pakaian berenda

"Gak papa kok pah, Bara sih oke-oke aja." Mataku membola saat suara mas Bara menjawab pertanyaan papa. Aku segera membalikkan badan melihat kearah belakangku.

Ya tuhan, ternyata ada mas bara dan asistennya berdiri di belakangku. Aku yakin, ia tak hanya mendengar pembicaraanku saja, dia juga pasti melihat sikap manjaku pada papa tadi.

"Gimana sayang? Besok kamu sudah bisa mulai magang di kantor suamimu." Aku hanya menggaruk kepala yang tak gatal mendengar ucapan papa.

"Kok mas Bara ada disini sih?" Aku menatapnya yang berjalan bersebelahan denganku. Tanpa menyuruhku masuk ke ruangannya papa malah langsung menyuruhku pulang bersama mas Bara.

"Iya tadi aku habis meeting sama papa. Kebetulan perusahan kita menjalin kerjasama untuk proyek baru."

Mas Bara membukakan pintu mobil belakangnya untukku.

Aku kini duduk bersebelahan dengan mas bara, dngan asisten lie yang mengemudi didepan sana.

"Kupikir setelah menikah kamu tidak akan semanja itu sama papa. Ternyata masih sama." Di perjalanan mas bara mulai membuka suaranya.

"Apa maksud mas Bara? Memangnya tidak boleh manja sama papa sendiri?" Aku mendelik menatap tak suka padanya.

"Ya boleh saja kalau merasa masih anak kecil." Aku merasa tersinggung dengan ucapannya.

"Jadi maksud mas Bara aku masih anak kecil?"

"Ya yang bersikap manja begitu kan cuma anak kecil."

"Asisten lie?"

"Iya nona?"

"Berhenti disini."

Ciit

Asisten lie menghentikan mobilnya. Kedua orang itu langsung melihatku.

Aku keluar tanpa kata.

"Enak aja dibilang anak kecil. Udah gede gini masa dibilang anak kecil. Kecil-kecil gini udah bisa bikin anak kecil." Aku berjalan dengan menggerutu kesal. Aku bahkan menendang kaleng bekas karena kekesalanku pada mas Bara.

"Ooo yah?" Suara mas Bara menghentikan langkahku. Aku melirik kebelakang, ternyata dia mengikutiku dari tadi.

"Mas Bara ngapain ngikutin aku?"

"Mau membuktikan kalau anak kecil juga bisa bikin anak kecil." Ia tersenyum smirk lalu berjalan mendekatiku dan memanggul tubuhku bak karung beras.

"Mas Bara lepas mas. Iiih." Aku memukul punggungnya yang kekar. Sepertinya pukulanku tak berarti apa-apa untuknya. Ia kembali mendudukkanku diatas jok mobil.

"Lain kali jangan turun ditengah jalan seperti itu." Ia menatapku sekilas lalu mengalihkan tatapannya ke depan.

"Jalan lie."

Aku mendengus kesal melihatnya. Kulihat ia kembali sibuk dengan ponselnya. Aku memilih melihat jalan yang mulai basah oleh air hujan. Yeah saat aku turun tadi gerimis memang sudah mulai turun, namun aku abaikan.

Asisten lie mengirimku ke rumah. Dan mas Bara pun ikut turun.

"Tumben masih siang pulang."

"Bukankah kita akan membuktikan jika anak kecil ini sudah bisa membuat anak kecil?" Ia tersenyum dengan menaik turunkan alisnya. Aku melotot melihatnya.

"Iiih." Dengan takut aku langsung berjalan cepat menaiki tangga untuk pergi menuju kamarku. Aneh rasanya melihat dia seperti itu.

"Aku di rumah. Besok saja kita ketemu di kantor." Kudengar sayup-sayup mas Bara sedang menelpon dengan seseorang. Kamar kami yang bersebelahan membuatku bisa mendengar percakapannya saat aku berjalan melewati kamarnya.

