hasil Pemeriksaan
5
5. Masih Waspada
6
6. Sang Juragan
7
7. Serba Salah
8
8. Keputusan Dadakan Airin
9
9. Wongso Tidak Sabar
10
10. Pernikahan Dadakan
11
11. Canggung
12
12. Dianggap Guling
13
13. Samar
14
14. Jam Tangan
15
15. Pergolakan Batin
16
16. DSSD
17
17. Siapa Dia Sebenarnya?
18
18. Tetap Perhatian
19
19. Penantian Wongso
20
20. Tantangan Terbuka
21
21. Babak Belur
22
22. Kagum dan Curiga
23
23. Rencana Airin
24
24. Takut Kehilangan
25
25. Pertanyaan Airin
26
26. Meminta Bantuan
27
27. Permintaan Maaf
28
28. Saling Memahami
29
29. Kabar Wongso
30
30. Membela
31
31. Ingin Lebih Lama
32
32. Kekacauan di Pagi Hari
33
33. Pengacau Hati
34
34. Pelukan
35
35. Takjub
36
36. Sederhana, Tapi Romantis
37
37. Menguping
38
38. Hati yang Terusik
39
39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40
40. Pertanyaan yang Menganggu
41
41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42
42. Diam-diam Dendam
43
43. Rumit
44
44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45
45. Orang Dibalik Layar
46
46. Panggilan
47
47. Mencari Bantuan
48
48. Wongso dan Aparat
49
49. Wongso Goyah
50
50. Strategi Kaivan
51
51. Murka
52
52. Pindah
53
53. Langkah Terakhir Kaivan
54
54. Firasat
55
55. Prasangka Airin
56
56. Badai yang Akan Datang
57
57. Meninggal
58
58. Tertembak
59
59. Banjir
60
60. Sadar
61
61. Semakin Dingin
62
62. Rahasia Sang Ibu Susu
63
63. Menghindari Rumah
64
64. Merubah Penampilan
65
65. Biasakan
66
66. Rasa Aneh
67
67. Hanya Formalitas
68
68. Jealous
69
69. Panggilan Penuh Rindu
70
70. Panik
71
71. Terasa Begitu Mirip
72
72. Baru Menyadari
73
73. Detail
74
74. Hanya Penonton
75
75. Protektif
76
76. Pertanyaan
77
77. Rencana
78
78. Malam Istimewa
79
79. Talas Terkena Panas
80
80. Mengusut
81
81. Balas Dendam Kaivan
82
82. Semua Menerima Akibat
83
83. Tak Punya Pilihan
84
84. Persiapan Pulang
85
85. Tanda Tanya
86
86. Orang Luar
87
87. Latar Belakang
88
88. Sudah Selesai?
89
89. Hanya Sekali
90
90. Masalah Baru di Pagi Hari
91
91. Benar-benar Serius
92
92. Gagal Fokus
93
93. Dimanjakan
94
94. Tidak Ada Apa-apanya
95
95. Penyelidikan
96
96. Ganti Strategi
97
97. Disha dan Nesha
98
98. Bersilang Pendapat
99
99. Kecemburuan di Meja Makan
100
100. Efek Domino
101
101. Kepribadian Ganda
102
102. Sudah Menemukan
103
103. Keluarga Pihak Ibu
104
104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105
105. Takdir di Balik Dosa
106
106. Pada Akhirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!