Aku duduk tertunduk dengan posisi sesopan mungkin. Bunda Santu berada di sampingku. Bunda Kepala Panti duduk di ujung di mejanya sendiri. Dan di depanku, Pak Hartono, begitu Bunda Santi menceritakan. Dia tersenyum padaku. Tampaknya dia orang baik. Semoga saja.
"Rosa kelas berapa?" Tanya pria di hadapanku yang kutahu namanya Pak Hartono.
"Kelas..tiga Pak" Jawabku.
Pak Hartono tersenyum lagi.
"Mulai hari ini Rosa akan ikut Bapak ke rumah Bapak, Rosa mau kan?" Tanya Pak Hartono.
Aku mengangguk. Bunda Santu sudah memberitahuku sebelumnya akan dtaangnya keluarga yang akan mengadopsiku. Aku bersedia bukan dengan tulusnya hatiku. Aku punya satu tujuan. Mencari Rania.
Pak Hartono datang seorang diri. Terbersit dalam pikiranku, Kemana calon Ibuku, apakah dia tidak menyetujui adopsi atasku, atau memang pria ini duda?
"Ini adalah berkas-berkas Rosa, saya serahkan Rosa kepada Anda, ingatlah Pak, dia adalah titipan Tuhan untuk Anda jaga" Kata Bunda Kepala Panti.
"Baik Bu, saya akan menjaga dia dengan baik" Kata Pak Hartono.
Barang-barangku sudah ada di luar. Akupun sudah berpakaian rapi. Sebelum masuk ke mobil, Bunda Santi memelukku erat. Dia telah menganggapku seperti anaknya sendiri. Kami begitu dekat. Ia begitu sayang. Apakah ia akan menangisi kepergianku seperti aku menangisi kepergian Rania?
Mobil melaju dari panti menuju rumah baruku di Malang. Perjalanan kami memakan waktu satu jam saja jika perjalanan lancar. Kami melewati gunung dengan jalanan yang berkelak-kelok. Ada panorama indah ketika aku melewatinya. Banyak warung-warung di pinggir jurang dengan view langsung menghadap jurang. Kata Pak Hartono itu adalah wisata Payung. Dimana banyak remaja berkencan di sana.
Rumah baruku ada di Batu. Salah satu Kota bagian dari Malang. Suasana di sini sangat dingin. Karena berada di gunung. Tetapi meski di gunung, Kota ini tertata rapi. Banyak lokasi wisata dibangun di sini. Dan Rumahku di salah satu perumahan elit di Kota Batu.
Sampai di rumah.
Seorang perempuan menyambut kedatangan kami. Dia cantik. Menurutku dia istri Pak Hartono. Ia tersenyum padaku. Semoga ia sama baiknya dengan Pak Hartono.
"Akhirnya sampai juga. Capek gak? Mabuk gak di jalan" Dia bertanya padaku.
"Tidak Bu" Jawabku.
Kami masuk ke rumah. Rumah ini bagus. Sepertinya Pak Hartono adalah orang kaya. Aku belum tahu apa pekerjaannya. Aku belum sempat ngobrol banyak.
"Ini...kamarmu" Kata si perempuan menunjukkan sebuah ruangan dengan desain yang cantik. Kamarku ini jauh lebih bagus daripada di panti.
"Kamu suka?" Tanya dia lagi.
"Suka Bu, cantik" Jawabku.
Sejenak aku berpikir, apakah kamar Rania juga cantik seperti ini.
"Rosa, ini istri saya yang sekarang telah menjadi Ibu kamu. Jadi mulai sekarang kamu panggil saya Papa dan panggil istri saya Mama" Kata Pak Hartono.
"Iya Pa, Ma" Panggilku agar mereka senang.
Kini aku memiliki keluarga baru. Keluarga yang kuharap akan menyayangiku minimal sama dengan Bunda Santi. Dan dengan keluarga ini aku harap bisa dibantu mencari Rania. Apa kabarnya sekarang. Apakah ia sedang bahagia seperti yang dikatakan Bunda Kepala Panti, ataukah menderita seperti yang ada di mimpiku?
***
"Rose sayang, lagi apa?" Tanya Mama begitu masuk ke kamarku.
"Oh, Mama, cuma beres-beres Ma" Jawabku.
Mama duduk di tepi kasurku.
"Rajin amat, kamu istirahat dulu lah, nanti biar diberesin Mbak Yanti" Kata Mama.
Yang namanya Mbak Yanti itu pastilah seorang pembantu yang bekerja di sini.
"Tinggal sedikit kok Ma" Kataku.
Mama menungguku beberes. Lalu sesuai permintaannya, aku duduk di sampingnya. Dia merangkul bahuku. Apakah seperti ini rangkulan seorang Ibu itu?
" Rose, apa Papa sudah bilang ke kamu tentang Mama?" Tanya Mama.
Aku tidak mengerti apa yang ditanyakan olehnya. Aku hanya diam menanti petunjuk selanjutnya.
