8. Keputusan Dadakan Airin

Airin mengepalkan tangan, mencoba menahan emosi. "Katakan pada juraganmu, aku tidak takut. Ini rumahku. Aku yang menentukan siapa yang boleh tinggal di sini," jawabnya mantap, meski hatinya was-was.

Kaivan mendengar setiap kata percakapan itu dengan seksama. Rasa ingin tahunya membuncah, terutama tentang siapa sebenarnya pria bernama Wongso ini, dan mengapa ia begitu terobsesi pada Airin.

Supar menatap ke jalan dengan cemas, mendengar suara mesin mobil yang semakin mendekat. Keringat dingin mengalir di dahinya, dan wajahnya semakin pucat. "Airin, serius, kamu harus menyerahkannya padaku. Biar aku antar dia ke rumah Pak Kades. Setidaknya sampai keluarga pria itu datang. Rumah Pak Kades aman, dan dia bisa tinggal di sana sementara," bujuknya dengan nada mendesak.

Namun, Airin tetap berdiri tegak di depan pintu, matanya menatap tegas pada Supar. "Jika dia punya keluarga, aku akan merawatnya di rumahku sampai keluarganya datang," jawabnya tegas, tanpa ragu. "Tapi Kak Ivan mengaku tak punya keluarga. Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja, apalagi saat dia tak bisa melihat." Airin menggigit bibir bawahnya, hati terasa berat. Entah mengapa, ia merasa terikat pada pria ini, meskipun baru mengenalnya. Ada perasaan melindungi yang tak bisa ia jelaskan.

Supar menghela napas panjang, melihat Airin yang semakin keras kepala. "Airin, ini bukan soal apa yang kamu inginkan. Ini soal keselamatanmu dan pria itu!" Ia melirik lagi ke arah jalan, semakin panik ketika suara mesin mobil itu berhenti di depan rumah. Sebuah mobil hitam besar, diikuti oleh beberapa tukang pukul yang turun dengan wajah serius.

Pintu mobil terbuka, dan seorang pria bertubuh tambun keluar dengan langkah berat. Wongso, pria yang selama ini menguasai desa ini, tampak mendekat dengan tatapan penuh amarah. Supar tahu betul apa yang akan terjadi jika Wongso merasa terancam.

"Airin, cepat! Serahkan pria itu padaku sekarang juga!" Supar berkata dengan nada yang semakin memelas, namun Airin tetap diam, menahan napas.

Kaivan yang mendengar suara keributan itu, hanya bisa duduk diam. Meski tak bisa melihat, dia bisa merasakan ketegangan di udara. Suaranya tetap tenang, tapi ada keengganan yang jelas saat dia berkata, "Jangan khawatirkan aku, Airin. Aku akan baik-baik saja."

Namun, dalam hatinya, Kaivan tahu bahwa bahaya telah datang ke rumah yang ia pikirkan sebagai tempat perlindungan.

Wongso berjalan mendekat dengan langkah mantap, matanya yang tajam menatap langsung ke arah Supar. "Bagaimana, Supar? Apa semua sudah beres?" tanyanya dengan nada datar, namun penuh tekanan yang membuat suasana semakin mencekam.

Supar menelan ludah, tubuhnya tegang, dan wajahnya tampak panik. "A-anu, Juragan..." Supar bingung harus berkata apa. Gestur tubuhnya yang gelisah sudah cukup menjadi jawaban bagi Wongso bahwa situasi belum sesuai keinginannya.

Wongso mengerutkan dahi, matanya beralih ke arah Airin yang berdiri tegak di ambang pintu. "Airin," Wongso memanggil dengan nada rendah namun mengancam. "Aku dengar ada pria di rumahmu. Jangan membuatku kehilangan kesabaran. Serahkan dia sekarang juga."

Sementara itu, para warga yang sudah mencium kabar adanya pria asing di rumah Airin mulai berdatangan. Mereka mengikuti mobil Wongso sejak tadi, mengira-ngira kemarahannya akan meledak begitu sampai di sana. Suasana di sekitar rumah Airin menjadi ramai, warga berkerumun, berbisik-bisik, menatap dengan penuh rasa ingin tahu dan ketegangan.

