Chapter 18. Harvard

Asha belajar membiasakan dirinya tanpa Kafka, tak tanggung-tanggung fokusnya terhadap Pelajaran dan persiapan ujian beasiswa kuliahnya. Seolah hari-harinya hanya seputar sekolahnya dan persiapan ujian akhir maupun ujian masuk perguruan tinggi. Meskipun sebenarnya itu hanyalah salah satu cara Asha agar tidak terlalu memikirkan Kafka, sosok yang dia rindukan yang sampai saat ini belum memberinya kabar sama sekali setelah dia berangkat ke Stanford.

"Ayah?" Asha menyembulkan kepalanya dari luar pintu ruang kerja Malvin.

"Hmm ... ada apa sayang?" Malvin menghentikan aktivitasnya di depan layar macbooknya setelah mendengar putrinya memanggil.

"Ayah sibuk?" Asha tampak ragu untuk masuk keruangan Malvin, dia tahu ayahnya sangat sibuk akhir-akhir ini. Jadi dia ingin memastikan terlebih dahulu ayahnya bisa dia ganggu sebelum masuk ke ruangannya.

"Sini sayang." Malvin beranjak dari kursi kerjanya, berjalan menuju putrinya kemudian mereka berdua duduk di sofa yang ada dalam ruang kerja Malvin.

Malvin membelai rambut panjang putrinya, di saat-saat seperti ini Asha memang membutuhkan peran Malvin dan Maira tidak hanya sebagai kedua orang tua tapi juga sahabat. Masa peralihan dari remaja menuju dewasa, masa di mana putri sulung mereka akan memulai mencari jati dirinya. Tentunya Malvin dan Maira selalu berusaha ada untuk Asha, membuat putrinya untuk selalu menjadikan Malvin dan Maira rumah untuk segala hal. Membimbing dan mengarahkan Asha tanpa memaksakan ke hendak namun juga memastikan bahwa langkah yang putrinya ambil adalah yang terbaik.

"Ayah, kalau kakak tidak jadi ambil sekolah bisnis di NUS boleh?" Malvin tersenyum mendengar pertanyaan dari putrinya.

"Kenapa? Asha mau nyusul Kafka?" Malvin menggoda putrinya seolah tahu akan mengarah kemana pembicaraan mereka.

"Ih ... ayaah, gak gitu. Kalau ke Harvard boleh yah?" Malvin menegapkan posisi duduknya yang semula santai berubah menjadi agak serius mendengar Asha.

"Di NUS juga ada kedokteran sayang, Stanford juga bagus. kenapa harus Harvard?" Lagi-lagi Malvin bisa menebak apa yang ada di kepala putrinya.

"Ayaaah," Asha mencebik, lagi dan lagi ayahnya mengetahui isi kepalanya.

"Harvard Medical School (HMS) punya fasilitas riset medis dan kolaborasi jaringan dengan rumah sakit terkemuka, selain itu punya prestise yang kuat. Mungkin nanti ambil spesialis bisa di Stanford, boleh ya yah?"

"Bukan karena Kafka?" Malvin kali ini menatap Asha dengan serius, memastikan tidak ada keraguan pada putrinya.

Asha menggelengkan kepalanya "Bukan ayah, Asha yakin itu yang Asha mau."

"Kemanapun Asha mau mengambil pendidikan, ayah dan bunda tidak akan pernah melarang. Dengan catatan semua berasal dari dalam diri dan keyakinan bahwa kamu bisa melakukan penuh kesadaran juga tanggung jawab.Mmenjadi dokter bukan hal yang mudah, pundak Asha akan menopang tanggung jawab yang besar. Berjuang untuk orang lain, menyelamatkan nyawa banyak orang tanpa perduli kamu kenal atau tidak. Tapi ketika Asha sudah yakin dengan semua itu, ayah dan bunda akan selalu mendukung apapun keputusanmu nak." Malvin memeluk putri sulungnya dengan penuh rasa bangga, kini putri kecilnya telah beranjak dewasa.

"Insyaallah Asha yakin yah," awalnya memang semua karena Kafka, tapi selama beberapa bulan Asha membaca buku dan jurnal tentang ilmu dasar kedokteran membuatnya semakin larut dan tertarik. Dia mencari informasi dengan detail setiap universitas kedokteran, alih-alih memilih universitas yang sama dengan Kafka. Asha lebih memilih Harvard sebagai tujuan masa depannya.

Maira masuk membawakan coklat hangat untuk suami dan anaknya, dia ikut bergabung dengan mereka. Quality time hanya bertiga dengan Asha yang kini beranjak dewasa membuat Maira tampak berkaca-kaca. Dia juga memberikan sebuah amplop berwarna putih tebal, bertuliskan Harvard Medical School.

"Tadi siang sampai sayang." Maira menyerahkan pada Asha.

