Bab 2: Deadzone

Langkah-langkah kaki mereka bergema di tanah yang gersang, menciptakan irama aneh yang terasa terlalu hidup di dunia yang mati ini. Deadzone membentang di depan mereka seperti mimpi buruk yang tak berujung. Tanahnya retak-retak, seperti kulit makhluk tua yang hampir hancur. Asap beracun mengepul dari kawah-kawah kecil yang tersebar di mana-mana, dan udara terasa berat dengan aroma logam dan belerang.

Orion memimpin, senapan di tangannya terangkat, matanya waspada terhadap setiap gerakan. Elara berjalan di belakangnya, satu tangan menggenggam tablet yang menampilkan citra langsung dari drone mereka. Di layar, jalur yang harus mereka tempuh terlihat jelas, tetapi ancaman yang mengintai tidak selalu muncul di gambar hitam-putih itu.

"Berapa jauh lagi sampai kita melewati batas Deadzone?" tanya Orion tanpa menoleh.

Elara memeriksa peta di tablet. "Sekitar 15 kilometer lagi. Kalau kita terus berjalan tanpa henti, kita bisa sampai sebelum malam tiba."

Orion mendengus. "Berdoalah agar kita tidak bertemu sesuatu yang membuat kita harus berhenti."

Mereka terus berjalan dalam keheningan yang menegangkan, hanya suara napas mereka yang terdengar di tengah angin yang berbisik lirih. Namun, langkah mereka terhenti ketika Orion tiba-tiba mengangkat tangan, memberi isyarat agar Elara berhenti.

"Ada apa?" bisik Elara.

Orion menunjuk ke depan, di mana sesuatu bergerak di balik kabut tipis. Sekilas, makhluk itu tampak seperti manusia, tetapi gerakannya terlalu lambat dan tidak wajar. Tubuhnya yang kurus dan tulang belulangnya yang menonjol terlihat jelas, seperti mayat hidup yang berjalan tanpa tujuan.

"Mutan," kata Orion pelan. "Jangan buat suara."

Elara menahan napas, menatap makhluk itu dengan rasa ngeri yang bercampur iba. Mutan adalah hasil dari radiasi yang merusak tubuh manusia, mengubah mereka menjadi sesuatu yang tidak lagi bisa disebut manusia. Mereka tidak memiliki pikiran, hanya naluri dasar untuk bertahan hidup—atau menyerang apa pun yang bergerak.

"Apakah dia akan menyerang kita?" tanya Elara.

"Kalau kita tidak menarik perhatiannya, mungkin tidak," jawab Orion. "Tapi mutan jarang sendirian. Mereka bergerak dalam kelompok."

Seolah menjawab perkataan Orion, suara jeritan melengking tiba-tiba terdengar dari kejauhan. Elara tersentak, matanya membelalak saat melihat bayangan-bayangan lain muncul di balik kabut. Lima, tujuh, sepuluh mutan mulai bergerak mendekat, tertarik oleh suara drone yang masih terbang di atas kepala mereka.

"Matikan drone-nya!" seru Orion.

Elara dengan cepat mematikan drone itu, tetapi sudah terlambat. Para mutan sudah menemukan mereka. Makhluk-makhluk itu mulai berlari, langkah-langkah mereka tidak teratur, tetapi kecepatan mereka menakutkan.

"Larikan diri atau bertarung?" tanya Elara panik.

Orion mengangkat senapannya. "Tidak ada waktu untuk lari. Siapkan dirimu."

Dia menembak mutan terdepan, pelurunya menembus kepala makhluk itu dan menjatuhkannya ke tanah. Tetapi mutan-mutan lain tidak berhenti. Elara meraih pistol kecil yang dia simpan di jaketnya, meskipun tangannya gemetar saat mengarahkan senjatanya.

"Jangan berhenti menembak sampai mereka semua jatuh!" teriak Orion.

Elara mematuhi perintah itu, menembak dengan ketakutan yang memuncak. Peluru-peluru mereka menghantam para mutan satu per satu, tetapi jumlah mereka terlalu banyak. Salah satu mutan berhasil mendekati Elara, cakar panjangnya hampir menyentuh wajahnya sebelum Orion menembaknya tepat waktu.

"Fokus!" bentak Orion.