Airin berdiri di ambang pintu, mencoba menenangkan dirinya meskipun hatinya berdebar kencang. Ia menatap Wongso dengan tatapan penuh tekad. "Kak Ivan adalah tamuku. Dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Aku yang membawanya ke sini karena dia membutuhkan bantuan. Kenapa aku harus menyerahkannya pada Juragan?"

Wongso tertawa kecil, nada suaranya sinis. "Tamumu? Airin, kamu tahu aturan di desa ini. Tidak ada yang boleh mendekatimu tanpa izinku. Kalau kau tidak segera menyerahkannya, jangan salahkan aku jika situasinya berubah buruk."

Di dalam rumah, Kaivan yang mendengar suara Wongso dan keributan warga mulai memahami bahwa masalah besar sedang terjadi. Meskipun ia tidak bisa melihat, pendengarannya yang tajam menangkap setiap nada ancaman yang keluar dari mulut Wongso. Ia mengerutkan dahi, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Airin... jangan biarkan dirimu dalam bahaya karena aku," ucapnya pelan namun penuh arti.

Airin menoleh ke arah Kaivan, hatinya semakin dipenuhi keberanian. "Tidak, Kak. Aku tidak akan menyerahkanmu pada orang seperti dia," jawabnya tegas, membuat Wongso semakin murka.

"Kau tinggal bersama nenekmu, kalian berdua wanita. Mana mungkin kami sebagai warga di sini membiarkan seorang pria tinggal di rumahmu, apalagi pria itu asing? Suruh dia keluar, atau anak buahku yang akan menyeretnya keluar!" Wongso berbicara lantang, dengan nada yang lebih berupa ancaman daripada alasan.

Nenek Asih maju menghampiri Airin, wajahnya penuh kebingungan dan kecemasan. Ia tahu Wongso bukan tipe orang yang mudah ditentang, tetapi hatinya tak tega jika Kaivan harus diperlakukan dengan kejam. "Airin, apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa melawan Wongso..." bisiknya pelan.

Airin berdiri tegak, berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Namun sebelum ia bisa menjawab, suara tegas terdengar dari kerumunan. "Cukup, Wongso! Jangan bertindak semena-mena hanya karena kamu kaya!" Bu Warti melangkah maju dengan tatapan penuh keberanian.

Wongso berbalik, menatap Bu Warti dengan tajam. "Jangan ikut campur urusanku!" bentaknya, wajahnya memerah oleh amarah. Meskipun begitu, ia tak berani mengancam wanita itu, sadar bahwa Warti bukanlah lawan yang bisa dipermainkan begitu saja.

Namun Airin, yang sudah terbakar emosi, akhirnya meledak. "Cukup, Wongso!" teriaknya, suaranya lantang memecah keheningan. Tidak lagi memanggil Wongso dengan panggilan juragan. "Selama ini aku selalu diam meskipun aku tahu kamu menyingkirkan semua pria yang mendekatiku. Sudah kubilang sejak dulu, aku tidak sudi menjadi istrimu! Kenapa kamu masih bertindak seolah-olah aku milikmu?"

Wongso tertawa kecil, suara tawa yang dingin dan merendahkan. "Airin, kau jangan keras kepala. Malam ini, kau harus menjadi milikku, suka atau tidak suka!" katanya dengan senyum penuh keyakinan.

Airin memandang Wongso dengan mata yang berkaca-kaca, tetapi penuh kemarahan. Ia menggenggam tangannya dengan erat, mencoba menahan diri. Namun, sesuatu dalam dirinya mendorongnya untuk melakukan tindakan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. "Tidak akan! Aku tidak akan pernah menjadi milikmu!" seru Airin. Suaranya menggema, menarik perhatian semua orang. Ia melangkah cepat menghampiri Kaivan, yang duduk tenang namun penuh tanya. "Karena malam ini, aku akan menikah dengan Kak Ivan!"

Kata-kata itu membuat semua orang terdiam, termasuk Wongso. Kerumunan warga yang berkumpul di sekitar rumah Airin saling berpandangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

Kaivan terkejut, alisnya terangkat mendengar ucapan Airin. "Airin..." katanya perlahan, nyaris berbisik. Ia tidak mengerti apa yang mendorong gadis itu membuat keputusan mendadak ini.

