4. Hasil Pemeriksaan

Kaivan mengernyitkan keningnya saat menyadari tak ada pergerakan apapun dari Airin. Bibirnya sedikit mengatup seolah sedang menahan rasa tidak sabar. "Airin? Kau di situ, 'kan? Kenapa diam saja?" tanyanya, nada suaranya datar tapi jelas menyiratkan rasa penasaran.

Airin tersentak dari lamunannya. "Eh, iya! Maaf... Aku... Aku di sini," jawabnya tergagap. Wajahnya memerah seperti terbakar, tak tahu harus menjawab apa.

Kaivan memiringkan kepalanya sedikit, mencoba membaca suasana meski tak bisa melihat. "Kalau tidak apa-apa, kenapa kau seperti sedang berpikir keras? Ada sesuatu yang salah?"

Airin memilin jemarinya sendiri, mencoba mencari kata-kata. Pandangannya tak sengaja tertuju pada celana Kaivan yang kotor dan penuh bercak lumpur. "Emm... Sebenarnya, aku cuma ingin bilang... Celanamu kotor sekali. Mungkin... lebih baik kamu menggantinya?" ucapnya tergesa-gesa, suaranya naik turun menahan gugup.

Kaivan diam sejenak, mencerna kalimat Airin yang terdengar terbata-bata. Kemudian, ia mengangkat sebelah alis, meskipun tak bisa melihat, ia tahu Airin pasti merasa canggung. "Hanya itu? Kenapa harus gugup?" tanyanya pelan, nada suara tetap datar, tapi kini disertai sedikit senyum tipis yang nyaris tak kentara.

Airin menghindari tatapan kosong Kaivan, merasa malu tanpa alasan jelas. "A-aah, tidak apa-apa kok! Aku ambilkan pakaian lain untuk kamu!" serunya, lalu buru-buru beranjak dengan langkah kikuk meninggalkan ruangan.

Tak lama kemudian, Airin sudah kembali. "Maaf, mungkin agak sempit," gumamnya pelan sambil menyerahkan baju dan celana sederhana itu kepada Kaivan.

Kaivan meraba kain di tangannya dengan ragu. "Ini... pakaian siapa?" tanyanya, suaranya masih serak, terdengar bercampur kelelahan.

"Punya almarhum ayahku," jawab Airin, menundukkan kepala sebentar, lalu kembali berkata, "kamu bisa berganti pakaian di kamar," ucapnya segera membimbing Kaivan ke kamar. "Gantilah pakaian di sini. Aku akan menunggu di luar kamar. Jangan khawatir, aku akan membantu jika kamu kesulitan."

Kaivan terdiam sejenak, menelan gengsinya. "Baik," katanya singkat, mencoba bergerak perlahan mengikuti arahan Airin.

Setelah beberapa menit, Airin bertanya dari luar kamar, memastikan Kaivan telah selesai mengenakan pakaian. Ia menahan tawa kecil saat melihat pria itu mengenakan pakaian yang tampak terlalu kecil untuk tubuh tegapnya. Lengan bajunya berhenti di pertengahan lengan, sementara celananya terlihat menggantung, memperlihatkan pergelangan kakinya.

"Ini... pakaian ini kekecilan," keluh Kaivan, mencoba menarik-narik kain yang terasa terlalu ketat.

Airin tak bisa menahan senyum melihat ekspresi kesalnya. "Maaf, hanya ini yang ada. Aku tidak punya pakaian lain yang lebih besar," katanya sambil menutup mulut, berusaha menyembunyikan tawa.

Kaivan mendesah, lalu mengerang pelan saat merasakan nyeri di lengannya. "Lupakan soal pakaian, ini... luka-lukaku," katanya, menyentuh salah satu memarnya.

"Oh iya, tunggu sebentar," kata Airin, langsung teringat sesuatu. Ia keluar begitu saja dari kamar itu meninggalkan Kaivan yang belum sempat bertanya.

"Gadis ini," gumam Kaivan.

Beberapa menit kemudian Airin kembali dengan seorang wanita paruh baya, bidan di desanya.

"Ini dia, Bu Warti," kata Airin, memperkenalkan wanita yang membawa tas kecil berisi peralatan medis sederhana.

Bidan Warti menatap Kaivan yang duduk di tepi ranjang dengan sorot mata penuh perhatian. "Wah, luka-lukamu cukup parah, Nak. Untung Airin menemukanmu," katanya sambil memeriksa luka di pelipis Kaivan. Ia sudah tahu tentang Kaivan karena Airin sudah menceritakannya tadi saat di jalan.

