7. Serba Salah

Pikiran Supar melayang ke insiden beberapa bulan lalu, ketika seorang pemuda dari desa sebelah memberanikan diri mendekati Airin meskipun sudah diperingatkan. Akibatnya, pemuda itu dihajar habis-habisan oleh anak buah Wongso, sampai tubuhnya terkapar dan harus dirawat di rumah sakit selama sebulan penuh.

Supar bergidik ngeri mengingat kejadian itu. la tahu betul tak ada yang berani melaporkan Wongso. Juragan itu terlalu kuat, terlalu licik. Dengan kekayaannya, ia mempekerjakan para tukang pukul setia yang siap melampiaskan kemarahan Wongso kapan saja, tanpa meninggalkan jejak yang bisa menjeratnya secara hukum.

Supar menghela napas panjang. Ia hanya bisa berharap hari ini tidak berakhir dengan kekerasan, meskipun dalam hati kecilnya, ia tahu Wongso pasti akan melakukan sesuatu untuk menunjukkan siapa yang berkuasa di desa itu.

Supar menatap jalanan yang ia lalui, merenung dalam diam. "Sebenarnya aku tidak senang menjadi mata-mata juragan Wongso, dan aku kasihan pada Airin," gumamnya dalam hati. "Tapi aku harus menafkahi anak dan istriku. Lagian, meskipun aku berhenti bekerja menjadi mata-mata juragan Wongso, dia pasti akan memperkerjakan orang lain. Jadi, apa bedanya?"

Supar merasakan perasaan berat dalam dadanya. Meskipun ia tahu bahwa apa yang dilakukannya tidak benar, ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Setiap hari, ia harus menahan diri untuk tidak terbawa oleh perasaan belas kasihnya terhadap Airin, karena ia sadar bahwa pilihan-pilihan yang ia buat selalu berkaitan dengan bertahan hidup, bukan dengan kebenaran atau keadilan.

Ia menatap jalanan yang berdebu, seakan mencari petunjuk atau jawaban, tetapi yang ada hanya suara deru mobil yang ia kendarai. Supar tahu ia hanya mengikuti arus kehidupan yang lebih besar, meskipun ia tak sepenuhnya setuju dengan cara-cara yang harus ditempuh.

***

Langit sudah gelap, diselimuti awan pekat yang menghalangi cahaya bintang dan bulan. Suara binatang malam mulai terdengar bersahut-sahutan, menciptakan irama sunyi yang khas. Jangkrik berbunyi tanpa henti, sesekali diselingi oleh suara burung hantu dari kejauhan.

Di sebuah rumah sederhana di pinggir desa, lampu temaram menerangi ruangan kecil. Angin malam membawa hawa dingin, menyusup melalui celah-celah pintu dan jendela kayu yang tertutup rapat.

Airin duduk di dekat Kaivan dengan sebuah mangkuk sup hangat di tangannya. Aroma harum rempah memenuhi ruangan. Ia menyesap sendok, memastikan suhunya pas sebelum menyodorkannya ke arah Kaivan. Entah bagaimana reaksi Kaivan jika ia tahu bahwa Airin lebih dulu menyesap sendok itu sebelum menyuapinya.

Bagi pria itu, kedekatan fisik dengan wanita asing selalu mengusik ketenangannya, terutama mengingat prasangka yang selama ini tertanam dalam pikirannya, bahwa banyak wanita hanya mengincar kemewahan, nama besar, dan kekuasaan keluarganya. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam cara Airin memperlakukannya, meski ia tetap sulit menepis kecurigaan yang selama ini mengakar.

"Pelan-pelan, Kak. Supnya masih agak hangat," ucapnya lembut.

Kaivan mengangguk kecil, membuka mulutnya. Ia makan dengan tenang, meski sedikit canggung karena bergantung sepenuhnya pada Airin.

"Rasanya... enak," komentar Kaivan setelah beberapa sendok.

Airin tersenyum tipis. "Hanya sup sederhana. Tapi syukurlah kalau kamu suka."

Setelah beberapa suapan, Airin mengambil gelas kecil di meja dan beberapa pil yang sudah ia siapkan sebelumnya. "Sekarang minum obatnya dulu, ya. Ini yang diminum setelah makan."

