Chapter 02

Amala keluar dari dalam kamar, sambil menyandang tas tangan, benda yang tadi dia cari pun sudah ada di dalam tas nya, cincin pertunangannya dengan Yasir Huda.

Amala mengenakan baju kurung, celana panjang serta hijab lebar menutupi bagian dada. Wajahnya terlihat segar, sebab ia membubuhkan bedak tipis agar tidak terlihat seperti orang habis menangis. Tak lupa mengoleskan madu murni di bibir sensualnya.

Amala memiliki kecantikan alami, turunan dari mendiang bapaknya. Postur tubuh ramping, wajah manis dengan lesung di kedua sudut bibirnya. Alis tebal dan bulu mata lentik, pipi sedikit tembam.

Namun, kecantikan Amala tersembunyi dibalik busana longgar dan hijab lebar. Sehingga di mata khalayak ramai, dirinya hanya dipandang biasa saja. Malah dimata kaum Adam cenderung tidak menarik dikarenakan cara berpakaiannya serba tertutup. Tidak mau bersolek seperti wanita lain yang selalu berusaha tampil semenarik mungkin demi mengundang perhatian para Kumbang jantan.

“Sudah selesai berdandan nya? Apa yang kau poles, Mala? Wajahmu masih begitu-begitu saja,” tanya salah satu sahabat Amala.

“Terus, kau berharap yang bagaimana? Mirip biduan kampung kah? Yang pipinya seperti habis kenak tonjok saking tebalnya mereka memakai perona pipi.”

“Ya nggak segitunya juga. Oh ya … Mak Syam tadi berpesan, kau disuruh mengambil uang hasil jual buah pinang di tempat Bang Agam,” Dhien berucap sambil menahan senyum geli.

Badan Amala seketika lemas, wajahnya pun ikut memelas. Satu nama yang disebutkan oleh Dhien, berhasil membuatnya menjadi seperti ‘hidup segan, mati pun tak mau.’

Mak Syam sudah pergi ke ladang, memeriksa tanaman cabai dan jahe yang tidak lama lagi siap panen.

“Tengoklah wajahmu itu Mala? Udah seperti Ayam makan karet,” Dhien tertawa puas.

“Dhien, boleh aku minta tolong?”

“Tidak.”

“Awas kau, ya!” Amala memicingkan mata, menatap sinis sahabatnya yang masih tertawa kecil. Dia pun mulai melangkah ke warung sembako yang berseberangan dengan rumahnya.

‘Ya Allah, semoga bukan Bang Agam yang menjaga warung,’ di setiap ayunan kakinya, dia berdoa, berharap tidak bertemu dengan sosok yang selalu berhasil membuat dirinya merasa terintimidasi hanya ditatap sepersekian detik.

Sampailah Amala, di warung milik salah satu orang paling kaya wilayah mereka. Bibirnya menyunggingkan senyum samar kala mendapati yang jaga warung bukan bang Agam, tetapi salah satu pekerjanya.

“Makcik," sapanya lembut, “Saya mau ambil uang hasil jual pinang kemarin,”

“Tunggu sebentar ya, Mala. Saya panggilkan dulu Nak Agam,” ujar wanita paruh baya yang langsung bergegas ke belakang warung.

Belum sempat Amala protes, sosok tadi sudah menghilang dibalik pintu penghubung warung dan ruang istirahat.

‘Tamatlah sudah! tetap saja harus berhadapan dengan dia. Ya Allah, tolong jaga lisan dan anggota tubuh ini agar tidak melakukan hal bodoh seperti yang sudah-sudah.’

Amala asik melamun, dia duduk di kursi kayu panjang, dalam hati terus menggerutu. Sampai tak mendengar ayunan langkah kaki.

“Ada perlu apa, Nur?”

Amala kenal betul suara bariton ini. Hanya dia seorang yang memanggil nama depannya, tidak seperti lainnya yang menyebut ‘Amala’.

