10. Pernikahan Dadakan

Wongso tampak bingung sejenak, namun amarahnya semakin membara. Untuk pertama kalinya, ia merasa kehilangan kendali atas situasi yang sudah ia anggap biasa. "Aku tak menyangka, Warti yang selama ini selalu diam dan tidak ikut campur urusanku, kali ini berdiri menentangku," batinnya.

Wongso pun mulai berpikir panjang, menyadari bahwa Warti bukanlah sosok yang bisa dipandang sebelah mata, mengingat suaminya seorang tentara. Meskipun suami Warti sering kali tidak berada di rumah karena tugas-tugas dinasnya, Wongso tahu betul bahwa Warti memiliki kekuatan dan pengaruh yang tak bisa dianggap enteng. "Sial! Kenapa perempuan itu harus ikut campur?" umpatnya dalam hati dengan tangan terkepal erat.

Di sisi lain, Airin berjongkok di depan Kaivan. Ia meraih tangan pria itu dan menggenggamnya dengan erat. "Kak, jika kau bersedia... malam ini juga kita menikah," ucap Airin dengan suara gemetar, namun tegas. "Dengan begitu, Wongso tak akan punya alasan lagi untuk mengganggu kita."

Kaivan terdiam sejenak, menarik napas dalam sebelum berbicara dengan suara tenang. "Airin, kita baru bertemu pagi ini. Kita bahkan hanya sebatas mengenal nama, dan aku... aku buta. Apa kau yakin ingin menikah dengan pria seperti aku?"

Airin mengangguk dengan penuh keyakinan, meskipun ia tahu pria di hadapannya tak bisa melihatnya. "Aku lebih baik menikah denganmu daripada dengan pria tua yang sudah beristri tiga. Aku tahu ini terdengar gila, tapi aku berjanji akan merawatmu seumur hidupku, apa pun yang terjadi. Meskipun kau tak akan pernah bisa melihat lagi, aku akan tetap di sisimu. Kita akan hidup bersama, menghadapi semuanya sampai tua," ucapnya penuh kesungguhan dan ketulusan.

Kaivan tertegun oleh kesungguhan dan ketulusan dalam suara Airin. Hening sejenak melingkupi mereka, hanya diiringi suara binatang malam di luar. Perlahan, Kaivan mengangguk, hatinya masih bimbang dan terkejut, tapi ia memutuskan untuk mengikuti instingnya. "Jika itu yang kau inginkan, Airin... aku akan menerimanya. Aku akan menikahimu."

Keputusan itu seperti bom yang meledak di tengah kerumunan. Semua orang terkejut, sementara Airin dan Kaivan saling bertukar tatapan penuh tekad meskipun Kaivan tak bisa melihat. Wongso menatap mereka dengan wajah merah padam, namun untuk pertama kalinya, ia tak bisa berkata-kata.

Keputusan mendadak itu mengubah dinamika malam itu. Wongso terlihat seperti binatang buas yang terjebak, sementara Airin, meskipun tampak rapuh, berdiri sebagai simbol keberanian di hadapan semua orang.

Bidan Warti yang sudah jengah dengan tingkah Wongso, merasa seperti mendapatkan angin segar begitu mendengar persetujuan Kaivan untuk menikahi Airin. Tanpa membuang waktu, ia segera menghampiri seorang pria paruh baya di antara kerumunan warga. Pria itu adalah Pak Hasan, yang sering diminta menjadi penghulu dalam pernikahan warga desa.

"Pak Hasan, ayo ikut saya. Kita nikahkan mereka sekarang juga," ujar Bu Warti penuh semangat sambil menarik lengan Pak Hasan.

Pak Hasan yang terlihat terkejut sempat tergagap. "Sekarang, Bu? Tapi—"

"Tak ada tapi-tapian! Wongso sudah terlalu lama membuat masalah di desa ini. Kalau Airin dan Ivan menikah, tak akan ada lagi omongan macam-macam tentang mereka yang tinggal serumah. Ini demi kebaikan semua pihak," potong Bu Warti dengan tegas.

Kerumunan warga yang mendengar alasan itu langsung mengangguk setuju. "Benar itu! Lebih baik mereka dinikahkan sekarang juga!" ujar salah seorang warga, diikuti anggukan dan gumaman setuju lainnya.

"Kak...." panggil Airin menatap Kaivan penuh harap. "Kakak bersedia 'kan, menikah denganku malam ini juga?"