Kaivan meraba-raba sedikit, tapi Airin cepat-cepat memegang tangannya, meletakkan pil di telapak tangan Kaivan. Sentuhan lembut itu membuat Kaivan diam sejenak, namun ia tak berkata apa-apa dan langsung menelan pil itu.

"Ini... airnya," lanjut Airin, sedikit tergagap, membantu menyodorkan gelas ke bibir Kaivan.

Kaivan minum air itu dengan perlahan. Setelahnya, ia bersandar lelah di kursi, merasa tubuhnya mulai sedikit lebih ringan. "Terima kasih, Airin. Kau... sangat sabar."

Airin menggeleng kecil, meski Kaivan tak bisa melihatnya. "Nggak apa-apa, Kak. Anggap saja ini... tugas kecilku."

Kaivan menghela napas, ada kehangatan kecil di hatinya meski ia tetap menjaga sikap dinginnya. "Tapi tidak semua orang mau bersikap sebaik ini pada orang asing, apalagi yang tidak tahu apa-apa tentangku."

Airin terdiam sejenak, lalu berkata pelan, "Mungkin kamu merasa asing di sini, tapi di rumah ini... kamu tidak akan sendirian."

Kaivan mengangguk sedikit, tapi tetap tidak berkata banyak. "Aku akan pergi begitu aku bisa," ujarnya dengan suara yang lebih rendah. Meski ia tampak acuh, Airin tahu bahwa Kaivan tidak benar-benar ingin tinggal lama.

Airin berusaha meredakan ketegangan di antara mereka. “Tidak perlu terburu-buru. Kamu tidak akan bisa pergi dengan kondisi seperti ini. Beristirahatlah dulu sampai pulih.”

Kaivan tidak menjawab, hanya duduk dalam diam. Ia merasa sedikit canggung dengan bantuan yang ia terima, tetapi ada sesuatu yang menghalanginya untuk menolak lebih jauh.

Suara ketukan keras di pintu memecah keheningan di dalam rumah. Airin dan Kaivan sama-sama menoleh ke arah pintu, keduanya tampak terkejut. Dari arah dapur, Nenek Asih muncul sambil mengelap tangannya dengan kain lap, ikut melirik ke sumber suara.

"Siapa yang datang malam-malam begini?" gumam Nenek Asih dengan nada heran, raut wajahnya mulai cemas.

Airin bangkit dari duduknya, jantungnya sedikit berdebar. "Biar aku lihat, Nek," jawabnya, berusaha terdengar tenang.

Nenek Asih mengangguk perlahan, meski tatapannya masih lekat pada pintu. "Hati-hati, Rin," pesannya.

Airin mengangguk, sementara suara ketukan kembali terdengar, lebih keras dari sebelumnya. Dengan langkah pelan namun tegas, Airin berjalan ke pintu. Jantungnya berdebar tak karuan, entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang tak beres. Di luar, bayangan samar seseorang terlihat berdiri di bawah cahaya remang lampu teras.

Sebelum membuka, ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dengan hati-hati, Airin mengangkat tangannya untuk meraih gagang pintu, tidak menyadari bahwa malam itu akan membawa perubahan besar dalam hidupnya.

Saat tangannya menyentuh gagang pintu, ia berbisik pelan ke Kaivan. "Kak Ivan, tetap di tempatmu. Jangan bersuara dulu, ya."

Kaivan hanya mengangguk, meskipun ketegangan di wajahnya tak bisa ia sembunyikan.

Airin membuka pintu perlahan, pintu kayu itu berderit halus. Di depannya, berdiri seorang pria kurus dengan ekspresi tegang, matanya melirik tajam ke arah dalam rumah. "Airin," sapa pria itu dengan nada mendesak. "Kenapa pria buta itu masih di rumahmu?"

Airin menelan ludah, tubuhnya menegang. Perasaan tak nyaman semakin menguat, tapi ia berusaha tetap tenang. "Ada apa, Pak Supar? Memangnya kenapa?"

Pria itu tidak menjawab langsung, hanya mendekatkan wajahnya, suaranya lebih pelan namun penuh tekanan. "Juragan tidak suka ada pria di rumahmu."

Nenek Asih berdiri cemas di sudut ruangan, mengintip dengan gelisah ke arah pintu. Suara Supar terdengar samar namun cukup jelas, sementara Kaivan tampak duduk tenang, meski jelas ia sedang menajamkan pendengarannya.

