9. Wongso Tidak Sabar

Mendengar keputusan Airin, kerumunan warga yang sejak tadi hanya menjadi penonton mulai bergemuruh dengan bisikan-bisikan kecil. Sebagian berdiri dengan tangan terlipat, wajah mereka memperlihatkan campuran rasa terkejut dan kagum.

Seorang ibu-ibu berbicara pelan kepada temannya, "Airin itu berani sekali. Nekat menikah dengan pria yang baru dikenalnya. Tapi... siapa lagi yang mau melindunginya dari Wongso?"

Seorang pria tua mengangguk setuju. "Anak itu memang sudah lama menderita. Wongso selalu mengincarnya. Mungkin ini satu-satunya cara agar dia bisa bebas."

Di sudut lain, seorang pemuda yang sedang bersandar pada tiang rumah berbisik kepada temannya, "Menikah dengan orang buta? Apa dia pikir dia akan bahagia?"

"Setidaknya pria buta itu terlihat lebih manusiawi daripada Wongso. Yang benar saja, Wongso mau menikahi Airin? Airin lebih cocok jadi menantu Wongso dari pada jadi istrinya," balas temannya dengan nada rendah.

Tak jauh dari sana, seorang wanita paruh baya dengan anak kecil di gendongannya bergumam, "Kasihan Airin, memilih menikah dengan Wongso atau dengan pria buta, sama-sama bukan pilihan yang bagus."

Namun, ada juga yang mencibir. "Apa dia tahu apa yang dia lakukan? Menikah seperti ini, mendadak, tanpa persiapan. Dia pikir itu solusi?" kata seorang pria setengah baya dengan nada skeptis.

"Airin tak akan mengambil keputusan seperti ini jika bukan karena Juragan Wongso yang tak tahu diri itu," ujar seorang wanita paruh baya dengan nada penuh amarah. "Dia menyingkirkan semua pria yang mendekati Airin, memaksa gadis itu tak punya pilihan selain menikah dengannya. Tindakan seperti ini jelas diskriminatif dan melanggar hukum!"

Seorang wanita yang memakai daster ikut berkomentar. "Gadis cantik dan baik seperti Airin seharusnya mendapatkan pria yang baik. Bukan juragan tua bangka atau pria buta."

Suara-suara itu berbaur, menciptakan suasana campur aduk di malam yang gelap dengan suasana tegang. Di antara bisikan dan gumaman itu, terlihat beberapa warga mulai menatap Wongso dengan tatapan tidak suka. Simpati yang mulai tumbuh untuk Airin perlahan-lahan mengubah pandangan mereka terhadap pria yang selama ini mereka takuti.

Namun, Airin tidak peduli dengan bisikan orang-orang itu, karena ia tahu apa yang ia lakukan adalah demi kebebasannya sendiri.

Wongso tertawa keras, suaranya menggema di keheningan malam. "Jadi kau ingin menikah? Dengan pria buta itu? Apa kau sudah kehilangan akal, Airin? Kalau kau menikah denganku, hidupmu akan bergelimang harta. Tapi menikah dengan pria buta itu? Kau akan hidup susah, mengurus orang cacat seumur hidupmu. Apa kau pikir itu bisa membuatmu bahagia?"

Airin membalas dengan senyum sinis. "Apa kau pikir aku akan bahagia hidup bersamamu, Wongso? Menjadi istri keempat pria yang bahkan tak tahu batasan? Hidup bergelimang harta tak ada artinya jika harus menghabiskan waktu dengan orang sepertimu."

Nenek Asih semakin diliputi kecemasan saat melihat perdebatan memanas di depan matanya. Hatinya diliputi rasa takut dan gelisah. Ia tahu betul, Airin tidak akan pernah mau menikah dengan Wongso, tetapi ia juga tidak ingin pria itu bertindak nekat. Tatapannya berpindah ke arah Kaivan yang duduk tenang, seolah tak terpengaruh oleh situasi tegang ini.

"Aku tidak ingin Airin menikah dengan Wongso," gumamnya dalam hati, menggenggam ujung selendangnya dengan erat. "Tapi aku juga khawatir, kalau Wongso kehilangan akal sehatnya, dia bisa saja mencelakai Airin... atau bahkan Ivan."