"Jadi gini Rose sayang. Mama sudah empat tahun nikah belum juga punya anak, karena itu, Mama minta Rose mendoakan Mama supaya Mama cepat hamil dan Rose punya adik. Ya" Jelas Mama
Tepat seperti dugaanku. Aku diadopsi sebagai pancingan agar Mama segera memperoleh keturunan. Tidak mungkin orang yang tulus mengadopsi mengambil anak uang sudah kelas 3 SD. Mereka pasti akan mengambil anak yang masih bayi. Rania mungkin juga demikian. Diadopsi untuk menjadi pancingan agar orang tua angkatnya segera memperoleh keturunan.
"Iya Ma" Jawabku.
"Terima kasih sayang" Kata Mama.
Mama memelukku. Pelukan ini seperti Bunda Santi. Aku merindukan kasih sayang seorang Ibu. Tapi saat ini aku lebih merindukan Bunda Santi. Karena dia sosok Ibu yang nyata. Ibu yang memelukku kini, aku belum bisa menyerahkan hatiku sepenuhnya padanya. Aku baru sehari di sini.
Dan begitulah, tiap hari tiap saat Mama memintaku mengelus perutnya. Antara senang dan sedih. Senang karena kini aku disayang oleh Mama. Sedih karena apa yang kuterima ini bukanlah tanpa pamrih. Statusku masih sangat diragukan di rumah ini. Tak apa asal mereka baik padaku, aku berusaha ikhlas.
Aku dimasukkan di sekolah swasta yang cukup terkenal di Batu. Tentu saja bayarannya lebih mahal dari sekolah yang kutempati saat di Panti. Dan tentu saja fasilitasnya lebih lengkap dari sekolahku dulu. Ada kolam renang pula sebagai sarana olahraga. Ada ruang praktikum bermacam-macam dan yang paling kusukai adalah perpustakaan yang nyaman luas dan ber-AC. Aku suka membaca, aku suka pengetahuan.
Aku duduk terpekur di dalam perpus saat jam istirahat. Yang kucari adalah peta pulau Jawa. Aku ingin mencari dimanakah letak kota Jakarta. Menurut Bunda Santi, Rania sekarang ada di Jakarta. Berapa lama perjalanan dari Batu ke Jakarta. Lalu naik apa seharusnya ke sana. Aku masih mencari-cari.
Brukk... Setumpukan buku jatuh tepat di kepalaku. Duh, sakit sekali. Siapa sih yang menjatuhkan buku-buku ini, ceroboh banget, batinku. Aku mendongak ke atas.
"Ups, sorry sorry, gak sengaja" Seoarang anak laki-laki meminta maaf padaku atas peristiwa yang baru saja kualami.
"Aduh.....sakit tauk" Kataku mengeluh.
"Iya..iya.." Kata anak itu.
"Kamu gak bisa apa bawa buku yang bener. Lagian bawa sebanyak ini mau dibaca semua???" Ledekku.
"Ssst...." Ibu penjaga perpus mengingatkanku agar tidak meninggikannya suara di dalam perpus.
bukan hal baru bahwa perpustakaan adalah tempat yang mewajibkan ketenangan.
"Sorry soalnya aku lagi ngerjain tugas" Kata anak itu.
Dia memungut buku-buku yang jatuh satu persatu, lalu menatanya di lengannya. Hampir selesai menata, buku-buku itu sebagian jatuh lagi, lalu diambil lagi dan ditata lagi dan jatuh lagi. Huft, sebagai makhluk sosial yang baik, akupun menolongnya. Aku membantunya membawakan buku-buku itu ke suatu meja.
"Emang tugas apa sih?" Tanyaku penasaran.
"Membuat essay, tentang budaya" Jawabnya.
"Apa tu essay?" Tanyaku penasaran.
Aku baru pertama mendengar kata itu. Oh iya aku baru ingat, essay bukannya pertanyaan yang dijawab dengan jawaban panjang. Apa ada tugas seperti itu. Membuat pertanyaan atau menjawab pertanyaannya?
"Budaya daerah mana?" Tanyaku sok tahu.
"Itu dia yang bikin bingung. Budaya mana ya yang unik?" Katanya.
Ada banyak buku berserakan di meja ini. Semua tentang budaya di Indonesia. Ada tentang Suku Dayak, ada tentang Legenda Pantai Senggigi, ada pula tentang keistimewaan Sri Aji Jayabaya. Dan masih banyak lagi.
"Ini bagus, kisah Sri Aji Jayabaya. Banyak pelajaran yang kita ambil dari kisah beliau. Kamu tahu gak, Sri Aji Jayabaya itu punya ramalan yang konon terjadi di masa sekarang" Kataku.
"Ramalan? Apa misalnya?" Dia penasaran.
"Pertama suatu hari nanti ada kapal bisa terbang. Terbukti sekarang ada pesawat"
"Wow, trus?" Dia tampak ingin tahu.
"Ada ramalan lagi yang sampek sekarang masih mencoba dibuktikan"
"Apa?"
"Suatu hari nanti akan ada sosok Ratu Adil yang akan memimpin negara ini dengan sangat adil"
Dia manggut-manggut.
"Oke..aku pilih itu aja" Katanya.
Kutinggalkan dia di meja itu. Aku keluar perpus tanpa pamit juga tanpa bertanya siapa namanya dan dia kelas berapa. Itulah yang kusesali.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Wanda Harahap
Semoga Rosa benar2 di sayang di keluarga barunya
2022-06-23
1
vlaha
laki apa perempua di dianya???
2020-08-26
2