Elara mengangguk, meskipun air mata mulai mengalir di pipinya. Dia terus menembak sampai suara tembakan berhenti, dan satu-satunya suara yang tersisa adalah napas mereka yang terengah-engah.

Ketika semuanya selesai, tubuh-tubuh para mutan tergeletak di sekitar mereka, darah hitam mereka mengalir di tanah yang retak.

"Kau baik-baik saja?" tanya Orion, matanya memeriksa Elara dengan cermat.

Elara mengangguk pelan, meskipun tangannya masih gemetar. "Aku baik-baik saja. Hanya... aku belum pernah membunuh sesuatu sebelumnya."

"Mutan bukan manusia lagi," kata Orion tegas. "Kalau kau tidak membunuh mereka, mereka yang akan membunuhmu. Ingat itu."

Elara tidak menjawab. Dia hanya menatap tubuh-tubuh itu dengan perasaan campur aduk, lalu mengikuti Orion yang sudah mulai berjalan lagi.

---

Ketika mereka akhirnya mencapai batas Deadzone, matahari sudah hampir terbenam. Langit berubah menjadi campuran oranye dan merah yang suram, sementara bayangan Deadzone semakin panjang dan menyeramkan.

Mereka menemukan tempat berlindung di sebuah bangunan tua yang nyaris runtuh. Dindingnya retak, tetapi cukup kokoh untuk melindungi mereka dari angin dan debu yang beracun. Orion menyalakan api kecil dengan sisa-sisa kayu yang dia temukan, sementara Elara duduk di sudut, memeriksa tablet dan drone-nya.

"Kita berhasil melewati Deadzone," kata Elara pelan. "Tapi perjalanan kita masih panjang."

Orion mengangguk sambil menyerahkan sebatang makanan darurat padanya. "Kita akan istirahat di sini malam ini. Besok kita akan melanjutkan perjalanan ke Eden."

Mereka makan dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Elara memikirkan tentang Eden, koloni yang konon memiliki teknologi untuk menyelamatkan umat manusia. Apakah itu benar-benar ada? Dan jika ada, apakah mereka akan diterima di sana?

Sementara itu, Orion memikirkan ancaman yang semakin nyata. Para anarkis pasti sudah tahu tentang mereka. Mereka tidak akan berhenti sampai Elara dan data yang dia bawa berhasil ditangkap.

"Orion," panggil Elara tiba-tiba.

"Ya?"

"Kau pernah kehilangan seseorang, bukan?"

Orion menatapnya dengan mata yang penuh luka yang belum sembuh. "Ya. Keluargaku."

Elara menunduk. "Aku juga. Aku kehilangan adikku ketika perang dimulai. Aku... aku tidak bisa melindunginya."

"Kita semua kehilangan sesuatu," kata Orion pelan. "Tapi itu tidak berarti kita berhenti berjuang."

Elara mengangguk, meskipun rasa sakit di hatinya tidak berkurang.

Di luar, langit semakin gelap. Dan di tempat lain, para anarkis sedang mempersiapkan diri untuk memburu mereka, membawa bahaya yang lebih besar daripada Deadzone atau mutan.