Nenek Asih akhirnya menghampiri Airin, lalu berbisik, "Airin, hati-hati bicara. Jangan sampai kau memprovokasi Wongso lebih jauh." Namun dalam hatinya, ia berharap ada keajaiban yang bisa menyelesaikan masalah ini tanpa membahayakan siapa pun. Sedangkan Wongso memicingkan matanya melihat nenek Asih menghampiri dan berbisik pada Airin.

Airin menatap neneknya dengan tegas, suaranya lirih namun penuh keteguhan. "Nek, Wongso tidak akan pernah berhenti. Dia tidak akan melepaskanku kalau aku tidak berusaha melawan dan melepaskan diri," ujarnya sambil menggenggam tangan Nenek Asih dengan erat.

Nenek Asih menghela napas panjang, tatapannya penuh dengan kebimbangan. Ia merasa bangga melihat keberanian cucunya, tetapi ketakutan masih membayangi pikirannya. "Tapi, Rin... dia orang yang berkuasa. Bagaimana kalau dia menyakitimu? Bagaimana kalau dia tidak terima dan melampiaskan amarahnya?" suaranya terdengar goyah, hampir seperti bisikan.

Airin menggeleng pelan, mencoba menenangkan neneknya. "Aku tahu, Nek. Tapi aku tidak bisa terus membiarkan dia menguasai hidupku. Aku harus mencoba, aku harus melawan."

Nenek Asih hanya bisa mengangguk kecil, air mata mulai menggenang di sudut matanya. Ia tak tahu harus berkata apa lagi. Perasaan takut dan bangga bercampur menjadi satu dalam dirinya saat melihat keberanian Airin untuk berdiri tegak melawan Wongso.

Wongso yang tak sabar menunggu Airin yang berbisik-bisik dengan nenek Asih pun angkat bicara. "Sudah cukup diskusinya! Pokoknya mulai malam ini, kamu harus jadi milikku Airin."

Airin hendak bicara, tapi Bidan Warti yang sejak tadi menahan kesal, tak lagi bisa menahan diri. Ia menyela dengan nada sarkastik yang tajam. "Wongso! Apa kau tak punya cermin di rumah? Lihat dirimu! Kulitmu sudah keriput, putrimu lebih tua dari Airin, dan cucumu sebentar lagi lima. Tapi kau masih berani bermimpi menikahi gadis muda seperti Airin? Kau benar-benar tak tahu malu! Apa otakmu sudah rusak atau urat malumu memang sudah putus?"

Mendengar perkataan bidan Warti, wajah Wongso memerah, rahangnya mengeras menahan amarah. Ia mencoba menahan diri, tetapi jelas ucapannya telah terhenti oleh kemarahan yang menggelegak di dadanya.

Melihat perubahan ekspresi Wongso, anak buahnya yang berdiri di sekitarnya mulai bersiap. Mereka saling bertukar pandang, seolah memahami tanpa perlu kata-kata apa yang mungkin akan diperintahkan majikannya. Gerakan tangan mereka mengepal, dan beberapa bahkan terlihat maju setengah langkah, menunggu aba-aba.

Ketegangan di udara begitu tebal hingga terasa menyesakkan. Kerumunan warga yang menyaksikan drama itu mulai berbisik-bisik, sebagian besar khawatir Wongso akan kehilangan kendali. Di sisi lain, Airin tetap berdiri tegak, meskipun hatinya berdegup kencang, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi.

Sebelum Wongso sempat bicara, Airin kembali angkat suara, kali ini dengan tegas. "Meskipun Kak Ivan tak bisa melihat, aku lebih menghormatinya karena dia pria single yang punya harga diri. Kalaupun Kak Ivan menolak menikah denganku, aku tetap tidak akan pernah, sekali lagi tidak akan pernah, menikah denganmu."

"Kau pikir itu akan menyelesaikan masalah?" Wongso mengepalkan tinjunya, wajahnya merah padam karena marah. "Airin! Kau pikir aku akan membiarkanmu begitu saja?" teriaknya. "Baiklah, Airin. Kalau kau mau bermain-main denganku, kita lihat siapa yang menang." Nada suaranya mengancam, dan ia memberi isyarat pada anak buahnya untuk maju.