Airin berdiri tegar di ambang pintu, menatap Supar dengan tatapan tidak senang. "Apa urusan juragan dengan orang yang ada di rumahku? Aku sudah melapor pada Pak RT," ucapnya dingin, menandakan ketidaksukaannya akan campur tangan Wongso.

Supar menggaruk belakang kepalanya, tampak serba salah. "Dengar, Airin... Aku hanya menyampaikan pesan juragan. Sebaiknya kau keluarkan pria buta itu sebelum juragan Wongso bertindak," katanya pelan. Ia melirik ke dalam rumah, memastikan tidak ada orang lain yang mendengarnya.

Ada nada ragu dalam suaranya saat ia menambahkan, "Jujur, aku kasihan pada pria-pria yang berurusan denganmu, Rin. Sebagian besar dari mereka... ah, kau tahu sendiri, mereka dihajar juragan sampai babak belur. Aku selalu mencoba memperingatkan mereka untuk menjauh darimu, tapi... banyak yang keras kepala. Dan kau tahu bagaimana akhirnya bukan?"

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

Lia_Sriwijaya

Lia_Sriwijaya

dasar juragan gatel... kekayaan mu ga ada apa² nya di banding kan kaivan... dasar tua gatel, udah punya istri bnyk jg masih ngincar daun muda... huuuu #esmosi aq Thor...

2024-12-02

2

Anitha Ramto

Anitha Ramto

jgn biarkan Kaivan pergi dari Airin...lapor Pak Rt lg..jgn kalah sm si tua bangka yg alasannya tdk masuk akal..dan jgn takut ada hukum ini..laporkan sj si tua bangka yg tidak waras itu

2024-12-03

1

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Dasar bangkotan tua msh doyan sm daun muda dan banyak pria yg mendekati airin berakhir sampai babak belur,,,,
Si bandot tua gak inget umurnya msh ngincer airin....

