Bab 19: Harga Sebuah Perlawanan

Jejak Darah kini hanya puing-puing yang terbakar di tengah gurun. Asap tebal membubung ke langit yang kelabu, seperti tanda peringatan bagi siapa pun yang melihatnya dari kejauhan. Elara dan Ardan berdiri di sebuah bukit pasir yang tidak jauh dari sana, tubuh mereka berlumuran darah dan luka. Nafas mereka berat, tetapi tatapan mereka penuh kebencian terhadap Eden, organisasi yang telah menghancurkan begitu banyak nyawa.

"Berapa lama kita punya sebelum mereka tahu apa yang terjadi?" tanya Ardan sambil menyesuaikan alat komunikasi di lengannya.

Elara mengusap wajahnya yang kotor. "Tidak lama. Eden akan tahu kita menyerang Jejak Darah, dan mereka akan mengirim pasukan untuk memburu kita."

"Tapi kita berhasil menghancurkan Prometheus," kata Ardan, mencoba memberikan sedikit penghiburan.

Elara menoleh padanya, matanya penuh luka. "Harganya terlalu mahal. Nadia, Malik, Jarek... mereka semua mati, dan kita bahkan belum menyentuh inti dari Eden."

Ardan terdiam. Dia tahu Elara benar. Jejak Darah hanyalah salah satu dari banyak fasilitas Eden yang tersebar di seluruh dunia. Dan meskipun mereka berhasil menghancurkannya, Eden masih memiliki sumber daya, teknologi, dan kekuatan militer yang jauh lebih besar daripada yang bisa mereka bayangkan.

Namun, sebelum mereka bisa merencanakan langkah selanjutnya, suara deru helikopter terdengar dari kejauhan.

"Mereka datang," gumam Elara.

---

Elara dan Ardan segera berlari menuju kendaraan yang mereka sembunyikan di balik bukit pasir. Itu adalah kendaraan lapis baja kecil yang dilengkapi dengan senjata ringan—salah satu dari sedikit peralatan yang mereka berhasil curi dari Eden beberapa minggu sebelumnya.

"Tunggu, mereka membawa lebih dari sekadar helikopter," kata Ardan sambil memeriksa drone pengintai kecil yang dia luncurkan.

Gambar di layar drone menunjukkan empat helikopter tempur dan dua kendaraan lapis baja yang melaju di atas pasir, membawa pasukan bersenjata lengkap.

"Kita tidak bisa menghadapi mereka di sini," kata Elara sambil menyalakan mesin kendaraan. "Kita harus membawa mereka ke medan yang menguntungkan bagi kita."

Mereka melajukan kendaraan dengan kecepatan penuh, meninggalkan jejak debu di belakang mereka. Helikopter mulai mendekat, dan tembakan pertama meledak di dekat kendaraan mereka, menciptakan kawah besar di pasir.

"Pegang erat-erat!" seru Elara sambil membelokkan kendaraan untuk menghindari ledakan berikutnya.

Ardan membuka atap kendaraan dan mengoperasikan senjata otomatis yang dipasang di atasnya. Dia menembak ke arah salah satu helikopter, tetapi armor helikopter itu terlalu tebal.

"Kita butuh sesuatu yang lebih kuat dari ini," kata Ardan sambil terus menembak.

Elara menggertakkan giginya. "Ada satu cara."

Dia membelokkan kendaraan ke arah formasi bebatuan besar yang menjulang di tengah gurun. Medan itu penuh dengan celah sempit dan jalan buntu, tetapi Elara tahu bahwa itu bisa menjadi keuntungan mereka.

"Kau gila!" teriak Ardan saat kendaraan mereka hampir menabrak salah satu batu besar.

"Tidak, aku hanya tahu cara membuat mereka bermain sesuai aturan kita," jawab Elara sambil tersenyum tipis.

Helikopter dan kendaraan lapis baja mengejar mereka ke dalam formasi bebatuan, tetapi segera kesulitan untuk bermanuver. Elara memanfaatkan celah sempit dan belokan tajam untuk menghindari tembakan, sementara Ardan menembak ke arah kendaraan musuh yang mulai menabrak bebatuan.

Salah satu helikopter terjebak di antara dua tebing sempit dan meledak saat mencoba melepaskan diri. Namun, mereka tidak bisa berpuas diri.

"Masih ada tiga lagi!" seru Ardan.

