Amala bergetar, ia luruh di atas dinginnya lantai.
Mak Syam tidak kalah emosi, tubuh lelahnya dipaksa melangkah masuk kedalam kamar. Netranya membara melihat pakaian dua insan yang acak-acakan dan basah kuyup.
PLAK.
PLAK.
Wajah Yasir dan Nirma langsung terdapat cap jari. Begitu keras tamparan Mak Syam, sampai tangannya terasa pedas.
“Binatang saja lebih beradab daripada kalian! Dasar manusia tak punya malu. Masuk ke dalam rumah orang layaknya pencuri. Makan hidangan tanpa permisi, kalian kira rumah kami ini penginapan? Cepat keluar!” bentaknya begitu emosi.
Kemudian semua orang duduk di sofa ruang tamu.
“Mamak, Mbak, tolong maafkan Nirma! Kami khilaf, tak sengaja terbawa suasana dikarenakan rumah yang sepi,” sanggah Nirma mencari pembenaran.
“Mak Syam, saya juga ingin meminta maaf.” Yasir menunduk dalam, dia merasa kehilangan muka.
Yasir takut kalau perbuatan tak senonoh nya sampai bocor, meskipun mereka bukan berzina tetap saja tidak sopan.
“Menjijikan!” hina Dhien, yang dibalas dengusan jijik oleh Wahyuni.
“Nggak usah banyak basa-basi, apa niat kalian datang ke sini?” tanya Amala dengan raut tak kalah jijik, dia sendiri masih belum berganti pakaian.
Nirma melirik suaminya, begitu mendapatkan anggukan. Dia memberanikan diri menatap wajah Mak Syam.
“Nirma ingin meminta bagian warisan. Dulu Bapak pernah bilang kalau hartanya akan dibagi dua,” ia masih ingat betul perkataan ayahnya.
“Nirma, Nirma. Ibu mu ini belum mati, bisa-bisanya kau mengungkit tentang warisan!” Mak Syam berdecak sambil geleng kepala. Tidak menyangka salah satu anaknya memiliki sifat serta tabiat buruk.
“Karena Mamak masih sehat, makanya Nirma meminta. Biar kelak kalau mamak sudah tiada, kami tidak rebutan harta!” balasnya tanpa perasaan.
“Kau mendoakan ibumu sendiri agar cepat mati, Nirma! Nggak waras memang ku tengok kau ini!” Wahyuni ikut berbicara, lidahnya sudah gatal sedari tadi.
“Wahyuni!” tegur Agam.
“Tak ada warisan untuk kau! Bagian mu akan kuberikan kepada Amala, anggap saja sebagai ganti biaya kuliah!”
“Mana bisa seperti itu, Mak! Biaya pendidikan itu memang sudah kewajiban Mbak Mala sebagai anak sulung!”
Amala angkat bicara. “Berikan saja Mak! Biar dia tak lagi merusuh.”
"Tidak, Mala. Apa yang kita punya sekarang ini memanglah hak mu!” Mak Syam kekeuh tidak mau memberi.
“Mamak pilih kasih!” pekik Nirma, sorot matanya penuh amarah.
“Mak tolong bagi rata. Mala ikhlas!” pintanya, tidak mau bertengkar dikarenakan harta.
Mak Syam pun menghela napas panjang. Dia membenarkan posisi duduknya menjadi tegak. “Baiklah. Kuberikan satu hektar kebun karet untuk mu, Nirma!”
“Kenapa cuma kebun karet, Mak? Itu nggak adil. Nirma mau kebun karet beserta ladang!” tuntutnya tidak tahu diri.
“Jangan jadi manusia serakah kau, Nirma! Itu sudah pembagian yang rata. Ladang dan rumah ini luasnya 1 hektar, sama dengan kebun karet!" geram Mak Syam mencoba menahan emosinya.
“Tapi, tanah rumah ini juga banyak pohon pinang dan kelapa yang sudah menghasilkan uang!” Nirma masih tidak terima.
“Keputusanku sudah bulat. Kalau kau tak mau ... Silahkan pergi!” tegas Mak Syam, sudah muak melihat kelakuan anak bungsunya.
Yasir menggenggam tangan Nirma, dia mengangguk.
Nirma mencebik, sebetulnya masih belum puas. “Baik, Nirma terima!”
“Bagaimana baiknya, Nak Agam?" Mak Syam bertanya kepada Agam.
“Besok kedua belah pihak hadirlah di kantor kelurahan, dan Mak Syam bawa sertifikatnya! Kebetulan sedang ada pemutihan,” kata Agam.
Tidak berselang lama, Yasir dan Nirma pulang, dengan mengendarai motor.
Amala melangkah ke dapur, menarik kotak perkakas, mengambil palu dan juga linggis.
“Mau apa kau, Mala?” tanya Dhien.
“Membongkar dipan. Aku mau membakar ranjang itu, bisa gila diri ini kalau teringat hal menjijikan tadi!” Buku jari Amala memutih meremat linggis.
“Nur, taruh alat-alat itu di lantai! Biar saya yang membongkarnya!” sela Agam.
Amala ragu-ragu menuruti perintah bang Agam.
Wahyuni merangkul pundak Amala. “Ayo ku temani kau membersihkan diri supaya pikiranmu kembali segar.”