Kaivan mengangguk kecil, menyampaikan kesungguhannya. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menerima situasi yang berkembang begitu cepat dan sama sekali tidak terbayangkan sebelumnya.

Wongso, yang mendengar rencana itu, menggebrak kap mobilnya dengan keras. "Ini tidak bisa diterima!" bentaknya, tetapi teriakan itu hanya disambut tatapan tajam Bu Warti dan dukungan penuh warga.

Pernikahan yang tak terduga itu berlangsung dengan penuh haru. Di tengah kerumunan warga yang menyaksikan, nenek Asih berdiri di samping Airin, matanya berkaca-kaca. Di usianya yang sudah senja, ia tak bisa menyembunyikan rasa bangga dan haru melihat cucunya, yang selama ini selalu berjuang seorang diri, akhirnya menemukan jalan keluar dari kegelapan hidupnya. Nenek Asih menggenggam tangan Airin erat, seolah memberikan kekuatan di saat-saat penuh emosi ini.

Airin dan Kaivan berdiri berdampingan. Meski situasi ini penuh dengan ketegangan dan perubahan mendadak, hati mereka berdegup kencang. Kaivan, yang sejak lama tak terbiasa disentuh orang sembarangan, terutama oleh seorang wanita, kini merasakan sentuhan Airin yang menghangatkan hatinya. Tangannya sedikit gemetar saat ia menggenggam tangan Airin, tetapi di dalam hatinya, ia merasa terhubung dengan wanita di sampingnya lebih dari yang pernah ia bayangkan.

"Ivan," suara penghulu terdengar pelan, memecah keheningan. "Apakah kamu bersedia untuk mengambil Airin sebagai istrimu, untuk hidup bersama, dalam suka dan duka, hingga akhir hayat?"

Dengan napas yang sedikit terengah, Kaivan mengangguk, wajahnya penuh ketulusan. "Saya bersedia."

Kemudian, giliran Airin. Penghulu menoleh padanya. "Airin, apakah kamu bersedia untuk mengambil Kaivan sebagai suamimu, untuk berbagi hidup bersamanya, dalam suka dan duka, hingga akhir hayat?"

Airin mengangguk mantap, meski bibirnya tampak gemetar. "Saya bersedia."

Saat mereka mengucapkan janji suci itu, suasana menjadi begitu hening, hanya terdengar deru angin yang seolah menenangkan. Detak jantung mereka berdua berdetak lebih cepat, seakan dunia sekitar mereka menghilang, meninggalkan hanya keduanya yang terikat dalam janji tersebut.

Nenek Asih menitikkan air mata bahagia, mengusap pipi keriputnya dengan pelan. Ia tahu, meski tidak mudah, pernikahan ini memberi Airin harapan baru, serta kekuatan untuk menghadapi hidup yang penuh tantangan.

Dengan itu, pernikahan mereka sah, dan meski sederhana, momen itu begitu berarti. Mereka berdua, di tengah segala ketidakpastian, kini berjalan bersama, membangun kehidupan baru yang penuh harapan.

Bidan Warti merasa lega dan bangga melihat Airin dan Kaivan akhirnya resmi menikah. Di antara kerumunan warga yang memberikan tepuk tangan, Warti merasakan kepuasan tersendiri. Ia tahu, dengan pernikahan ini, Wongso tidak bisa lagi semena-mena terhadap Airin. Tanpa ragu, ia berjalan ke arah Airin dan Kaivan, memberikan senyuman hangat sebagai bentuk dukungan.

"Selamat Airin, Ivan atas pernikahan kalian. Semoga langgeng sampai kakek nenek. Ibu berharap mata Nak Ivan segera sembuh dan bisa melihat lagi," ucap Bu Warti penuh ketulusan.

Airin tersenyum hangat. "Terima kasih, Bu. Ibu sudah banyak membantu kami."

Kaivan mengangguk. "Terima kasih."

Bu Warti tersenyum tipis. "Ini hanya bantuan kecil. Ibu tidak suka melihat orang lain ditindas di depan mata Ibu. Jika kamu tidak bertekad kuat untuk lepas dari Wongso, ibu juga tidak bisa berbuat apa-apa."

Nenek Asih angkat bicara. "Meskipun begitu, kami tetap harus berterima kasih pada Bu Warti."