"Iya sayang, besok kita makan siang bareng." Heah dia sedang menelpon pacarnya. Aku segera berjalan turun menuju meja makan.

"Iya. Iya. Ya udah aku makan siang dulu yah. Bye." Kulihat ternyata ia juga sedang berjalan menuju kearahku.

"Hmmm i love you too." Aku memutar bola mata malas. Ternyata ABG tua seperti mereka juga bisa seperti itu. Eh tapi kalau aku lihat-lihat. Usia mas Bara sepertinya tidak jauh berbeda dengan usia Bang Erik dan kak Satria. Tiga, empat tahun diatasku.

Oh iya. Kenalkan, bang erik adalah kakakku satu satunya, kebetulan dia masih di belanda mengurusi bisnis papa yang ada disana. Sedangkan kak satria, dia adalah calon suamiku. Harapanku begitu. Dia masih menjalani S3nya di L.A dan ia akan melamarku saat ia sudah lulus nanti. Makannya aku mau menerima perjodohan dengan mas Bara karena kesepakatan berpisah setelah satu tahun, dan setelah kita berpisah aku bisa melanjutkan hubunganku dengan kak Satria.

Aku menyantap makan siang yang sudah disiapkan oleh bik sumi. Disusul oleh mas Bara yang kini duduk di hadapanku.

Kaus putih press body dan celana pendek diatas lutut membuat dia terlihat lumayan tampan.

Stop.stop. aku tak boleh melihatnya terlalu lama, apalagi sampai mengaguminya seperti itu. Bukankah cinta bisa hadir dari mata turun ke hati? Selama ini aku selalu berusaha menutup mata tak ingin melihatnya, apalagi memandanginya.

"Kenapa? Terpesona?" Ia menatapku.

"Enggak. Biasa aja." Aku segera mengalihkan pandanganku.

"Kita lihat. Apakah benar pesonaku yang tampan ini, takkan mampu membuatmu jatuh cinta pada kekasih orang ini." Ia berbicara seolah menantang perkataanku saat aku bicara dengan mbak anastasya malam itu.

"Mas Bara tidak berniat membuatku jatuh cinta sama mas Bara kan? Karena tidak seperti itu perjanjian kita sebelumnya." Aku berusaha mengabaikannya.

"Kita tidak tahu kan dengan takdir masa depan. Bisa saja semuanya berubah." Ucapannya membuatku menatapnya tajam, mendengar perkataanya itu seolah ia sudah memiliki niatan yang berbeda saat ini.

"Tunggu tunggu. Apa jangan-jangan mas Bara sendiri yang sudah jatuh cinta padaku? Iya?"

Uhuk uhuk. Kulihat ia yang sedang minum langsung tersedak.

"Aku?" Ia menunjuk wajahnya sendiri. "Jatuh cinta sama anak kecil sepertimu?" Ia beralih menunjukku.

"No no no. Itu takkan mungkin. Kamu bukan tipeku." Wajahnya berubah datar.

"Ya ya. Pegang kata-katamu. Ingat kesepakatan kita."

"Kesepakatan apa ini?" Kulihat mama datang bersama mama Arum, mama mertuaku.

"Eh mama kesini?" Aku dan mas Bara bangkit untuk menyalami mereka.

"Kesepakatan apa hm? Kok sama suami main kesepakatan-kesepakatan? Kayak bisnis aja."

Mama dan mama Arum pun duduk di kursi sebelah kursiku dan mas Bara.

"Itu mah. Mm besok aku mau magang di kantor mas Bara. Dan kami sepakat untuk profesional dalam bekerja gitu." Aku mencoba memberi alasan pada mereka.

"Ooh gitu. Mama kira ada kesepakatan apa."

Aku menyiapkan piring untuk mama dan mama Arum agar ikut makan bersamaku dan mas Bara. Dan akhirnya kamipun makan siang bersama.

"Mama dan mama Arum tumben main ke sini?"