Kaivan hanya mengangguk singkat, belum mengenal Bu Warti membuatnya enggan berbicara banyak. Namun, ia merasa sedikit tenang melihat kesigapan Airin.

Airin berdiri di samping dengan cemas, memerhatikan bidan desa membersihkan luka-luka di tubuh Kaivan. "Bagaimana keadaannya, Bu Warti?" tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.

"Lukanya tidak fatal, tapi ia perlu istirahat total dan tidak banyak bergerak selama beberapa hari," jawab Bu Warti sambil menatap Kaivan dengan tegas. "Dan kamu, Nak, harus banyak bersabar. Tubuh kamu membutuhkan waktu untuk pulih. Sekarang ibu akan memeriksa matamu, Nak," kata Bu Warti, suaranya lembut tapi tegas. Ia mendekatkan senter kecil ke wajah Kaivan.Ia memiringkan kepala sedikit, memperhatikan respons mata Kaivan yang tidak menunjukkan reaksi terhadap cahaya.

Airin, yang tidak tahan lagi menahan keingintahuannya, bertanya dengan suara pelan, "Bagaimana, Bu? Apa matanya baik-baik saja?"

Bu Warti menghela napas perlahan, lalu menatap Kaivan dengan penuh simpati. "Nak, mata kamu tidak merespons cahaya. Ini bisa jadi akibat benturan keras di kepala saat kecelakaan, yang mungkin memengaruhi saraf penglihatan kamu. Tapi ada kemungkinan lain juga, terutama karena kamu sempat terendam di sungai yang airnya kotor. Air seperti itu bisa membawa bakteri atau zat berbahaya yang memicu infeksi atau iritasi serius pada mata."

Ia berhenti sejenak, memberikan waktu agar informasi itu dapat dicerna. "Ibu tidak bisa memastikan apakah ini hanya sementara atau mungkin lebih serius. Kamu benar-benar perlu diperiksa oleh dokter spesialis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut."

Kaivan mengangguk lemah. "Terima kasih," ucapnya pelan, meski masih terasa getir di suaranya.

Bu Warti mengeluarkan beberapa bungkus obat dari tasnya, meletakkannya dengan hati-hati di atas meja. Ia menatap Airin dengan serius, memberikan penjelasan sambil menunjuk setiap obat.

"Ini salep untuk luka luar, oleskan tiga kali sehari. Lukanya jangan sampai kena air supaya cepat kering," jelasnya sambil membuka tutup salep kecil untuk menunjukkan isinya.

"Yang ini," lanjutnya sambil mengangkat botol obat, "harus diminum sebelum makan, dua kali sehari. Dan ini," ia menunjuk bungkusan tablet, "diminum setelah makan untuk membantu meredakan nyeri dan mencegah infeksi."

Bu Warti membuka botol kecil berisi cairan bening dan menunjukkannya pada Airin. "Ini obat tetes mata. Teteskan dua kali sehari, pagi dan malam. Tapi ingat, pastikan tanganmu bersih sebelum menggunakannya. Ini untuk membantu mengurangi iritasi atau infeksi yang mungkin terjadi akibat air sungai," jelasnya sambil menyerahkan botol itu ke tangan Airin.

Airin memandang botol kecil itu dengan cermat. "Jadi, obat ini bisa membantu menyembuhkan matanya, Bu?" tanyanya, sedikit berharap.

Bu Warti menggeleng pelan. "Ini hanya untuk mencegah masalah bertambah parah. Untuk memastikan kondisi matanya, dia harus segera diperiksa dokter spesialis mata. Tapi, gunakan obat ini dulu, ya. Setidaknya ini bisa meredakan ketidaknyamanannya sementara waktu."

Airin mengangguk patuh, berusaha mengingat instruksi tersebut. "Baik, Bu Warti. Saya akan pastikan semuanya teratur. Saya akan merawatnya sesuai petunjuk," ujarnya mantap meski dalam hati sedikit gugup takut salah memberikan obat.

Bu Warti tersenyum tipis, menepuk bahu Airin dengan lembut. "Kamu anak yang cekatan, Airin. Dengan perawatanmu, Ibu yakin dia akan cepat pulih."