“Hah …?”

Seperti gerakan slow motion, wajah yang tadi menunduk mulai mendongak, netranya langsung menatap bahu lebar berbalut kaos polos, naik lagi pada jakun menonjol dan garis leher jenjang. Bukannya sadar, Amala malah mengangkat lebih tinggi dagunya sampai pandangannya terpaku pada rimbunnya bulu-bulu halus di rahang tegas, hidung bagaikan perosotan, dan berakhir pada bola mata hitam pekat seperti langit malam tanpa bintang.

“Ehem … sudah selesai belum, Nur?”

“Belum Bang. Eh ….”

Hampir saja Amala terjengkang, beruntung tangannya refleks berpegangan pada tepian meja. Gadis berumur 23 tahun itu terlihat salah tingkah menahan rasa malu luar biasa. Dia menunduk dalam tanpa berani menatap sang lawan bicara. Sikapnya tak ubahnya seperti seseorang yang ketahuan tengah mencuri.

Baru saja tadi dia berdoa, meminta kepada Tuhan agar menjaga lisan dan sensor geraknya. Namun baru hitungan menit, lihatlah apa yang sudah dia lakukan ini! Bertambah panjang saja daftar kekonyolannya bila berhadapan dengan laki-laki bernama lengkap Agam Siddiq.

“Itu, Bang. Anu_ Mamak bilang, saya disuruh mengambil uang hasil jual pinang kemarin!” cicitnya lirih dengan kosa kata terbata-bata.

“Mau di bayar uang atau ambil belanjaan?” tanya pria yang senantiasa menatap ke depan, tanpa berniat bertatap.

“Kalau boleh belanjaan saja, Bang,” lirih Amala.

“Masuk dan ambil sendiri barang yang kau inginkan!” Agam langsung berlalu dari sana.

Lagi dan lagi Amala kalah cepat. Dia baru saja hendak protes, tetapi sosok pria dewasa yang masih betah melajang di umurnya 27 tahun itu sudah melangkah cepat menjauhinya.

Mau tak mau Amala mulai memasuki warung sembako berukuran luas, lebih besar daripada bangunan rumahnya. Tadi bang Agam tidak menyebutkan berapa rupiah hasil penjualan pinang. Jadi, jangan salahkan dia kalau mengambil belanjaan lebih dari harga jual.

Tak seberapa lama, tas jinjing yang terbuat dari karung beras sudah terisi penuh. Banyak yang Amala ambil, mulai dari gula, minyak goreng, dan bumbu dapur lainnya. Aksinya itupun tidak ada yang memantau, makcik penjaga warung entah di mana keberadaannya, seakan sengaja membiarkan dia mengambil apa saja.

“Kau habis dari mana, Amala?” goda Dhien, yang duduk di bangku kayu bawah pohon mangga depan rumah Amala.

“Merampok,” jawab Amala sekenanya, lalu masuk dalam rumah dan meletakkan belanjaan tadi di atas amben dapur.

“Ayo berangkat!” ajak Amala, setelah mengunci pintu rumah.

Dhien pun sigap, dia yang mengemudikan motor Astrea berwarna merah putih miliknya. Amala sendiri tidak bisa naik motor, dan tidak memiliki kendaraan roda dua itu. Dia hanya punya sepeda ontel.

Laju motor tua milik Dhien begitu lambat. Apalagi ditambah medan jalan berbukit dan belum beraspal. Sepanjang jalan diapit oleh perkebunan karet dan semak belukar tumbuhan pakis serta rumput liar.

Kampung mereka berada di pelosok, jauh dari kota kecamatan apalagi ibu kota provinsi. Alat komunikasi pun belum ada, para warga mengandalkan surat-menyurat sebagai sarana berbagi kabar kepada sanak saudara yang tinggal di luar daerah maupun provinsi. Untungnya arus listrik sudah masuk di wilayah pemukiman warga yang rata-rata bekerja sebagai penyadap karet dan petani.