"Bunda," Asha sudah berkaca-kaca, selama berbulan-bulan Asha fokus berlatih dan belajar untuk mengikuti program beasiswa Harvard. Bahkan semenjak masih di kelas sebelas dia sudah mulai mencari informasi tentang universitas-universitas yang masuk dalam listnya. Walaupun Asha tidak mengatakan pada kedua orang tuanya, tapi Malvin maupun Maira mengetahui semua persiapan putrinya. Mereka hanya memantau dan memastikan putri sulung mereka berada pada jalur yang benar.

"Asha pikir bisa menyembunyikan ini dari ayah dan bunda?" Maira menunjuk pada amplop putih yang sedang di pegang Asha.

"Asha mungkin lupa kalau akses jaringan di rumah semua terkoneksi dengan email kita bun," Malvin terkekeh melihat ekspresi Asha yang terkejut.

"Asha tidak ada hal yang mudah di dapatkan di dunia ini, apa yang sudah Asha dapatkan harus kamu syukuri sayang. Tanggung jawab Asha ke depan akan menjadi lebih berat, Asha mungkin akan melalui hari-hari yang panjang. Bisa juga hari yang melelahkan dan mungkin membuat kamu akan menyerah, tapi ingat satu hal ayah dan bunda akan selalu ada untuk Asha. Asha harus ingat semua yang Asha punya semua adalah milik Allah, terus belajar untuk bersyukur. Ayah dan bunda akan selalu menjadi rumah untuk Asha kembali." Maira mencium kening putri sulungnya.

Mereka beranjak dari ruang kerja Malvin dan menuju kamar masing-masing untuk istirahat. Asha mendapatkan pemberitahuan bahwa dia diterima di Harvard Medical School melalui program beasiswa yang dia ikuti beberapa waktu lalu. Saat ini fokusnya adalah mempersiapkan ujian akhir sekolahnya di JIS kemudian Bersiap untuk mengambil undergraduate degree Harvard yang wajib di lalui sebelum masuk pendidikan kedokterannya.

Asha merebahkan dirinya di kasur, menatap langit-langit kamarnya yang tertempel lampu berbentuk bintang dan bulan. Dia mengambil ponselnya, ada sedikit keraguan sebelum akhirnya Asha mengirimkan pesan.

"Kak apa kabar?"

"Kak Kafka tidak pernah kasih kabar Asha."

"Kakak sibuk sekali ya?"

"Jaga Kesehatan."

Sejak hari itu Asha masih terus mengirim pesan pada Kafka, namun sampai saat ini pesan Asha tak pernah di balas Kafka.

"Kak, hari ini Asha mulai ujian akhir."

"Doakan Asha ya semoga lulus dan masuk universitas terbaik."

Asha menatap layar ponselnya, entah sudah berapa kali dia mengirimkan pesan pada Kafka. Dia merebahkan diri di kasur dengan tangan yang memijat pelipisnya karena pusing, sampai akhirnya dia tertidur dengan sendirinya.

Asha melalui ujian akhir sekolahnya dengan baik, hasilnya pun sangat memuaskan. Jadwal wisuda sudah keluar, Asha sudah menerima undangan untuk menghadiri wisuda kelulusannya bersama keluarga.

"Kak Kafka, aku lulus dengan nilai yang memuaskan."

"Kamu tidak ingin memberiku selamat?"

"Kapan kakak pulang?"

"Asha kangen."

Lagi-lagi Asha hanya dapat menatap layar ponselnya dengan mata yang berkaca-kaca, ada rasa ingin marah tapi dia benar-benar merindukan Kafka.

"Sayang, boleh bunda masuk?" Asha buru-buru menyeka air matanya, takut bundanya melihat dia dalam kondisi yang tidak baik.

"Boleh bun," Maira masuk dengan membawa es krim tiramisu buatannya.

"Asha yakin tidak mau datang dulu ke wisuda sebentar saja?" Maira bertanya sekali lagi pada Asha, kalau saja mungkin putrinya berubah pikiran.

"Enggak bun, yang pentingkan ijazah sama transkip nilai Asha nanti tetap di kasih." Asha menyuapkan es krim kedalam mulutnya, es krim yang selalu menjadi kesukaannya. Es krim buatan bundanya memang tak ada duanya.

"Ya sudah kalau memang itu yang Asha mau."

"Semua sudah beres kak? Yakin ya gak ada yang ketinggalan?" Maira bangkit dari duduknya mengecek kembali isi koper-koper milik Asha yang belum di tutup.

"Eumm ... insyaallah sudah bun," bukan tanpa sebab Asha memilih untuk tidak datang keacara wisudanya. Asha memilih untuk berangkat ke Harvard sebulan sebelum masa perkuliahan di mulai, dia ingin melihat-lihat dulu kampusnya sebelum perkuliahan di mulai.

"Bun? Boleh Asha minta tolong?" Maira menatap putrinya, dari sorot matanya saja sudah dapat terlihat ada gurat kesedihan yang berusaha dia sembunyikan. Maira mencoba untuk tak menanyakan apapun dan hanya mendengarkan apa yang ingin putrinya katakana.

"Boleh sayang, sini bilang sama bunda. Ada apa?"