---

Elara menghentikan kendaraan mereka di salah satu jalur sempit yang dikelilingi oleh bebatuan tinggi. "Ambil bahan peledak dari belakang," katanya kepada Ardan.

Ardan membuka bagasi kendaraan dan mengambil bahan peledak yang mereka simpan untuk situasi darurat. "Kau serius ingin melawan mereka di sini?"

Elara mengangguk. "Mereka tidak akan mengira kita berhenti. Pasang bahan peledak di kedua sisi tebing, dan cepat!"

Ardan bergerak cepat, menanam bahan peledak di sepanjang dinding tebing. Suara deru helikopter semakin dekat, dan Elara menyiapkan senjata mereka untuk melawan infanteri yang kemungkinan besar akan muncul lebih dulu.

"Siap?" tanya Ardan setelah selesai memasang bahan peledak.

Elara mengangguk. "Tunggu sampai mereka masuk ke perangkap."

Beberapa detik kemudian, kendaraan lapis baja pertama muncul di tikungan, diikuti oleh sepasukan tentara bersenjata lengkap. Mereka bergerak hati-hati, tetapi tidak menyadari jebakan yang telah dipasang.

"SEKARANG!" teriak Elara.

Ardan menekan pemicu, dan bahan peledak meledak bersamaan, menghancurkan dinding tebing di kedua sisi. Bebatuan besar runtuh, menghancurkan kendaraan lapis baja dan tentara yang berada di bawahnya.

Namun, helikopter masih tersisa. Mereka mulai menembaki posisi Elara dan Ardan, membuat mereka berlindung di balik kendaraan.

"Kita tidak bisa melawan mereka di sini!" seru Ardan.

Elara memutar otaknya, mencari cara untuk menghancurkan helikopter. Matanya tertuju pada salah satu senjata antipesawat yang jatuh dari kendaraan musuh yang hancur.

"Senjata itu!" katanya sambil menunjuk.

Mereka berlari menuju senjata tersebut sambil menghindari tembakan dari helikopter. Elara mengambil alih pengoperasian senjata, sementara Ardan memberinya perlindungan.

Helikopter pertama mencoba menyerang, tetapi Elara menembakkan peluru besar dari senjata itu, langsung menghantam rotor helikopter. Helikopter itu kehilangan kendali dan jatuh, meledak dalam bola api besar.

---

Setelah beberapa menit pertempuran yang sengit, Elara dan Ardan akhirnya berhasil menghancurkan semua musuh. Mereka berdiri di tengah puing-puing, napas mereka terengah-engah, tubuh mereka dipenuhi luka dan debu.

Namun, tidak ada waktu untuk merayakan kemenangan. Mereka tahu bahwa Eden tidak akan berhenti.

"Ini baru awal," kata Elara dengan nada dingin. "Mereka akan mengirim lebih banyak pasukan."

Ardan mengangguk. "Kita harus mencari cara untuk menyerang mereka sebelum mereka menemukan kita lagi."

Elara menatap langit, yang mulai memerah oleh cahaya matahari terbenam. "Kita akan membuat mereka membayar. Tapi kita harus menemukan sekutu. Kita tidak bisa melakukannya sendirian."

Ardan menatapnya dengan ragu. "Dan siapa yang mau melawan Eden? Semua orang takut pada mereka."

Elara tersenyum tipis, tetapi ada kegelapan di matanya. "Orang-orang yang tidak punya apa-apa lagi untuk hilang. Sama seperti kita."