Di tahun pertengahan 1990 an ini, alat komunikasi melalui udara masih sulit. Adapun telepon umum atau Wartel, letaknya hanya di kota-kota saja.

.

.

Selang 20 menit kemudian.

“Dhien, parkiran saja motor nya di rumah itu!” Amala menunjuk halaman rumah tetangga bi Atun, yang terlihat tidak berpenghuni. Mungkin pemilik rumah sedang bekerja di ladang.

Dhien pun menurut, dia memarkirkan motornya di bawah pohon coklat.

“Kita lewat belakang saja, Dhien!” ajak Amala, mereka berjalan melewati kebun coklat dan melompati parit kecil.

Begitu sampai di belakang rumah bi Atun, mereka dikejutkan oleh pekikan suara nyonya rumah.

“Dari dulu Ibuk memang lebih setuju kalau Yasir menikahi Nirma daripada Amala! Putri bungsu mendiang Abidin itu setara dengan anak kita, Pak!”

“Tapi, nggak gini juga caranya Buk! Apa kata orang? Mala sudah menjadi tunangan Yasir sejak 5 tahun lalu, tetapi tiba-tiba Nirma yang dipersunting!”

Deg.

Jantung Amala seperti di remas, tatapannya berkunang-kunang.

“Amala, hei! Mala …?!”

.

.

Bersambung.

Harap bersabar membaca setiap Bab- nya ya, agar bisa menyelami alur ceritanya 🙏😊

Terima kasih banyak semuanya 🌹

Terpopuler

Comments

Yuli a

Yuli a

waow.... cerita tahun 90-an... blm lahir aku mah....🤣🤣🤣

2024-12-05

15

𝙵𝚑𝚊𝚗𝚒𝚊 🦂🦂 🦂

𝙵𝚑𝚊𝚗𝚒𝚊 🦂🦂 🦂

wah aku bru lahir ni 90an🤭🤭

2025-01-14

1

Land19

Land19

kenapa ga mengatakan dari dulu ya elah.
parah banget nih

apa mau bikin mental amala jadi terganggu atau gimana
ck

2025-02-10

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 01
2 Chapter 02
3 Chapter 03
4 Chapter 04
5 Chapter 05
6 Chapter 06
7 Chapter 07
8 Chapter 08
9 Chapter 09
10 Chapter 10
11 Chapter 11
12 Chapter 12
13 Chapter 13
14 Chapter 14
15 Chapter 15
16 Chapter 16
17 Chapter 17
18 Chapter 18
19 Chapter 19
20 Chapter 20
21 Chapter 21
22 Chapter 22
23 Chapter 23
24 Chapter 24
25 Chapter 25
26 Chapter 26
27 Chapter 27
28 Chapter 28
29 Chapter 29
30 Chapter 30
31 Chapter 31
32 Chapter 32
33 Chapter 33
34 Chapter 34
35 Chapter 35
36 Chapter 36
37 Chapter 37
38 Chapter 38
39 Chapter 39
40 Chapter 40
41 Chapter 41
42 Chapter 42
43 Chapter 43
44 Chapter 44
45 Salam hangat
46 Chapter 46
47 Chapter 47
48 Chapter 48
49 Chapter 49
50 Chapter 50
51 Chapter 51
52 Chapter 52
53 Chapter 53
54 Chapter 54
55 Chapter 55
56 Chapter 56
57 Chapter 57
58 Chapter 58
59 Chapter 59
60 Chapter 60
61 Chapter 61
62 Chapter 62
63 Chapter 63
64 Chapter 64
65 Chapter 65
66 Chapter 66
67 Chapter 67
68 Chapter 68
69 Chapter 69
70 Chapter 70
71 Chapter 71
72 Chapter 72
73 Chapter 73
74 Chapter 74
75 Chapter 75
76 Chapter 76
77 Chapter 77
78 Chapter 78
79 Chapter 79
80 Chapter 80
81 Chapter 81
82 Chapter 82
83 Chapter 83
84 Chapter 84
85 Chapter 85
86 TERIMA KASIH
87 Chapter 87
88 Chapter 88
89 Chapter 89
90 Chapter 90
91 Chapter 91
92 Chapter 92
93 Chapter 93
94 Chapter 94
95 Chapter 95
96 Chapter 96
97 Chapter 97
98 Chapter 98
99 Chapter 99
100 Chapter 100
101 Chapter 101
102 Chapter 102
103 Chapter 103
104 Chapter 104
105 Chapter 105
106 Chapter 106
107 Chapter 107
108 Chapter 108
109 Chapter 109
110 Chapter 110
111 Chapter 111
112 Chapter 112
113 Chapter 113
114 Chapter 114
115 Chapter 115
116 Chapter 116
117 Chapter 117
118 Chapter 118
119 Chapter 119
120 Chapter 120
121 Chapter 121
122 Chapter 122
123 Dhien Rilis
Episodes

