Tanpa keraguan

Hilangkan semua keraguanmu itu berjalanlah menapaki dunia ini, bukan!, dimana saja kamu berada harus melakukan itu. Jangan sekalipun meragukan hatimu namun kamu boleh setiap saat ragu akan pikiranmu yang timbul. Berjalanlah dengan hatimu bukan dengan pikiranmu melangkah kemanapun dimanapun kamu berada sekarang.

Setidaknya itulah yang selalu di bincangkan para master dari duniaku dulu.

"Tanpa Keraguan," begitu tersirat akan makna.

Di dalam suatu kata, entah apa yang mereka lalui, langkah seperti apa yang mereka dulunya ambil, akibat apa yang mereka timbulkan. Peradaban demi peradaban apa yang mereka saksikan.

Apa peradaban yang lembut, peradaban yang penuh darah, peradaban penuh kesenjangan, ataupun peradaban manis penuh kisah lembut dan romansa yang kuciptakan dulu. Tidak ada satupun dari mulut mereka pernah berbicara tentang itu benar-benar terbungkam.

Letih dalam diam, mulut mereka menutup kisah-kisah mereka sendiri tanpa pernah diketahui, di dengar, di ceritakan, hanya tersisa kekosongan dalam hidup mereka. Begitu menyedihkannya suatu kata tersirat ini yang mereka ucapkan. "Tanpa Keraguan," setiap peradaban yang para master itu lalui saat mengucapkan kata tersirat ini sungguh aku ingin menyaksikannya.

Dan mereka pergi tanpa melanjutkan apapun, kekosongan cuma itu.

Bualan demi bualan mereka lontarkan dengan menutupi keahlian mereka sendiri, bukankah master dari masternya ini sungguh ironi. Namun satu hal, yang mereka ucapkan itu sungguh kehendak terbaik yang dapat kamu temui sepanjang hidup mereka. Tanpa ada rasa penyesalan dalam pengucapannya kepadaku kala itu hanya perkumpulan orang dengan api unggun di tengahnya serta beberapa daging dan fermentasi anggur.

Lanjutkan, semua ini demi dirimu muridku. Katanya pada murid-murid yang dibinanya kala itu. Aku terbatin bukankah itu demi dirimu pak tua, membina seorang murid mengajarinya dengan kesungguhan hati demi melanjutkan perjalanan yang belum di tapaki pak tua itu.

Tanpa sadar akan sesuatu muridnya dengan nada bangga. Tentu saja master aku ini muridmu yang terbaik!. Bukankah kamu sudah melihat kemampuanku sungguhan dia berkata.

Di tengah api unggun yang mulai menipis karena angin itu aku tertawa dalam diam, sungguh konyol makhluk dalam perjalanan peristirahatanku ini. Sebenarnya semua itu untuk diri masternya sendiri tanpa satupun kehendak dari muridnya. Kamu melatihnya demi dirimu kamu korbankan dirimu demi mastermu, setiap waktu yang kamu lalui bukankah itu seharusnya milikmu. Pengabdian yang sungguh disayangkan. Namun menghormati pilihan hidup makhluk lain adalah esensi itu sendiri.

Melamun sejenak teringat akan hal itu karena kemarin aku habis di puji berjam-jam karena nilaiku sangat jelek, meskipun aku akhir-akhir ini sering membuat suara brisik dengan lembaran buku di malam hari, begitu mengantuk, terurai dengan waktu. Beberapa hal berjalan baik, hal lainnya aku perlu berusaha lagi. Yah untuk beberapa bulan kedepan menghindari pujian karna dapat nilai jelek itu perlu. Meskipun aku tidak tahu