Kau Siapa?

"Yemi, aku akan pergi sebentar. Aku titip dia, ya." ucap Jesslyn pada pelayan yang selalu setia membantunya itu.

Yemi mengangguk. "Tentu saja, Nona, saya akan membantu menjaga Tuan Muda untuk, Anda. Anda bisa pergi dengan tenang."

Jesslyn mengangguk dengan senyum tipis tersungging dibibirnya. Dia mengambil tasnya dan melangkah pergi meninggalkan mansion mewah itu. Di luar, sebuah mobil mewah sudah menunggunya, siap untuk mengantarkannya.

"Paman, antarkan aku ke pemakaman umum, ya." pintanya pada pria paruh baya yang duduk disamping kemudi.

"Baik, Nona," jawab sopir itu dengan ramah.

Jesslyn hendak mengunjungi makam kekasihnya yang meninggal beberapa bulan lalu karena kecelakaan. Dia sangat-sangat merindukannya, dan satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk mengobati kerinduan nya adalah mengunjungi makamnya.

Gadis itu menatap ke luar jendela mobil, melihat deretan kios bunga yang berjejer di pinggir jalan. "Paman, kita berhenti dulu sebentar, ya. Aku ingin membeli bunga," ucapnya dengan suara lembut yang khas.

Sopir itu mengangguk. "Baik, Nona." Dia segera menepikan mobilnya di depan salah satu kios bunga.

Jesslyn melangkah keluar, angin sepoi-sepoi menerpa wajah cantiknya. Matanya menyapu kios-kios bunga yang berjajar di sepanjang jalan, mencari rangkaian yang menurutnya paling tepat. Tidak mungkin dia datang ke pemakaman dengan tangan kosong. Apalagi makan yang akan dia datangi adalah makam orang yang sangat special baginya.

Setelah memilih.selama beberapa saat. Dia memilih setangkai bunga lili putih dan beberapa mawar merah. Kombinasi sederhana tapi penuh makna. Dia membayar bunga itu, lalu kembali ke mobil dengan langkah perlahan.

Sepanjang perjalanan, Jesslyn menggenggam erat bunga-bunga itu, matanya terpaku pada tangannya yang mulai bergetar pelan. Sudah dua bulan sejak dia terakhir mengunjungi makam kekasihnya. Dua bulan sejak dia mencoba melupakan rasa kehilangan yang begitu menghancurkan.

Mobil berhenti di depan gerbang pemakaman. Jesslyn menarik napas panjang. "Paman, aku tidak akan lama," katanya sebelum melangkah masuk ke dalam, membawa bunga-bunga itu ke tempat peristirahatan terakhir seseorang yang pernah menjadi segalanya baginya.

Jesslyn meletakkan bunga itu diatas pusara, air mata tampak menggenang di kedua matanya, yang perlahan jatuh membasahi wajah cantiknya. "Hai, Nick, bagaimana kabarmu hari ini? Maaf, karena aku baru sempat mengunjungimu lagi," katanya lirih, suaranya serak menahan tangis.

Tangannya gemetar, begitupun dengan bahunya yang naik-turun karena isakan. Sesekali Jesslyn mendongakkan wajahnya,menghalau cairan bening itu agar tidak semakin banyak yang menetes.

"Aku ingin bercerita padamu, tapi kau jangan marah apalagi mengutukku, ya! Nick, maafkan aku karena tidak bisa menepati janjiku untuk selalu setia padamu. Aku sudah menikah, dan kau tau? Orang yang aku nikahi adalah seseorang yang bahkan untuk menatapku saja tidak bisa, dia koma. Bukankah sangat ironis?" suaranya semakin dalam, teredam oleh air matanya yang semakin deras.

Langit mendung seakan memahami kesedihan yang Jesslyn rasakan. Langit cerah berubah gelap, hujan deras dan tanpa ampun menghujam bumi. Jesslyn tidak bergerak, membiarkan air hujan membasahi sekujur tubuhnya.

Bunga-bunga yang tadi dibawanya mulai layu terkena air hujan. Dia menatap nisan itu dengan pandangan kosong, membaca kembali nama yang terukir di sana, seolah berharap ada keajaiban yang membuat segalanya kembali seperti dulu.

"Kenapa harus kau? Kenapa harus berakhir seperti ini?" Jesslyn berbisik, tapi suaranya tenggelam dalam suara derasnya hujan.

Air matanya mengalir semakin deras, bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya. Dia jatuh berlutut di depan makam itu, tangannya meremas tanah yang dingin.