Updated 123 Episodes

1
Chapter 01
2
Chapter 02
3
Chapter 03
4
Chapter 04
5
Chapter 05
6
Chapter 06
7
Chapter 07
8
Chapter 08
9
Chapter 09
10
Chapter 10
11
Chapter 11
12
Chapter 12
13
Chapter 13
14
Chapter 14
15
Chapter 15
16
Chapter 16
17
Chapter 17
18
Chapter 18
19
Chapter 19
20
Chapter 20
21
Chapter 21
22
Chapter 22
23
Chapter 23
24
Chapter 24
25
Chapter 25
26
Chapter 26
27
Chapter 27
28
Chapter 28
29
Chapter 29
30
Chapter 30
31
Chapter 31
32
Chapter 32
33
Chapter 33
34
Chapter 34
35
Chapter 35
36
Chapter 36
37
Chapter 37
38
Chapter 38
39
Chapter 39
40
Chapter 40
41
Chapter 41
42
Chapter 42
43
Chapter 43
44
Chapter 44
45
Salam hangat
46
Chapter 46
47
Chapter 47
48
Chapter 48
49
Chapter 49
50
Chapter 50
51
Chapter 51
52
Chapter 52
53
Chapter 53
54
Chapter 54
55
Chapter 55
56
Chapter 56
57
Chapter 57
58
Chapter 58
59
Chapter 59
60
Chapter 60
61
Chapter 61
62
Chapter 62
63
Chapter 63
64
Chapter 64
65
Chapter 65
66
Chapter 66
67
Chapter 67
68
Chapter 68
69
Chapter 69
70
Chapter 70
71
Chapter 71
72
Chapter 72
73
Chapter 73
74
Chapter 74
75
Chapter 75
76
Chapter 76
77
Chapter 77
78
Chapter 78
79
Chapter 79
80
Chapter 80
81
Chapter 81
82
Chapter 82
83
Chapter 83
84
Chapter 84
85
Chapter 85
86
TERIMA KASIH
87
Chapter 87
88
Chapter 88
89
Chapter 89
90
Chapter 90
91
Chapter 91
92
Chapter 92
93
Chapter 93
94
Chapter 94
95
Chapter 95
96
Chapter 96
97
Chapter 97
98
Chapter 98
99
Chapter 99
100
Chapter 100
101
Chapter 101
102
Chapter 102
103
Chapter 103
104
Chapter 104
105
Chapter 105
106
Chapter 106
107
Chapter 107
108
Chapter 108
109
Chapter 109
110
Chapter 110
111
Chapter 111
112
Chapter 112
113
Chapter 113
114
Chapter 114
115
Chapter 115
116
Chapter 116
117
Chapter 117
118
Chapter 118
119
Chapter 119
120
Chapter 120
121
Chapter 121
122
Chapter 122
123
Dhien Rilis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!