Kaivan yang duduk tak jauh mendengarkan percakapan itu dengan seksama. Meski tak banyak bicara, ia merasa sedikit lega mendengar ada langkah-langkah untuk menangani masalah pada matanya.

Setelah Bu Warti pulang, Airin duduk di kursi kayu di samping tempat tidur, wajahnya penuh rasa iba saat menatap Kaivan yang masih duduk di tepi ranjang dengan ekspresi kosong. Setelah mendengar penjelasan Bu Warti, pria itu terlihat lebih tenang dari yang ia kira, meski jelas ada kegelisahan yang tidak bisa disembunyikan.

"Emm... Kak Ivan," panggil Airin dengan nada lembut, sembari memilin jemari tangannya sendiri.

Kaivan yang duduk di tepi ranjang mengarahkan wajahnya ke arah suara itu. Meskipun pandangannya gelap, panggilan lembut itu terasa menyentuh sesuatu di dalam dirinya. Sebutan "kakak" dengan nada sedemikian halus membuat hatinya yang biasanya dingin dan terjaga, sejenak terasa hangat.

"Ada apa, Airin?" jawab Kaivan dengan suara yang tetap datar, meski ada sedikit getar emosi yang ia sendiri sulit pahami.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

aku pun tak tau ada apa Ivan . karena sama kak othor udah berhenti disini , harus nunggu bab selanjutnya .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2024-11-30

3

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Airin harus sabar metawat Kaivan yg bukan siapa²nya...semoga suatu saat Ivan bisa di sembuhkan kembali penglihatannya,dan semoga itu jd jodohmu Airin dan hidup bahagia

2024-11-30

1

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Smg kaivan bs melihat lagi tuk sementara nenek dan airin merawat kaivan sampai sembuh.....