"Iya, tadi mama dan mama Arum habis dari mall. Kebetulan kami tadi lihat baju bagus buat kamu. Nih." Mama memberikan beberapa paper bag untukku.

"Apa ini ma?" Aku mencoba mengintip isinya.

"Udah nanti aja dilihatnya sekalian di pakai. Sekarang makan aja dulu."

"Mama kira kamu masih kerja Bar." Mama Arum tersenyum melihat anaknya yang sedang lahap memakan makanannya.

"Iya, hari ini kerjaan Bara gak begitu padat ma. Jadi Bara pulang aja, sekalian nemenin istri kan."

"Ah iya iya. Kalian kan pengantin baru. Yaudah yuk jeng kita pulang. Siapa tahu mereka mau bikinin kita cucu."

Uhuk uhuk

Kini aku yang tersedak. Mas Bara langsung memberikan minum untukku.

"Mama makan dulu lah. Kenapa buru-buru sih." Aku mencoba menenangkan tubuhku.

"Udah kenyang. Iya kan jeng. Ayo." Mama dan mama Arum pun akhirnya pergi. Aku kembali melanjutkan makan siangku setelah mengantar para mamaku sampai depan.

"Mereka niat banget kayaknya pengen cepet punya cucu." Mas Bara kembali melihatku yang duduk didepannya.

"Biarin aja. Atau mas Bara aja yang bikinin buat mereka."

"Mana bisa bikin sendirian."

"Ya sama pacar mas lah bikinnya."

"Yang pengen cucu kan mamaku dan mamamu. Ya yang bikin harus aku dan kamu. Katanya kecil-kecil juga udah bisa bikin anak kecil." Ia tersenyum smirk menatapku, seolah ia memang sengaja menggodaku.

"Iish apaan sih." Karena kesal aku melempar satu paper bag kecil di hadapanku pada mas Bara. Kulihat sesuatu yang berenda merah keluar dari sana mengenai wajah mas Bara.

"Waaaw." Mas bara mengambil sesuatu yang keluar dari paper bag itu dan memperlihatkannya dihadapanku.

"Sepertinya ini sangat cocok untukmu." Pipiku terasa panas melihat apa yang sedang mas Bara perlihatkan padaku. Celana dalam warna merah dengan renda disisi-sisinya membuatku malu membayangkan jika nanti aku memakainya. Segera kuambil benda itu dari tangan mas Bara. Tak lupa kuambil juga semua paper bag yang ada disana dan membawanya ke kamar.

Ah aku tak percaya, ternyata semua isi didalam paper bag paper bag itu adalah dalaman yang seksi dan juga lingerie transparan untukku.

"Apa kamu sudah siap?" Kulihat kepala mas bara menyembul dari balik pintu. Sontak aku segera membereskan pakaian-pakaian seksi itu dan menyimpannya.

"Mas bara ih." Kulemparkan bantal pada kepalanya. Membuat ia segera pergi. Ah kenapa malu sekali rasanya. Apalagi tingkah mas Bara yang mendadak omes membuatku semakin kegerahan karenanya.

Kusimpan pakaian-pakaian haram itu jauh ke dalam lemari. Aku tak ingin mas Bara sampai melihatnya, ia pasti akan kembali menggodaku nanti.

Terpopuler

Comments

Denni Siahaan

Denni Siahaan

jangan mau may sama pacar orang i

2025-03-07

0

Shinn Asuka

Shinn Asuka

Ngga bisa berhenti!