Hampir setengah jam kemudian, Amala pun selesai mandi, ia juga keramas berharap otaknya ikutan bersih.
Dhien, Mak Syam, terlihat sibuk mengusung papan dan juga kayu rangkaian ranjang. Tilam tipis pun sudah ada di tempat pembakaran sampah. Amala benar-benar ingin menghapus jejak dua manusia laknat itu.
“Nur … bagaimana dengan puluhan amplop ini. Mau dibakar juga tak …?”
Amala menatap ke arah tangan bang Agam yang sedang menggenggam banyaknya amplop. Tanpa ragu dia mengangguk. “Iya, bakar semuanya!”
BUM.
Kumpulan amplop itu langsung dilahap si jago merah, rasa puas membias di wajah tampan Agam Siddiq. Tahu betul kalau benda yang dia pegang tadi surat-surat dari mantan Amala.
‘Ternyata kau benar-benar sudah melepaskannya Nur.’
Nyala api semakin meninggi melahap abis jejak menjijikan itu. Mimik wajah Amala terlihat puas. Baru kali ini dia buang-buang uang, tetapi tidak menyesal sama sekali.
“Ibuk, Makwa La, Yahwa!” Siron berseru, gadis kecil itu tengah digendong asisten rumah tangga Wahyuni, dibelakangnya ada seorang lagi yang membawa barang.
“Aneuk long (anak ku).” Wahyuni membopong sang putri, menciumi pipi tembem Siron yang baru saja bangun tidur.
“Ibuk, geli!” Siron tergelak sambil meronta-ronta menghindari ciuman bertubi-tubi di pipinya. “Yahwa, tolong!”
Agam lantas mengambil dan menggendong, lalu melambungkan sang keponakan, tawa Siron pun kembali membahana.
Kening Mak Syam berkerut, menatap bingung saat dua orang pembantu Wahyuni cekatan menggelar tikar dan juga membuka susunan rantang.
Melihat itu Wahyuni langsung angkat bicara, “Kita baru saja kerja keras, perut pun pasti ikut lapar. Ayo makan bersama-sama! Anggap saja tamasya di bawah pohon rambutan!”
Saat menunggui Amala mandi, salah satu pembantunya datang menghampiri. Wahyuni menyuruh sang pelayan membawa menu yang tadi pagi dihantarkan oleh Mak Syam.
“Tunggu sebentar ya! Aku mau ambil gulai ikan gabus dulu.” Dhien bergegas berjalan ke arah rumahnya.
Amala menatap lembut wajah Wahyuni, bibirnya bergerak mengucapkan kata terima kasih tanpa suara. Para sahabatnya sangatlah pengertian, pasti tadi Wahyuni melihat tidak ada apa-apa di atas meja makan. Menu yang disimpan dalam lemari pun habis dilahap Nirma dan Yasir.
“Ayo duduk Mak! Mala juga lapar.” Dia menarik lengan sang ibu, lalu duduk di atas tikar bersebelahan dengan Wahyuni. Bang Agam masih menggendong Siron yang asik melihat nyala api.
Dhien datang membawa baskom bertutup daun pisang, sebelah tangannya menuntun sang ibu yang sedang tidak enak badan.
Makan siang menjelang sore itu begitu akrab, mereka sangat lahap. Terlebih Agam yang kembali merasakan masakan olahan tangan Nur Amala. Wanita yang dicintainya sedari lama masih ingat saja kalau dirinya paling suka gulai daun ubi dicampur Udang kabul dan cabe rawit utuh.
.
.
Keesokan hari, di halaman kantor kelurahan.
“Hei Mak Syam. Kau itu jadi ibu sangat tak adil sekali! Harusnya pembagian Nirma lebih banyak daripada anak sulung mu!” bi Atun menghalangi Mak Syam yang hendak pulang.
Mak Syam menyamping, dia berdiri berhadapan dengan sosok sebayanya. Sebelum berbicara terlebih dahulu memperhatikan sekelilingnya, ada banyak pasang mata yang tengah menatap penuh minat ke arah mereka. Kebetulan hari ini sedang diadakan imunisasi, para ibu-ibu sedang antri.
Mak Syam pun tersenyum samar. “Siapa kau? Berani sekali mengatur hidup ku. Punya hak apa dirimu atas apa yang ku miliki? Atau jangan-jangan kau memang berniat menguasai hartaku yang tak seberapa ini. Benar begitu mantan besan …?”
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Nengnong2 ²²¹º
naudzubillah banget itu 2 manusia lucknut.. ga punya adab n etika walaupun kenyataan nya mereka berpendidikan tinggi
2025-02-15
3
Keterina
Cerita di Novel ini benar2 bagus banget. Beda dari novel2 yg lain. Aku sdh jarang baca novel karena ceritanya kebanyakan monoton cuma tentang mafia2 yg alurnya hampir sama semua jdi bikin malas baca, tapi aku ketemu judul novel ini jdi bikin semangat baca lagi.
Semangat menulis ya kak😊
2025-02-24
1
Land19
masih untung kau di kuliahkan ,
tapi dg tak tau malu nya pas nikah keluarga mu ga di akui, Dateng kerumah maen makan aja, eh mencak² minta warisan
orang kaya gini enaknya di penggal di masukin karung lempar di sungai
2025-02-10
2