Bu Warti tersenyum seraya mengusap lengan nenek Asih. "Sebagai sesama manusia, sudah sepantasnya kita saling menolong."

Namun, di sisi lain, Wongso yang sebelumnya menyaksikan pernikahan itu, kini terlihat jelas kemarahannya. Ia duduk di dalam mobilnya, tubuhnya kaku dengan tangan terkepal erat. Wajahnya memerah, marah, dan kecewa. Anak buahnya yang semula menunggunya di luar juga tampak cemas, mereka tahu bahwa Wongso tidak akan mudah menerima kekalahan ini.

"Ini belum berakhir," gumam Wongso dengan suara geram, menatap tajam ke depan. "Airin dan Ivan akan menyesal. Aku akan membuat mereka merasakan akibatnya."

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

semoga mata Ivan segera bisa sembuh dan bisa melihat lagi , agar bisa melindungi dan menjaga Airin , juga bisa membalaskan atas semua perlakuan si tua bangka Wongso

dan bagaimana pun kehidupan mereka , semoga mereka bahagia .
orang macam Wongso itu emang harus ada yang berani menentang , agar dia tidak semakin semena-mena pada orang lain . mentang-mentang kaya dan berkuasa , bertindak seenak jidatnya .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2024-12-04

3

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Selamat atas pernikahan kalian walpun mendadak setidaknya Airin sdh lega terbebas dari si tua bangka...semoga Kaivan lekas sembuh bisa melihat kembali matanya dan Melindungi Airin. setelah sembuh matanya apakah kamu akan membongkar jati dirimu dan berkata jujur pd Airin tentang Identitasmu Kaivan...?

2024-12-04

1

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Akhirnya kaivan dan airin telah resmi menjadi pasutri dan pernikahaan sederhana dan serba dadakan....
wongso sampai kebakaran jenggot melihat pujaan hatinya menikah dgn org lain....