Episodes
1 Bab 1: Senja Terakhir di Bumi
2 Bab 2: Deadzone
3 Bab 3: Jejak Darah
4 Bab 4: Pengejaran di Jantung Kegelapan
5 Bab 5: Di Ambang Kehancuran
6 Bab 6: Jejak dalam Kegelapan
7 Bab 7: Perlombaan dengan Maut
8 Bab 8: Bayangan Eden
9 Bab 9: Rahasia Eden
10 Bab 10: Pertempuran di Terowongan
11 Bab 11: Jaringan Kematian
12 Bab 12: Akhir yang Tak Terelakkan
13 Bab 13: Bayangan yang Hidup
14 Bab 14: Perang Bayangan
15 Bab 15: Sisa Harapan
16 Bab 16: Jejak Darah
17 Bab 17: Inferno di Jejak Darah
18 Bab 18: Prometheus
19 Bab 19: Harga Sebuah Perlawanan
20 Bab 20: Bayangan di Bawah Tanah
21 Bab 21: Menembus Neraka
22 Bab 22: Api di Langit
23 Bab 23: Nyala Api Perlawanan
24 Bab 24: Mata Rantai yang Pecah
25 Bab 25: Api yang Tak Pernah Padam
26 Bab 26: Kebangkitan yang Terlambat
27 Bab 27: Jalan Terjal yang Tak Terduga
28 Bab 28: Kebangkitan yang Tak Terduga
29 Bab 29: Malam Tanpa Akhir
30 Bab 30: Bayang-Bayang yang Kembali
31 Bab 31: Langkah di Ambang Kehancuran
32 Bab 32: Jantung Kegelapan
33 Bab 33: Duel Gila di Jantung Nexus
34 Bab 34: Ledakan Akhir, Awal yang Baru
35 Bab 35: Bayangan di Balik Langit Biru
36 Bab 36: Tarian Darah di Tengah Kekacauan
37 Bab 37: Hari Terakhir dalam Kekacauan
38 Bab 38: Langit Merah dan Bayang-Bayang Baru
39 Bab 39: Jalan Menuju Nova
40 Bab 40: Musuh dalam Bayangan
41 Bab 41: Reuni di Tengah Kekacauan
42 Bab 42: Misi Aurora
43 Bab 43: Pertempuran di Black Horizon
44 Bab 44: Bayangan di Balik Kemenangan
45 Bab 45: Gelombang Kedua
46 Bab 46: Kebangkitan Baru
47 Bab 47: Markas Terakhir
48 Bab 48: Neraka di Markas Terakhir
49 Bab 49: Kegelapan di Bawah Laut
50 Bab 50: Misi Bunuh Diri
51 Bab 51: Pertempuran Abadi
Episodes

Updated 51 Episodes

1
Bab 1: Senja Terakhir di Bumi
2
Bab 2: Deadzone
3
Bab 3: Jejak Darah
4
Bab 4: Pengejaran di Jantung Kegelapan
5
Bab 5: Di Ambang Kehancuran
6
Bab 6: Jejak dalam Kegelapan
7
Bab 7: Perlombaan dengan Maut
8
Bab 8: Bayangan Eden
9
Bab 9: Rahasia Eden
10
Bab 10: Pertempuran di Terowongan
11
Bab 11: Jaringan Kematian
12
Bab 12: Akhir yang Tak Terelakkan
13
Bab 13: Bayangan yang Hidup
14
Bab 14: Perang Bayangan
15
Bab 15: Sisa Harapan
16
Bab 16: Jejak Darah
17
Bab 17: Inferno di Jejak Darah
18
Bab 18: Prometheus
19
Bab 19: Harga Sebuah Perlawanan
20
Bab 20: Bayangan di Bawah Tanah
21
Bab 21: Menembus Neraka
22
Bab 22: Api di Langit
23
Bab 23: Nyala Api Perlawanan
24
Bab 24: Mata Rantai yang Pecah
25
Bab 25: Api yang Tak Pernah Padam
26
Bab 26: Kebangkitan yang Terlambat
27
Bab 27: Jalan Terjal yang Tak Terduga
28
Bab 28: Kebangkitan yang Tak Terduga
29
Bab 29: Malam Tanpa Akhir
30
Bab 30: Bayang-Bayang yang Kembali
31
Bab 31: Langkah di Ambang Kehancuran
32
Bab 32: Jantung Kegelapan
33
Bab 33: Duel Gila di Jantung Nexus
34
Bab 34: Ledakan Akhir, Awal yang Baru
35
Bab 35: Bayangan di Balik Langit Biru
36
Bab 36: Tarian Darah di Tengah Kekacauan
37
Bab 37: Hari Terakhir dalam Kekacauan
38
Bab 38: Langit Merah dan Bayang-Bayang Baru
39
Bab 39: Jalan Menuju Nova
40
Bab 40: Musuh dalam Bayangan
41
Bab 41: Reuni di Tengah Kekacauan
42
Bab 42: Misi Aurora
43
Bab 43: Pertempuran di Black Horizon
44
Bab 44: Bayangan di Balik Kemenangan
45
Bab 45: Gelombang Kedua
46
Bab 46: Kebangkitan Baru
47
Bab 47: Markas Terakhir
48
Bab 48: Neraka di Markas Terakhir
49
Bab 49: Kegelapan di Bawah Laut
50
Bab 50: Misi Bunuh Diri
51
Bab 51: Pertempuran Abadi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!