Namun sebelum anak buah Wongso bertindak, Supar memberanikan diri maju ke depan dan menghalangi mereka. "Juragan, jangan lakukan ini. Kalau Juragan menyeret Airin dan pria itu keluar dengan cara kekerasan, Juragan akan kehilangan dukungan warga. Ini bukan caranya."

Warti yang berdiri di tengah kerumunan kembali angkat bicara, suaranya tegas dan penuh keberanian. "Wongso, berhentilah bertingkah seperti tiran! Kalau kau menyentuh Airin atau tamunya, aku sendiri yang akan melaporkanmu pada kepala desa, atau bahkan polisi! Aku tidak main-main Wongso! Airin sudah cukup menderita karena kelakuanmu selama ini!" Kata-kata Warti yang tegas dan penuh keyakinan membuat semua orang terdiam. Sebagai bidan desa yang suaminya seorang tentara, Warti bukanlah sosok yang bisa dianggap remeh.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

Mrs.Riozelino Fernandez

Mrs.Riozelino Fernandez

Sebenarnya Wongso ini bisa di laporkan asal semua warga kompak,jangan ada yang takut...
Dia berbuat sekehendak hati itu juga merasa warga segan dan takut padanya...

2024-12-04

3

sum mia

sum mia

geregetan aku sama si Wongso tua bangka yang tidak tau diri itu . pengen tak santet online aja rasanya , tapi sayang gak bisa . 🤭🤭🤣🤣🤣

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2024-12-04

2

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Dasar aki aki ngampos sdh bau tanah bukannya tobat malah mau nyari daun muda dasar tidak punya otak..urat malunya sdh putus bawa sj ke jalur hukum..god Bu Bidan bebaskan Airin dari si tua bangka