2024-12-08

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terseret Arus
2 2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3 3. Kericuhan Karena Kaivan
4 4. Hasil Pemeriksaan
5 5. Masih Waspada
6 6. Sang Juragan
7 7. Serba Salah
8 8. Keputusan Dadakan Airin
9 9. Wongso Tidak Sabar
10 10. Pernikahan Dadakan
11 11. Canggung
12 12. Dianggap Guling
13 13. Samar
14 14. Jam Tangan
15 15. Pergolakan Batin
16 16. DSSD
17 17. Siapa Dia Sebenarnya?
18 18. Tetap Perhatian
19 19. Penantian Wongso
20 20. Tantangan Terbuka
21 21. Babak Belur
22 22. Kagum dan Curiga
23 23. Rencana Airin
24 24. Takut Kehilangan
25 25. Pertanyaan Airin
26 26. Meminta Bantuan
27 27. Permintaan Maaf
28 28. Saling Memahami
29 29. Kabar Wongso
30 30. Membela
31 31. Ingin Lebih Lama
32 32. Kekacauan di Pagi Hari
33 33. Pengacau Hati
34 34. Pelukan
35 35. Takjub
36 36. Sederhana, Tapi Romantis
37 37. Menguping
38 38. Hati yang Terusik
39 39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40 40. Pertanyaan yang Menganggu
41 41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42 42. Diam-diam Dendam
43 43. Rumit
44 44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45 45. Orang Dibalik Layar
46 46. Panggilan
47 47. Mencari Bantuan
48 48. Wongso dan Aparat
49 49. Wongso Goyah
50 50. Strategi Kaivan
51 51. Murka
52 52. Pindah
53 53. Langkah Terakhir Kaivan
54 54. Firasat
55 55. Prasangka Airin
56 56. Badai yang Akan Datang
57 57. Meninggal
58 58. Tertembak
59 59. Banjir
60 60. Sadar
61 61. Semakin Dingin
62 62. Rahasia Sang Ibu Susu
63 63. Menghindari Rumah
64 64. Merubah Penampilan
65 65. Biasakan
66 66. Rasa Aneh
67 67. Hanya Formalitas
68 68. Jealous
69 69. Panggilan Penuh Rindu
70 70. Panik
71 71. Terasa Begitu Mirip
72 72. Baru Menyadari
73 73. Detail
74 74. Hanya Penonton
75 75. Protektif
76 76. Pertanyaan
77 77. Rencana
78 78. Malam Istimewa
79 79. Talas Terkena Panas
80 80. Mengusut
81 81. Balas Dendam Kaivan
82 82. Semua Menerima Akibat
83 83. Tak Punya Pilihan
84 84. Persiapan Pulang
85 85. Tanda Tanya
86 86. Orang Luar
87 87. Latar Belakang
88 88. Sudah Selesai?
89 89. Hanya Sekali
90 90. Masalah Baru di Pagi Hari
91 91. Benar-benar Serius
92 92. Gagal Fokus
93 93. Dimanjakan
94 94. Tidak Ada Apa-apanya
95 95. Penyelidikan
96 96. Ganti Strategi
97 97. Disha dan Nesha
98 98. Bersilang Pendapat
99 99. Kecemburuan di Meja Makan
100 100. Efek Domino
101 101. Kepribadian Ganda
102 102. Sudah Menemukan
103 103. Keluarga Pihak Ibu
104 104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105 105. Takdir di Balik Dosa
106 106. Pada Akhirnya
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Terseret Arus
2
2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3
3. Kericuhan Karena Kaivan
4
4. Hasil Pemeriksaan
5
5. Masih Waspada
6
6. Sang Juragan
7
7. Serba Salah
8
8. Keputusan Dadakan Airin
9
9. Wongso Tidak Sabar
10
10. Pernikahan Dadakan
11
11. Canggung
12
12. Dianggap Guling
13
13. Samar
14
14. Jam Tangan
15
15. Pergolakan Batin
16
16. DSSD
17
17. Siapa Dia Sebenarnya?
18
18. Tetap Perhatian
19
19. Penantian Wongso
20
20. Tantangan Terbuka
21
21. Babak Belur
22
22. Kagum dan Curiga
23
23. Rencana Airin
24
24. Takut Kehilangan
25
25. Pertanyaan Airin
26
26. Meminta Bantuan
27
27. Permintaan Maaf
28
28. Saling Memahami
29
29. Kabar Wongso
30
30. Membela
31
31. Ingin Lebih Lama
32
32. Kekacauan di Pagi Hari
33
33. Pengacau Hati
34
34. Pelukan
35
35. Takjub
36
36. Sederhana, Tapi Romantis
37
37. Menguping
38
38. Hati yang Terusik
39
39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40
40. Pertanyaan yang Menganggu
41
41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42
42. Diam-diam Dendam
43
43. Rumit
44
44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45
45. Orang Dibalik Layar
46
46. Panggilan
47
47. Mencari Bantuan
48
48. Wongso dan Aparat
49
49. Wongso Goyah
50
50. Strategi Kaivan
51
51. Murka
52
52. Pindah
53
53. Langkah Terakhir Kaivan
54
54. Firasat
55
55. Prasangka Airin
56
56. Badai yang Akan Datang
57
57. Meninggal
58
58. Tertembak
59
59. Banjir
60
60. Sadar
61
61. Semakin Dingin
62
62. Rahasia Sang Ibu Susu
63
63. Menghindari Rumah
64
64. Merubah Penampilan
65
65. Biasakan
66
66. Rasa Aneh
67
67. Hanya Formalitas
68
68. Jealous
69
69. Panggilan Penuh Rindu
70
70. Panik
71
71. Terasa Begitu Mirip
72
72. Baru Menyadari
73
73. Detail
74
74. Hanya Penonton
75
75. Protektif
76
76. Pertanyaan
77
77. Rencana
78
78. Malam Istimewa
79
79. Talas Terkena Panas
80
80. Mengusut
81
81. Balas Dendam Kaivan
82
82. Semua Menerima Akibat
83
83. Tak Punya Pilihan
84
84. Persiapan Pulang
85
85. Tanda Tanya
86
86. Orang Luar
87
87. Latar Belakang
88
88. Sudah Selesai?
89
89. Hanya Sekali
90
90. Masalah Baru di Pagi Hari
91
91. Benar-benar Serius
92
92. Gagal Fokus
93
93. Dimanjakan
94
94. Tidak Ada Apa-apanya
95
95. Penyelidikan
96
96. Ganti Strategi
97
97. Disha dan Nesha
98
98. Bersilang Pendapat
99
99. Kecemburuan di Meja Makan
100
100. Efek Domino
101
101. Kepribadian Ganda
102
102. Sudah Menemukan
103
103. Keluarga Pihak Ibu
104
104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105
105. Takdir di Balik Dosa
106
106. Pada Akhirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!