Episodes
1 Bab 1: Senja Terakhir di Bumi
2 Bab 2: Deadzone
3 Bab 3: Jejak Darah
4 Bab 4: Pengejaran di Jantung Kegelapan
5 Bab 5: Di Ambang Kehancuran
6 Bab 6: Jejak dalam Kegelapan
7 Bab 7: Perlombaan dengan Maut
8 Bab 8: Bayangan Eden
9 Bab 9: Rahasia Eden
10 Bab 10: Pertempuran di Terowongan
11 Bab 11: Jaringan Kematian
12 Bab 12: Akhir yang Tak Terelakkan
13 Bab 13: Bayangan yang Hidup
14 Bab 14: Perang Bayangan
15 Bab 15: Sisa Harapan
16 Bab 16: Jejak Darah
17 Bab 17: Inferno di Jejak Darah
18 Bab 18: Prometheus
19 Bab 19: Harga Sebuah Perlawanan
20 Bab 20: Bayangan di Bawah Tanah
21 Bab 21: Menembus Neraka
22 Bab 22: Api di Langit
23 Bab 23: Nyala Api Perlawanan
24 Bab 24: Mata Rantai yang Pecah
25 Bab 25: Api yang Tak Pernah Padam
26 Bab 26: Kebangkitan yang Terlambat
27 Bab 27: Jalan Terjal yang Tak Terduga
28 Bab 28: Kebangkitan yang Tak Terduga
29 Bab 29: Malam Tanpa Akhir
30 Bab 30: Bayang-Bayang yang Kembali
31 Bab 31: Langkah di Ambang Kehancuran
32 Bab 32: Jantung Kegelapan
33 Bab 33: Duel Gila di Jantung Nexus
34 Bab 34: Ledakan Akhir, Awal yang Baru
35 Bab 35: Bayangan di Balik Langit Biru
36 Bab 36: Tarian Darah di Tengah Kekacauan
37 Bab 37: Hari Terakhir dalam Kekacauan
38 Bab 38: Langit Merah dan Bayang-Bayang Baru
39 Bab 39: Jalan Menuju Nova
40 Bab 40: Musuh dalam Bayangan
41 Bab 41: Reuni di Tengah Kekacauan
42 Bab 42: Misi Aurora
43 Bab 43: Pertempuran di Black Horizon
44 Bab 44: Bayangan di Balik Kemenangan
45 Bab 45: Gelombang Kedua
46 Bab 46: Kebangkitan Baru
47 Bab 47: Markas Terakhir
48 Bab 48: Neraka di Markas Terakhir
49 Bab 49: Kegelapan di Bawah Laut
50 Bab 50: Misi Bunuh Diri
51 Bab 51: Pertempuran Abadi
52 Bab 51: Pertempuran Abadi
Episodes

Updated 52 Episodes

1
Bab 1: Senja Terakhir di Bumi
2
Bab 2: Deadzone
3
Bab 3: Jejak Darah
4
Bab 4: Pengejaran di Jantung Kegelapan
5
Bab 5: Di Ambang Kehancuran
6
Bab 6: Jejak dalam Kegelapan
7
Bab 7: Perlombaan dengan Maut
8
Bab 8: Bayangan Eden
9
Bab 9: Rahasia Eden
10
Bab 10: Pertempuran di Terowongan
11
Bab 11: Jaringan Kematian
12
Bab 12: Akhir yang Tak Terelakkan
13
Bab 13: Bayangan yang Hidup
14
Bab 14: Perang Bayangan
15
Bab 15: Sisa Harapan
16
Bab 16: Jejak Darah
17
Bab 17: Inferno di Jejak Darah
18
Bab 18: Prometheus
19
Bab 19: Harga Sebuah Perlawanan
20
Bab 20: Bayangan di Bawah Tanah
21
Bab 21: Menembus Neraka
22
Bab 22: Api di Langit
23
Bab 23: Nyala Api Perlawanan
24
Bab 24: Mata Rantai yang Pecah
25
Bab 25: Api yang Tak Pernah Padam
26
Bab 26: Kebangkitan yang Terlambat
27
Bab 27: Jalan Terjal yang Tak Terduga
28
Bab 28: Kebangkitan yang Tak Terduga
29
Bab 29: Malam Tanpa Akhir
30
Bab 30: Bayang-Bayang yang Kembali
31
Bab 31: Langkah di Ambang Kehancuran
32
Bab 32: Jantung Kegelapan
33
Bab 33: Duel Gila di Jantung Nexus
34
Bab 34: Ledakan Akhir, Awal yang Baru
35
Bab 35: Bayangan di Balik Langit Biru
36
Bab 36: Tarian Darah di Tengah Kekacauan
37
Bab 37: Hari Terakhir dalam Kekacauan
38
Bab 38: Langit Merah dan Bayang-Bayang Baru
39
Bab 39: Jalan Menuju Nova
40
Bab 40: Musuh dalam Bayangan
41
Bab 41: Reuni di Tengah Kekacauan
42
Bab 42: Misi Aurora
43
Bab 43: Pertempuran di Black Horizon
44
Bab 44: Bayangan di Balik Kemenangan
45
Bab 45: Gelombang Kedua
46
Bab 46: Kebangkitan Baru
47
Bab 47: Markas Terakhir
48
Bab 48: Neraka di Markas Terakhir
49
Bab 49: Kegelapan di Bawah Laut
50
Bab 50: Misi Bunuh Diri
51
Bab 51: Pertempuran Abadi
52
Bab 51: Pertempuran Abadi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!