2024-12-03

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terseret Arus
2 2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3 3. Kericuhan Karena Kaivan
4 4. Hasil Pemeriksaan
5 5. Masih Waspada
6 6. Sang Juragan
7 7. Serba Salah
8 8. Keputusan Dadakan Airin
9 9. Wongso Tidak Sabar
10 10. Pernikahan Dadakan
11 11. Canggung
12 12. Dianggap Guling
13 13. Samar
14 14. Jam Tangan
15 15. Pergolakan Batin
16 16. DSSD
17 17. Siapa Dia Sebenarnya?
18 18. Tetap Perhatian
19 19. Penantian Wongso
20 20. Tantangan Terbuka
21 21. Babak Belur
22 22. Kagum dan Curiga
23 23. Rencana Airin
24 24. Takut Kehilangan
25 25. Pertanyaan Airin
26 26. Meminta Bantuan
27 27. Permintaan Maaf
28 28. Saling Memahami
29 29. Kabar Wongso
30 30. Membela
31 31. Ingin Lebih Lama
32 32. Kekacauan di Pagi Hari
33 33. Pengacau Hati
34 34. Pelukan
35 35. Takjub
36 36. Sederhana, Tapi Romantis
37 37. Menguping
38 38. Hati yang Terusik
39 39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40 40. Pertanyaan yang Menganggu
41 41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42 42. Diam-diam Dendam
43 43. Rumit
44 44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45 45. Orang Dibalik Layar
46 46. Panggilan
47 47. Mencari Bantuan
48 48. Wongso dan Aparat
49 49. Wongso Goyah
50 50. Strategi Kaivan
51 51. Murka
52 52. Pindah
53 53. Langkah Terakhir Kaivan
54 54. Firasat
55 55. Prasangka Airin
56 56. Badai yang Akan Datang
57 57. Meninggal
58 58. Tertembak
59 59. Banjir
60 60. Sadar
61 61. Semakin Dingin
62 62. Rahasia Sang Ibu Susu
63 63. Menghindari Rumah
64 64. Merubah Penampilan
65 65. Biasakan
66 66. Rasa Aneh
67 67. Hanya Formalitas
68 68. Jealous
69 69. Panggilan Penuh Rindu
70 70. Panik
71 71. Terasa Begitu Mirip
72 72. Baru Menyadari
73 73. Detail
74 74. Hanya Penonton
75 75. Protektif
76 76. Pertanyaan
77 77. Rencana
78 78. Malam Istimewa
79 79. Talas Terkena Panas
80 80. Mengusut
81 81. Balas Dendam Kaivan
82 82. Semua Menerima Akibat
83 83. Tak Punya Pilihan
84 84. Persiapan Pulang
85 85. Tanda Tanya
86 86. Orang Luar
87 87. Latar Belakang
88 88. Sudah Selesai?
89 89. Hanya Sekali
90 90. Masalah Baru di Pagi Hari
91 91. Benar-benar Serius
92 92. Gagal Fokus
93 93. Dimanjakan
94 94. Tidak Ada Apa-apanya
95 95. Penyelidikan
96 96. Ganti Strategi
97 97. Disha dan Nesha
98 98. Bersilang Pendapat
99 99. Kecemburuan di Meja Makan
100 100. Efek Domino
101 101. Kepribadian Ganda
102 102. Sudah Menemukan
103 103. Keluarga Pihak Ibu
104 104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105 105. Takdir di Balik Dosa
106 106. Pada Akhirnya
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Terseret Arus
2
2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3
3. Kericuhan Karena Kaivan
4
4. Hasil Pemeriksaan
5
5. Masih Waspada
6
6. Sang Juragan
7
7. Serba Salah
8
8. Keputusan Dadakan Airin
9
9. Wongso Tidak Sabar
10
10. Pernikahan Dadakan
11
11. Canggung
12
12. Dianggap Guling
13
13. Samar
14
14. Jam Tangan
15
15. Pergolakan Batin
16
16. DSSD
17
17. Siapa Dia Sebenarnya?
18
18. Tetap Perhatian
19
19. Penantian Wongso
20
20. Tantangan Terbuka
21
21. Babak Belur
22
22. Kagum dan Curiga
23
23. Rencana Airin
24
24. Takut Kehilangan
25
25. Pertanyaan Airin
26
26. Meminta Bantuan
27
27. Permintaan Maaf
28
28. Saling Memahami
29
29. Kabar Wongso
30
30. Membela
31
31. Ingin Lebih Lama
32
32. Kekacauan di Pagi Hari
33
33. Pengacau Hati
34
34. Pelukan
35
35. Takjub
36
36. Sederhana, Tapi Romantis
37
37. Menguping
38
38. Hati yang Terusik
39
39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40
40. Pertanyaan yang Menganggu
41
41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42
42. Diam-diam Dendam
43
43. Rumit
44
44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45
45. Orang Dibalik Layar
46
46. Panggilan
47
47. Mencari Bantuan
48
48. Wongso dan Aparat
49
49. Wongso Goyah
50
50. Strategi Kaivan
51
51. Murka
52
52. Pindah
53
53. Langkah Terakhir Kaivan
54
54. Firasat
55
55. Prasangka Airin
56
56. Badai yang Akan Datang
57
57. Meninggal
58
58. Tertembak
59
59. Banjir
60
60. Sadar
61
61. Semakin Dingin
62
62. Rahasia Sang Ibu Susu
63
63. Menghindari Rumah
64
64. Merubah Penampilan
65
65. Biasakan
66
66. Rasa Aneh
67
67. Hanya Formalitas
68
68. Jealous
69
69. Panggilan Penuh Rindu
70
70. Panik
71
71. Terasa Begitu Mirip
72
72. Baru Menyadari
73
73. Detail
74
74. Hanya Penonton
75
75. Protektif
76
76. Pertanyaan
77
77. Rencana
78
78. Malam Istimewa
79
79. Talas Terkena Panas
80
80. Mengusut
81
81. Balas Dendam Kaivan
82
82. Semua Menerima Akibat
83
83. Tak Punya Pilihan
84
84. Persiapan Pulang
85
85. Tanda Tanya
86
86. Orang Luar
87
87. Latar Belakang
88
88. Sudah Selesai?
89
89. Hanya Sekali
90
90. Masalah Baru di Pagi Hari
91
91. Benar-benar Serius
92
92. Gagal Fokus
93
93. Dimanjakan
94
94. Tidak Ada Apa-apanya
95
95. Penyelidikan
96
96. Ganti Strategi
97
97. Disha dan Nesha
98
98. Bersilang Pendapat
99
99. Kecemburuan di Meja Makan
100
100. Efek Domino
101
101. Kepribadian Ganda
102
102. Sudah Menemukan
103
103. Keluarga Pihak Ibu
104
104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105
105. Takdir di Balik Dosa
106
106. Pada Akhirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!