My Name Is Rose
Aku mengayuh sepedaku kuat-kuat. Bukan karena jalan menanjak tapi karena memburu waktu. Ya, aku sedang buru-buru. Saudaraku Rania sedang menungguku di panti. Kami akan membuat kue ulang tahun untuk Bunda Santi, pengasuh kami. Tepung, cream, margarin, fernipan, sudah kubeli semua. Aku bergegas mengayuh sepeda biruku.
Memasuki pintu gerbang panti, kutunjukkan kartu tanda anggota panti. Dengan begitu, penjaga akan memperbolehkan masuk tanpa syarat. Kuparkir sepedaku begitu saja tanpa arah. Segera aku menuju kamarku, dimana aku yakin saudaraku Rania ada di sana. Saat aku meninggalkannya di kamar, dia sedang tidur. Jadi mungkin ia sedang membersihkan kamar. Karena kesepakatannya, yang bangun lebih siang harus merapikan kamar.
"Rania...Ran...Rania...!!" Aku coba memanggilnya. Kamar ini kosong. Kamar juga belum dibereskan. Huh dasar Rania. Mungkin ia sedang mandi. Kucoba mencari ke kamar mandi yang letaknya tak jauh dari kamarku.
"Rania... Ran....kamu di dalam" teriakku.
"Bukan, ini Dewi" sahut yang di dalam.
Kuteruskan mencari ke asrama di blok lain. Yang pertama kulihat adalah sandalnya. Aku ingat betul sandalnya. Tapi tak ada. Kucoba ke blok lain, juga tak ada. Kemana Rania.
"Bunda Santi...." Aku memanggil pengasuhku yang kebetulan lewat di depanku.
"Iya Rose"
"Bunda lihat Rania? Dia berjanji padaku akan membuat kue ul....."
Ups. Kuhentikan kalimatku. Kue itu adalah surprise untuknya mana mungkin kuberitahukan dulu.
"Rania? Dimana ya...?"
Rupanya Bunda Santi juga tidak tahu dimana Rania. Aku kembali ke kamarku. Aku marah. Rania membohongiku. Bagaimana ia bisa lupa janji kami hari ini. Lagipula ia pergi tak pamit duku padaku. Ups, tapi aku tadi pergi juga gak pamit dia. Huft. Kemana kamu Ran.
Sampai di kamar.
"Rania..." Aku melihatnya di kamar.
Dia sudah berpakaian rapi. Ada beberapa tas besar di sampingnya. Rania menatap ke arahku dengan mimik wajah sedikit panik.
"Kamu mau kemana, kenapa tas - tas ini ada di sini?" Tanyaku bingung melihat pemandangan di sekitarnya.
"Rose....aku...aku...mau pergi dengan. Keluarga baruku" Kata Rania terbata-bata.
"Apa?"
"Aku sudah ditunggu Ros, aku...pergi ya" Kata Rania.
"Tunggu....kamu sedang bercanda kan? Kita kan sudah sepakat untuk selalu sama-sama, kok kamu..."
Belum selesai aku berbicara, Bunda Putri datang.
"Rania, ayo cepat" Kata Bunda Putri.
"Aku pamit ya Ros...maaf kalau aku punya salah"
Rani perlahan pergi meninggalkanku. Sesaat aku hanya bisa melongo melihat ini. Sangat sulit kupercaya. Padahal kami sudah berjanji tidak akan menerima adopsi siapapun agar kami selalu bersama. Tapi hari ini, Rania mengkhianati ku.
Aku menyadari akan segera kehilangan Rania saat Bunda Putri membawa Rania keluar dari kamar. Aku hendak mengejarnya tapi kedua pengasuh yang datang bersama Bunda Putri mencegahku. Mereka menahan tubuhku hingga aku tak bisa bergerak.
"Rania..RANIAAAAA!!!!!!!!" Aku berteriak sekencang-kencangnya.
Rania mungkin bisa mendengar suaraku tapi Bunda Putri mencegahnya menoleh ke belakang. Aku membelot hendak melepaskan diri, tapi cepat-cepat dua pengasuh itu menahan tanganku erat-erat.
"Rania..." Suaraku lirih.
Aku sudah lemas, sudah tak mampu melawan. Aku terduduk lemas di depan pintu. Sekonyong-konyong Bunda Santi datang memelukku. Bersamaan dengan itu, dua pengasuh itu pergi meninggalkanku.
"Sabar....sabar..." Begitu ucapan Bunda Santi sambil mengelus punggungku.
Aku hanya mampu menangis di pelukan Bunda Santi. Sejak kecil aku dan Rania paling dekat dengan Bunda Santi. Aku tak menyangka akan berpisah dengan Rania secepat ini. Mereka bahkan tidak memberiku kesempatan untuk melakukan perpisahan kecil untuk membuat kenangan yang indah. Kalaupun mereka memberiku keselek, aku tak akan menyia-nyiakan itu. Aku akan membawa kabur saudaraku Rania.