"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tanpamu," teriaknya, meskipun dia tahu tidak ada yang bisa mendengar. Tidak ada yang akan menjawab.

Hujan terus turun, seolah-olah langit menangis bersamanya. Jesslyn menggigit bibirnya, berusaha menahan tangisnya yang semakin pecah. "Aku mencoba melanjutkan hidup, tapi semua terasa kosong tanpamu."

Dia menutup matanya, membiarkan hujan membawa semua beban yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Meski begitu, perasaan kehilangan itu tetap tak beranjak, menyiksanya dalam keheningan yang memekakkan.

Jesslyn mendongak saat tubuhnya tak lagi merasakan dinginnya air yang mengguyur. Sebuah bayangan berdiri di belakangnya, melindunginya dari derasnya hujan. Dia perlahan berbalik, dan terkejut melihat sosok pria asing berdiri dibelakangnya dengan sebuah payung hitam transparan.

"Ka... Kau siapa?" Jesslyn tergagap, suaranya bergetar. "Kenapa wajahmu mirip sekali dengannya?"

Pria itu tidak menjawab, hanya menatapnya dengan sorot mata dingin yang sulit dibaca. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia berlutut di samping Jesslyn yang masih duduk di tanah basah. Dengan lembut, pria itu meraih lengannya dan membantunya berdiri.

Meski bingung dan terguncang, ia membiarkan dirinya dituntun berdiri. Matanya menatap langsung ke dalam mata pria itu, mencari jawaban, namun hanya menemukan kehampaan.

Dengan suara datar dan tanpa emosi, pria itu berkata, "Sebaiknya kau pulang. Kau bisa sakit jika terlalu lama kehujanan dan tetap memakai pakaian yang basah."

Jesslyn terpaku, kata-kata pria itu menusuk ke dalam pikirannya. Dia ingin bertanya lebih banyak, tapi lidahnya kelu, dan pria itu sudah mulai beranjak pergi, meninggalkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

***

Setibanya di rumah kediaman Hou, dia buru-buru naik ke lantai dua untuk memastikan sesuatu. Dan begitu sampai disana, dia melihat Neo yang sedang berbaring dengan mata tertutup rapat. Jesslyn berjalan mendekat dan melihat sebuah harian usang diatas meja.

Jesslyn duduk di sisi ranjang, di mana Neo terbaring diam seperti biasanya. Dalam keheningan kamar, tangannya memegang sebuah buku harian tua yang dia temukan di atas meja di dekat tempat tidur. Sampulnya lusuh, dan beberapa halamannya terlihat penuh coretan.

Dengan ragu, Jesslyn membuka halaman pertama. Tulisan tangan di dalamnya tegas namun sedikit berantakan, seolah-olah ditulis di tengah pergolakan emosi.

"Tidak ada yang mengerti bagaimana rasanya menjadi aku. Kadang aku merasa seperti dua orang yang berbeda, yang tidak saling mengenal, tidak saling menyukai. Hidup seperti ini sangatlah melelahkan."

Jesslyn terdiam, matanya perlahan beralih dari halaman itu ke wajah Neo yang damai namun kosong. "Apa maksud semua ini?" bisiknya, nyaris tak terdengar.

Dia membuka halaman berikutnya.

"Aku tidak tahu kapan semua ini dimulai, tapi aku tahu satu hal—aku tidak seperti orang lain. Aku harus menyembunyikannya, karena dunia tidak akan menerima. Jika mereka tahu, mungkin aku akan kehilangan segalanya."

Jesslyn mengerutkan kening, jantungnya berdegup lebih cepat. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu?" gumamnya sambil menatap Neo seolah mengharapkan jawaban.

Dia membaca lagi, halamannya mulai membawanya lebih dalam ke pikiran pria itu.

"Aku ingin seseorang mengerti. Aku ingin seseorang tinggal di sisiku, bahkan jika mereka tahu, tapi aku takut. Tidak ada yang akan memilih seseorang sepertiku."

Jesslyn menghela napas panjang, jemarinya menyentuh lembut tangan Neo yang diam tak bergerak. "Apa sebenarnya yang kau alami?" tanyanya lirih.

Dia menutup buku itu perlahan, menatap wajah suaminya dengan campuran rasa bingung dan penasaran. "Neo, apa yang sebenarnya terjadi padamu?"

***

Bersambung

Jangan lupa meninggalkan like dan komen setelah membaca

Terpopuler

Comments

ayudya

ayudya

apa punya 2 kepribadian si neo ini ah... penasaran aku.

2025-01-16

0

Retno Palupi

Retno Palupi

penasaran

2024-11-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!