Airin menatap Kaivan dengan sorot mata penuh keyakinan. Entah dari mana keberanian itu muncul, tetapi ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi dirinya dan Kaivan dari ancaman Wongso. "Aku tahu ini mendadak, Kak. Tapi tolong... aku butuh bantuanmu untuk keluar dari situasi ini," katanya dengan suara bergetar namun tegas.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

oalah Wongso.... Wongso....kamu tuh terlalu terobsesi dengan Airin . lagi-lagi harusnya kamu ngaca macam mana kamu itu , tubuhmu yang gendut , umurmu yang sudah tua , bahkan anak istri banyak , atau emang gak punya kaca makanya gak bisa bercermin . katanya kaya raya , berkuasa di desanya situ , tapi egois dan gak punya hati .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2024-12-03

3

Lia_Sriwijaya

Lia_Sriwijaya

heiiii Wongso tua Bangka bau tanah lumpur, enyahhhh kau tua... masuk tanah aja tuhhh trus minta Supar tutupin lagi . dasarrrr sok kaya lu Wongso katak dalam tempurung ...

2024-12-03

2

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Kroyok saja tuh si Wongso sama warga jgn takut karena dia kaya...Airin reflek berkata seperti itu..karena ingin keluar dari ancaman si tua bangka...ayo Kaivan nikahilah Airin biar bebas merawatmu dan tdk canggung