Rania, bukankah kita sudah berjanji untuk menolak adopsi dari siapapun kecuali mereka mau membawa kita berdua. Kenapa kau mau saja dibawa orang kaya. Kamu sudah tidak menyayangiku? Sudah tak ingin bersamaku? Atau kau sudah jenuh di panti ini? Kenapa tidak ada ucapan terakhirmu sama sekali.
Rania, dengan siapa aku tidur, dengan siapa aku belajar membuat kue, dengan siapa aku mengepel lantai ini, dengan siapa aku mengerjakan tugas sekolah, dengan siapa???
Bunda Santi membaringkanku di kasur. Ia membawakanku secangkir teh panas untuk menenangkanku. Aku masih menangis terisak di atas bantal sampai mataku bengkak dan hidungku berair.
Semalaman aku hanya menangis di kasur. Kuambil boneka hiu pink yang biasa kami perebutkan ketika mau tidur. Para pengasuh bergantian membujukku tapi tak satupun yang menyejukkan hatiku. Mereka semua tahu bagaimana kedekatan kami yang sudah seperti anak kembar. Mereka pun sudah memprediksi jika aku akan ngambek karena Rania diadopsi.
Aku masih kelas 3 SD tapi aku tahu arti persahabatan, persaudaraan dan kekeluargaan. Rania terkadang seperti adikku, terkadang pula seperti kakakku. Rania anak yang pendiam, dia sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Bagaimana ia akan membaur dengan keluarga barunya. Aku mengkhawatirkannya. Tapi juga menginginkannya kembali.
"Rose..."Bunda Santi menemuiku.
Aku menoleh dalam baringku. Hanya Bunda Santi yang selama ini mampu meluluhkanku, juga Rania. Tidak tahu kenapa, mungkin ucapannya mengandung tuah. Anak bandel sepertiku bisa luluh dengan sekali senyum dari Bunda Santi.
"Rose, hari ini Bunda ulang tahun, Bunda ingin merayakannya denganmu malam ini" Kata Bunda Santi.
Aki hampir lupa hari ini ulang tahunnya. Kue yang akan kubuat dengan Rania pun gagal. Aku duduk di tepi ranjang bersama Bunda Santi. Ia membawa kue ulang tahun kecil lengkap dengan lilinnya yang juga kecil.
"Maaf ya Bunda, tadinya aku ingin membuat kue ulang tahun bersama Rania, tapi gak jadi" Kataku pelan.
"Kuenya sudah kubuat ini, bahan yang tadi kamu beli, kujadikan kue ini" Kata Bunda.
Aku tersenyum.
"Happy birthday to you.... happy birthday to you..." Kami menyanyikan lagu ulang tahun bersama disertai tepuk tangan pelan.
Sesaat aku lupa dengan Rania, namun hanya sebentar. Aku teringat kembali dengan Rania. Masih tadi pagi ia dijemput keluarga barunya, tapi aku sudah rindu seberat ini dengannya.
"Kamu tidak kasih kado untuk Bunda?" Tanya Bunda.
Boro-boro kado, kuenya saja gak jadi dibuat, kataku dalam hati.
"Maaf Bunda, aku tidak sempat, Bunda mau kado apa?" Tanyaku seolah aku punya segalanya.
"Bunda mau kado istimewa, tetapi bukan sebuah benda" Jawab Bunda.
"Kado istimewa tapi bukan benda. Mana ada kado semacam itu Bunda?"
Aku berpikir mungkin kado itu adalah seorang suami, karena Bunda belum menikah. Ah, aku malu mengatakannya.
"Bunda mau kamu melihat jauuuuh ke depan. Lihatlah di depan sana Rose, masa depanmu masih panjang. Jika besok ada orang tua yabg mau adopsi kamu, tolong jangan menolak ya" Pinta Bunda.
Permintaan macam apa itu. Bukankah ia tahu aku tidak akan mau diadopsi siapapun kecuali bersama Rania. Itukah kado yang Bunda minta?
"Anakku, jangan menggantungkan masa depanmu pada orang lain, sekalipun itu adalah saudaramu. Rania punya masa depan, kau pun demikian. Jadi jangan menutup dirimu, mungkin dengan diadopsi orang tua asuh, hidupmu akan sukses" Jelas Bunda.
Aku diam mendengarkan dan mencoba memasukkan kalimat-kalimat itu ke dalam pikiranku.
"Lupakanlah Rania, mulailah hidupmu yang baru" Bujuk Bunda.
Kali ini aku tidak sepakat dengan Bunda. Ia memintaku untuk melupakan Rania? Bagaimana mungkin. Rania adalah satu diantara dua kakiku, tanpanya, jalanku akan pincang. Rania adalah satu dari mataku, tanpanya aku akan buta sebelah. Rania adalah separuh jiwaku, tanpanya, hidupku tak bergairah. Rania, sahabatku juga saudaraku.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Wanda Harahap
😘😘😘😘
2021-07-28
2
Rozh
Hai,,, malam Thor 👋
suka tulisanmu Thor💖💖
semangat terus ya, dan jaga kesehatan nya💪
Mampir di novel baru ku ya, "Suami Dadakan" makasih🙏
Salam dari Kisah danau hijau buatan kakek💖👍
2020-08-23
5
Nur Khasanah
Baper
2020-08-23
2