2024-11-26

1

lihat semua
Episodes
1 pernikahan
2 Bertemu kekasihnya
3 pakaian berenda
4 magang
5 puncak
6 air terjun
7 Bella lagi
8 Berkunjung ke rumah mertua
9 jebakan bella 21+
10 mencoba
11 kakek Wijaya
12 di rumah kakek 21+
13 apakah itu sebuah pernyataan cinta?
14 honeymoon?
15 pesan bang Erik
16 kembalinya anastasya
17 Satria
18 Jujur
19 sebatas wanita cadangan
20 ikut balapan
21 sup iga
22 apa dia sakit?
23 apakah aku hamil?
24 diantara dua cucu kakek
25 menyakitiku
26 Bali, i'm back
27 pertemuan dan perpisahan
28 akhirnya bertemu
29 penjelasan
30 kesepakatan dengan kakek
31 panas21+
32 gara-gara bule 21+
33 Janji
34 berusaha
35 sebesar strawbery
36 penculikan
37 diujung tanduk
38 siasat
39 talak
40 pulang kerumah orang tua
41 sandiwara
42 melepas rindu
43 melamar mbak ana
44 masih kesal
45 jebakan lagi?
46 efek obat perangsang
47 amarahnya
48 permintaan kakek
49 tertangkap basah
50 dibodohi
51 pecel lele
52 pekerjaan baru
53 Kebahagiaan dan kesedihan
54 Dia memang sudah pergi
55 dilamar
56 Dewa demam
57 Aku kalah
58 bersedia menikah lagi
59 halusinasi di pernikahan kedua
60 Papa kedua untuk Dewa
61 Bukan halusinasi
62 Siapa dia?
63 Aku Albiru, bukan Bara
64 Apa boleh sesama itu?
65 Mas Bara dan Mas Biru
66 bukan kembaran
67 aku menyukaimu
68 mengaku sebagai suamiku
69 Aku mencintaimu
70 Gila karenamu
71 kesalahan kedua
72 Dilema
73 ketiduran
74 Dia cemburu
75 melayani suami
76 kenyataan
77 anak suamiku
78 Iblis berkedok malaikat
79 ancaman
80 Hanya mimpi buruk. (Tamat)
Episodes

Updated 80 Episodes

1
pernikahan
2
Bertemu kekasihnya
3
pakaian berenda
4
magang
5
puncak
6
air terjun
7
Bella lagi
8
Berkunjung ke rumah mertua
9
jebakan bella 21+
10
mencoba
11
kakek Wijaya
12
di rumah kakek 21+
13
apakah itu sebuah pernyataan cinta?
14
honeymoon?
15
pesan bang Erik
16
kembalinya anastasya
17
Satria
18
Jujur
19
sebatas wanita cadangan
20
ikut balapan
21
sup iga
22
apa dia sakit?
23
apakah aku hamil?
24
diantara dua cucu kakek
25
menyakitiku
26
Bali, i'm back
27
pertemuan dan perpisahan
28
akhirnya bertemu
29
penjelasan
30
kesepakatan dengan kakek
31
panas21+
32
gara-gara bule 21+
33
Janji
34
berusaha
35
sebesar strawbery
36
penculikan
37
diujung tanduk
38
siasat
39
talak
40
pulang kerumah orang tua
41
sandiwara
42
melepas rindu
43
melamar mbak ana
44
masih kesal
45
jebakan lagi?
46
efek obat perangsang
47
amarahnya
48
permintaan kakek
49
tertangkap basah
50
dibodohi
51
pecel lele
52
pekerjaan baru
53
Kebahagiaan dan kesedihan
54
Dia memang sudah pergi
55
dilamar
56
Dewa demam
57
Aku kalah
58
bersedia menikah lagi
59
halusinasi di pernikahan kedua
60
Papa kedua untuk Dewa
61
Bukan halusinasi
62
Siapa dia?
63
Aku Albiru, bukan Bara
64
Apa boleh sesama itu?
65
Mas Bara dan Mas Biru
66
bukan kembaran
67
aku menyukaimu
68
mengaku sebagai suamiku
69
Aku mencintaimu
70
Gila karenamu
71
kesalahan kedua
72
Dilema
73
ketiduran
74
Dia cemburu
75
melayani suami
76
kenyataan
77
anak suamiku
78
Iblis berkedok malaikat
79
ancaman
80
Hanya mimpi buruk. (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!