2024-12-08

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terseret Arus
2 2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3 3. Kericuhan Karena Kaivan
4 4. Hasil Pemeriksaan
5 5. Masih Waspada
6 6. Sang Juragan
7 7. Serba Salah
8 8. Keputusan Dadakan Airin
9 9. Wongso Tidak Sabar
10 10. Pernikahan Dadakan
11 11. Canggung
12 12. Dianggap Guling
13 13. Samar
14 14. Jam Tangan
15 15. Pergolakan Batin
16 16. DSSD
17 17. Siapa Dia Sebenarnya?
18 18. Tetap Perhatian
19 19. Penantian Wongso
20 20. Tantangan Terbuka
21 21. Babak Belur
22 22. Kagum dan Curiga
23 23. Rencana Airin
24 24. Takut Kehilangan
25 25. Pertanyaan Airin
26 26. Meminta Bantuan
27 27. Permintaan Maaf
28 28. Saling Memahami
29 29. Kabar Wongso
30 30. Membela
31 31. Ingin Lebih Lama
32 32. Kekacauan di Pagi Hari
33 33. Pengacau Hati
34 34. Pelukan
35 35. Takjub
36 36. Sederhana, Tapi Romantis
37 37. Menguping
38 38. Hati yang Terusik
39 39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40 40. Pertanyaan yang Menganggu
41 41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42 42. Diam-diam Dendam
43 43. Rumit
44 44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45 45. Orang Dibalik Layar
46 46. Panggilan
47 47. Mencari Bantuan
48 48. Wongso dan Aparat
49 49. Wongso Goyah
50 50. Strategi Kaivan
51 51. Murka
52 52. Pindah
53 53. Langkah Terakhir Kaivan
54 54. Firasat
55 55. Prasangka Airin
56 56. Badai yang Akan Datang
57 57. Meninggal
58 58. Tertembak
59 59. Banjir
60 60. Sadar
61 61. Semakin Dingin
62 62. Rahasia Sang Ibu Susu
63 63. Menghindari Rumah
64 64. Merubah Penampilan
65 65. Biasakan
66 66. Rasa Aneh
67 67. Hanya Formalitas
68 68. Jealous
69 69. Panggilan Penuh Rindu
70 70. Panik
71 71. Terasa Begitu Mirip
72 72. Baru Menyadari
73 73. Detail
74 74. Hanya Penonton
75 75. Protektif
76 76. Pertanyaan
77 77. Rencana
78 78. Malam Istimewa
79 79. Talas Terkena Panas
80 80. Mengusut
81 81. Balas Dendam Kaivan
82 82. Semua Menerima Akibat
83 83. Tak Punya Pilihan
84 84. Persiapan Pulang
85 85. Tanda Tanya
86 86. Orang Luar
87 87. Latar Belakang
88 88. Sudah Selesai?
89 89. Hanya Sekali
90 90. Masalah Baru di Pagi Hari
91 91. Benar-benar Serius
92 92. Gagal Fokus
93 93. Dimanjakan
94 94. Tidak Ada Apa-apanya
95 95. Penyelidikan
96 96. Ganti Strategi
97 97. Disha dan Nesha
98 98. Bersilang Pendapat
99 99. Kecemburuan di Meja Makan
100 100. Efek Domino
101 101. Kepribadian Ganda
102 102. Sudah Menemukan
103 103. Keluarga Pihak Ibu
104 104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105 105. Takdir di Balik Dosa
106 106. Pada Akhirnya
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Terseret Arus
2
2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3
3. Kericuhan Karena Kaivan
4
4. Hasil Pemeriksaan
5
5. Masih Waspada
6
6. Sang Juragan
7
7. Serba Salah
8
8. Keputusan Dadakan Airin
9
9. Wongso Tidak Sabar
10
10. Pernikahan Dadakan
11
11. Canggung
12
12. Dianggap Guling
13
13. Samar
14
14. Jam Tangan
15
15. Pergolakan Batin
16
16. DSSD
17
17. Siapa Dia Sebenarnya?
18
18. Tetap Perhatian
19
19. Penantian Wongso
20
20. Tantangan Terbuka
21
21. Babak Belur
22
22. Kagum dan Curiga
23
23. Rencana Airin
24
24. Takut Kehilangan
25
25. Pertanyaan Airin
26
26. Meminta Bantuan
27
27. Permintaan Maaf
28
28. Saling Memahami
29
29. Kabar Wongso
30
30. Membela
31
31. Ingin Lebih Lama
32
32. Kekacauan di Pagi Hari
33
33. Pengacau Hati
34
34. Pelukan
35
35. Takjub
36
36. Sederhana, Tapi Romantis
37
37. Menguping
38
38. Hati yang Terusik
39
39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40
40. Pertanyaan yang Menganggu
41
41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42
42. Diam-diam Dendam
43
43. Rumit
44
44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45
45. Orang Dibalik Layar
46
46. Panggilan
47
47. Mencari Bantuan
48
48. Wongso dan Aparat
49
49. Wongso Goyah
50
50. Strategi Kaivan
51
51. Murka
52
52. Pindah
53
53. Langkah Terakhir Kaivan
54
54. Firasat
55
55. Prasangka Airin
56
56. Badai yang Akan Datang
57
57. Meninggal
58
58. Tertembak
59
59. Banjir
60
60. Sadar
61
61. Semakin Dingin
62
62. Rahasia Sang Ibu Susu
63
63. Menghindari Rumah
64
64. Merubah Penampilan
65
65. Biasakan
66
66. Rasa Aneh
67
67. Hanya Formalitas
68
68. Jealous
69
69. Panggilan Penuh Rindu
70
70. Panik
71
71. Terasa Begitu Mirip
72
72. Baru Menyadari
73
73. Detail
74
74. Hanya Penonton
75
75. Protektif
76
76. Pertanyaan
77
77. Rencana
78
78. Malam Istimewa
79
79. Talas Terkena Panas
80
80. Mengusut
81
81. Balas Dendam Kaivan
82
82. Semua Menerima Akibat
83
83. Tak Punya Pilihan
84
84. Persiapan Pulang
85
85. Tanda Tanya
86
86. Orang Luar
87
87. Latar Belakang
88
88. Sudah Selesai?
89
89. Hanya Sekali
90
90. Masalah Baru di Pagi Hari
91
91. Benar-benar Serius
92
92. Gagal Fokus
93
93. Dimanjakan
94
94. Tidak Ada Apa-apanya
95
95. Penyelidikan
96
96. Ganti Strategi
97
97. Disha dan Nesha
98
98. Bersilang Pendapat
99
99. Kecemburuan di Meja Makan
100
100. Efek Domino
101
101. Kepribadian Ganda
102
102. Sudah Menemukan
103
103. Keluarga Pihak Ibu
104
104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105
105. Takdir di Balik Dosa
106
106. Pada Akhirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!