2024-12-08

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terseret Arus
2 2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3 3. Kericuhan Karena Kaivan
4 4. Hasil Pemeriksaan
5 5. Masih Waspada
6 6. Sang Juragan
7 7. Serba Salah
8 8. Keputusan Dadakan Airin
9 9. Wongso Tidak Sabar
10 10. Pernikahan Dadakan
11 11. Canggung
12 12. Dianggap Guling
13 13. Samar
14 14. Jam Tangan
15 15. Pergolakan Batin
16 16. DSSD
17 17. Siapa Dia Sebenarnya?
18 18. Tetap Perhatian
19 19. Penantian Wongso
20 20. Tantangan Terbuka
21 21. Babak Belur
22 22. Kagum dan Curiga
23 23. Rencana Airin
24 24. Takut Kehilangan
25 25. Pertanyaan Airin
26 26. Meminta Bantuan
27 27. Permintaan Maaf
28 28. Saling Memahami
29 29. Kabar Wongso
30 30. Membela
31 31. Ingin Lebih Lama
32 32. Kekacauan di Pagi Hari
33 33. Pengacau Hati
34 34. Pelukan
35 35. Takjub
36 36. Sederhana, Tapi Romantis
37 37. Menguping
38 38. Hati yang Terusik
39 39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40 40. Pertanyaan yang Menganggu
41 41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42 42. Diam-diam Dendam
43 43. Rumit
44 44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45 45. Orang Dibalik Layar
46 46. Panggilan
47 47. Mencari Bantuan
48 48. Wongso dan Aparat
49 49. Wongso Goyah
50 50. Strategi Kaivan
51 51. Murka
52 52. Pindah
53 53. Langkah Terakhir Kaivan
54 54. Firasat
55 55. Prasangka Airin
56 56. Badai yang Akan Datang
57 57. Meninggal
58 58. Tertembak
59 59. Banjir
60 60. Sadar
61 61. Semakin Dingin
62 62. Rahasia Sang Ibu Susu
63 63. Menghindari Rumah
64 64. Merubah Penampilan
65 65. Biasakan
66 66. Rasa Aneh
67 67. Hanya Formalitas
68 68. Jealous
69 69. Panggilan Penuh Rindu
70 70. Panik
71 71. Terasa Begitu Mirip
72 72. Baru Menyadari
73 73. Detail
74 74. Hanya Penonton
75 75. Protektif
76 76. Pertanyaan
77 77. Rencana
78 78. Malam Istimewa
79 79. Talas Terkena Panas
80 80. Mengusut
81 81. Balas Dendam Kaivan
82 82. Semua Menerima Akibat
83 83. Tak Punya Pilihan
84 84. Persiapan Pulang
85 85. Tanda Tanya
86 86. Orang Luar
87 87. Latar Belakang
88 88. Sudah Selesai?
89 89. Hanya Sekali
90 90. Masalah Baru di Pagi Hari
91 91. Benar-benar Serius
92 92. Gagal Fokus
93 93. Dimanjakan
94 94. Tidak Ada Apa-apanya
95 95. Penyelidikan
96 96. Ganti Strategi
97 97. Disha dan Nesha
98 98. Bersilang Pendapat
99 99. Kecemburuan di Meja Makan
100 100. Efek Domino
101 101. Kepribadian Ganda
102 102. Sudah Menemukan
103 103. Keluarga Pihak Ibu
104 104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105 105. Takdir di Balik Dosa
106 106. Pada Akhirnya
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Terseret Arus
2
2. Tak Mengungkapkan Jati Diri
3
3. Kericuhan Karena Kaivan
4
4. Hasil Pemeriksaan
5
5. Masih Waspada
6
6. Sang Juragan
7
7. Serba Salah
8
8. Keputusan Dadakan Airin
9
9. Wongso Tidak Sabar
10
10. Pernikahan Dadakan
11
11. Canggung
12
12. Dianggap Guling
13
13. Samar
14
14. Jam Tangan
15
15. Pergolakan Batin
16
16. DSSD
17
17. Siapa Dia Sebenarnya?
18
18. Tetap Perhatian
19
19. Penantian Wongso
20
20. Tantangan Terbuka
21
21. Babak Belur
22
22. Kagum dan Curiga
23
23. Rencana Airin
24
24. Takut Kehilangan
25
25. Pertanyaan Airin
26
26. Meminta Bantuan
27
27. Permintaan Maaf
28
28. Saling Memahami
29
29. Kabar Wongso
30
30. Membela
31
31. Ingin Lebih Lama
32
32. Kekacauan di Pagi Hari
33
33. Pengacau Hati
34
34. Pelukan
35
35. Takjub
36
36. Sederhana, Tapi Romantis
37
37. Menguping
38
38. Hati yang Terusik
39
39. Supar dan Tiga Istri Wongso
40
40. Pertanyaan yang Menganggu
41
41. Pemandangan yang Sulit Diabaikan
42
42. Diam-diam Dendam
43
43. Rumit
44
44. Aksi Tiga Ibu-ibu
45
45. Orang Dibalik Layar
46
46. Panggilan
47
47. Mencari Bantuan
48
48. Wongso dan Aparat
49
49. Wongso Goyah
50
50. Strategi Kaivan
51
51. Murka
52
52. Pindah
53
53. Langkah Terakhir Kaivan
54
54. Firasat
55
55. Prasangka Airin
56
56. Badai yang Akan Datang
57
57. Meninggal
58
58. Tertembak
59
59. Banjir
60
60. Sadar
61
61. Semakin Dingin
62
62. Rahasia Sang Ibu Susu
63
63. Menghindari Rumah
64
64. Merubah Penampilan
65
65. Biasakan
66
66. Rasa Aneh
67
67. Hanya Formalitas
68
68. Jealous
69
69. Panggilan Penuh Rindu
70
70. Panik
71
71. Terasa Begitu Mirip
72
72. Baru Menyadari
73
73. Detail
74
74. Hanya Penonton
75
75. Protektif
76
76. Pertanyaan
77
77. Rencana
78
78. Malam Istimewa
79
79. Talas Terkena Panas
80
80. Mengusut
81
81. Balas Dendam Kaivan
82
82. Semua Menerima Akibat
83
83. Tak Punya Pilihan
84
84. Persiapan Pulang
85
85. Tanda Tanya
86
86. Orang Luar
87
87. Latar Belakang
88
88. Sudah Selesai?
89
89. Hanya Sekali
90
90. Masalah Baru di Pagi Hari
91
91. Benar-benar Serius
92
92. Gagal Fokus
93
93. Dimanjakan
94
94. Tidak Ada Apa-apanya
95
95. Penyelidikan
96
96. Ganti Strategi
97
97. Disha dan Nesha
98
98. Bersilang Pendapat
99
99. Kecemburuan di Meja Makan
100
100. Efek Domino
101
101. Kepribadian Ganda
102
102. Sudah Menemukan
103
103. Keluarga Pihak Ibu
104
104. Pesta dan Kehangatan Keluarga
105
105. Takdir di Balik Dosa
106
106. Pada Akhirnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!