2024-12-03

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terseret Arus
2 2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3 3. Kericuhan Karena Kaivan
4 4. Hasil Pemeriksaan
5 5. Masih Waspada
6 6. Sang Juragan
7 7. Serba Salah
8 8. Keputusan Dadakan Airin
9 9. Wongso Tidak Sabar
10 10. Pernikahan Dadakan
11 11. Canggung
12 12. Dianggap Guling
13 13. Samar
14 14. Jam Tangan
15 15. Pergolakan Batin
16 16. DSSD
17 17. Siapa Dia Sebenarnya?
18 18. Tetap Perhatian
19 19. Penantian Wongso
20 20. Tantangan Terbuka
21 21. Babak Belur
22 22. Kagum dan Curiga
23 23. Rencana Airin
24 24. Takut Kehilangan
25 25. Pertanyaan Airin
26 26. Meminta Bantuan
27 27. Permintaan Maaf
28 28. Saling Memahami
29 29. Kabar Wongso
30 30. Membela
31 31. Ingin Lebih Lama
32 32. Kekacauan di Pagi Hari
33 33. Pengacau Hati
34 34. Pelukan
35 35. Takjub
36 36. Sederhana, Tapi Romantis
37 37. Menguping
38 38. Hati yang Terusik
39 39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40 40. Pertanyaan yang Menganggu
41 41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42 42. Diam-diam Dendam
43 43. Rumit
44 44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45 45. Orang Dibalik Layar
46 46. Panggilan
47 47. Mencari Bantuan
48 48. Wongso dan Aparat
49 49. Wongso Goyah
50 50. Strategi Kaivan
51 51. Murka
52 52. Pindah
53 53. Langkah Terakhir Kaivan
54 54. Firasat
55 55. Prasangka Airin
56 56. Badai yang Akan Datang
57 57. Meninggal
58 58. Tertembak
59 59. Banjir
60 60. Sadar
61 61. Semakin Dingin
62 62. Rahasia Sang Ibu Susu
63 63. Menghindari Rumah
64 64. Merubah Penampilan
65 65. Biasakan
66 66. Rasa Aneh
67 67. Hanya Formalitas
68 68. Jealous
69 69. Panggilan Penuh Rindu
70 70. Panik
71 71. Terasa Begitu Mirip
72 72. Baru Menyadari
73 73. Detail
74 74. Hanya Penonton
75 75. Protektif
76 76. Pertanyaan
77 77. Rencana
78 78. Malam Istimewa
79 79. Talas Terkena Panas
80 80. Mengusut
81 81. Balas Dendam Kaivan
82 82. Semua Menerima Akibat
83 83. Tak Punya Pilihan
84 84. Persiapan Pulang
85 85. Tanda Tanya
86 86. Orang Luar
87 87. Latar Belakang
88 88. Sudah Selesai?
89 89. Hanya Sekali
90 90. Masalah Baru di Pagi Hari
91 91. Benar-benar Serius
92 92. Gagal Fokus
93 93. Dimanjakan
94 94. Tidak Ada Apa-apanya
95 95. Penyelidikan
96 96. Ganti Strategi
97 97. Disha dan Nesha
98 98. Bersilang Pendapat
99 99. Kecemburuan di Meja Makan
100 100. Efek Domino
101 101. Kepribadian Ganda
102 102. Sudah Menemukan
103 103. Keluarga Pihak Ibu
104 104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105 105. Takdir di Balik Dosa
106 106. Pada Akhirnya
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Terseret Arus
2
2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3
3. Kericuhan Karena Kaivan
4
4. Hasil Pemeriksaan
5
5. Masih Waspada
6
6. Sang Juragan
7
7. Serba Salah
8
8. Keputusan Dadakan Airin
9
9. Wongso Tidak Sabar
10
10. Pernikahan Dadakan
11
11. Canggung
12
12. Dianggap Guling
13
13. Samar
14
14. Jam Tangan
15
15. Pergolakan Batin
16
16. DSSD
17
17. Siapa Dia Sebenarnya?
18
18. Tetap Perhatian
19
19. Penantian Wongso
20
20. Tantangan Terbuka
21
21. Babak Belur
22
22. Kagum dan Curiga
23
23. Rencana Airin
24
24. Takut Kehilangan
25
25. Pertanyaan Airin
26
26. Meminta Bantuan
27
27. Permintaan Maaf
28
28. Saling Memahami
29
29. Kabar Wongso
30
30. Membela
31
31. Ingin Lebih Lama
32
32. Kekacauan di Pagi Hari
33
33. Pengacau Hati
34
34. Pelukan
35
35. Takjub
36
36. Sederhana, Tapi Romantis
37
37. Menguping
38
38. Hati yang Terusik
39
39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40
40. Pertanyaan yang Menganggu
41
41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42
42. Diam-diam Dendam
43
43. Rumit
44
44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45
45. Orang Dibalik Layar
46
46. Panggilan
47
47. Mencari Bantuan
48
48. Wongso dan Aparat
49
49. Wongso Goyah
50
50. Strategi Kaivan
51
51. Murka
52
52. Pindah
53
53. Langkah Terakhir Kaivan
54
54. Firasat
55
55. Prasangka Airin
56
56. Badai yang Akan Datang
57
57. Meninggal
58
58. Tertembak
59
59. Banjir
60
60. Sadar
61
61. Semakin Dingin
62
62. Rahasia Sang Ibu Susu
63
63. Menghindari Rumah
64
64. Merubah Penampilan
65
65. Biasakan
66
66. Rasa Aneh
67
67. Hanya Formalitas
68
68. Jealous
69
69. Panggilan Penuh Rindu
70
70. Panik
71
71. Terasa Begitu Mirip
72
72. Baru Menyadari
73
73. Detail
74
74. Hanya Penonton
75
75. Protektif
76
76. Pertanyaan
77
77. Rencana
78
78. Malam Istimewa
79
79. Talas Terkena Panas
80
80. Mengusut
81
81. Balas Dendam Kaivan
82
82. Semua Menerima Akibat
83
83. Tak Punya Pilihan
84
84. Persiapan Pulang
85
85. Tanda Tanya
86
86. Orang Luar
87
87. Latar Belakang
88
88. Sudah Selesai?
89
89. Hanya Sekali
90
90. Masalah Baru di Pagi Hari
91
91. Benar-benar Serius
92
92. Gagal Fokus
93
93. Dimanjakan
94
94. Tidak Ada Apa-apanya
95
95. Penyelidikan
96
96. Ganti Strategi
97
97. Disha dan Nesha
98
98. Bersilang Pendapat
99
99. Kecemburuan di Meja Makan
100
100. Efek Domino
101
101. Kepribadian Ganda
102
102. Sudah Menemukan
103
103. Keluarga Pihak Ibu
104
104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105
105. Takdir di Balik Dosa
106
106. Pada Akhirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!