"Jangan bilang tante Tiara atau kak Kafka kalau Asha ambil kedokteran Harvard ya bun. Biarkan mereka mengira Asha di NUS," Maira menyetujui apa yang menjadi ke inginan putrinya, tak perlu menanyakan perihal alasannya. Dia adalah bundanya Asha, dia paham betul bagaiman putri sulungnya itu, Maira sudah mengatakan pada suaminya juga ke dua anaknya yang lain perihal Asha yang tidak mau siapapun tahu dia mengambil kedokteran di Harvard.

Asha sudah siap dengan semua barang-barang yang akan di bawanya ke Cambridge, Maira tersenyum simpul melihat putrinya saat ini. Alih-alih menangis, justru dia bahagia karena putrinya akan mulai menemukan banyak hal baru yang akan menjadikan dia bertambah dewasa. Rion dan Cia sebelumnya sudah menghabiskan banyak waktu bersama dengan Asha, bahkan selama tiga hari mereka tidur bersama. Malvin dan Maira mendidik mereka bertiga dengan baik.

Mereka semua berangkat ke bandara Soekarno-Hatta (CGK), termasuk pak Maman dan bi Ana yang ikut mengantar. Karena tidak ada rute penerbangan langsung dari Jakarta ke Boston, jadi Asha harus terbang dulu ke Singapur untuk transit sebelum menuju Boston. Asha menggunakan maskapai Singapore Airlines menuju Boston dengan perjalanan udara 18-19 jam, Malvin memilihkan maskapai yang menurutnya paling nyaman dan tidak terlalu lama jeda waktu transitnya.

"Sayang, jaga kesehatan. Ibadah jangan tertinggal, apapun yang terjadi jangan ragu untuk bilang ayah dan bunda." Malvin memeluk putri sulungnya, seolah enggan melepasnya pergi jauh. Bagi Malvin dia tetaplah bayi perempuannya sampai kapanpun.

Mereka semua berpelukan, Asha juga berpamitan pada pak Maman dan bi Ana. Dia melambaikan tangannya pada semua sambil berjalan masuk sampai tak terlihat lagi keluarganya dari pandangan mata barulah Asha berbalik dan berjalan maju.

"Hai dunia baru, semoga kita bisa saling membantu. Aku akan giat agar tidak mengecewakan ayah, bunda dan adik-adik. Kak Kafka aku masih merindukanmu, semoga waktu membuat hatimu meluluh." Asha bermonolog dengan dirinya sendiri.

Sementara itu di JIS sedang berlangsung acara wisuda kelulusan angkatan Asha, acara sambutan dan pesta terlihat meriah.

"Nak Kafka? Sedang libur?" Kepala sekolah langsung menghampiri Kafka saat melihatnya.

"Iya bu, kebetulan sedang libur semester. Jadi saya pulang sebentar," Kafka berbincang sebentar dengan mantan kepala sekolahnya, baru setelah itu dia ijin untuk bertemu yang lain. Di sana juga tampak Revan hadir sebagai alumni, dia memang pulang bersama Kafka karena mereka satu jurusan di Stansford.

"Cegil mu gak kliatan Kaf?" Mata Revan nampak berkeliling mencari seseorang yang dia sebut cegil Kafka.

"Gak usah mulai deh Van," Revan terkekeh, tapi memang sedari tadi Kafka mencari keberadaan Asha yang tak terlihat. Tiba-tiba saja Nana teman sekelas Asha lewat di samping mereka.

"Nana." Nana menoleh karena merasa ada yang memanggilnya.

"Eh kak Revan, kak Kafka." Nana berjalan menghampiri ke dua kakak seniornya itu.

"Sendirian? Asha mana? Biasanya kalian berdua," Revan celingak celinguk, sementara Kafka seperti biasa hanya diam.

"Hayo nyariin Asha ya? Tapi Asha sayangnya gak datang kak, kalau gak salah hari ini dia berangkat."

"Berangkat kemana?" Bukan Revan yang bertanya melainkan Kafka.

"Ehemm," Revan sengaja menggoda sahabatnya itu yang tampak tertarik ketika Nana bilang Asha tidak datang diacara wisudanya sendiri.

"Kurang tahu kemana, yang jelas dia kan mulai perkuliahan bulan september. Dia bilang kalau dia berangkat menuju negara tempat dia akan kuliah itu hari ini, gak ada yang tahu dia lanjut kuliah dimana," Nana bepamitan pergi pada Revan dan Kafka karena harus berfoto dengan teman-temannya.

"Makanya kalau Asha ngirim pesan itu di balas Kaf. Tahu rasa kan sekarang anaknya di cari in malah gak ada," Kafka mencelos mendengar sindiran Revan, ada rasa kecewa dalam hatinya. Kafka sendiri yang tidak membalas pesan-pesan Asha, tapi saat ini dia malah seolah datang mencari Asha.

Saat ini Asha sudah berada di bandara Singapur (SIN), sedang transit kurang lebih dua jam untuk menunggu penerbangan dari Singapur menuju bandara Boston (BOS). Karena lama tinggal di Singapur jadi dia tidak terlalu kesulitan, Asha memilih untuk mencari makan yang ada di dalam bandara sambil menanti waktu masuk pesawat, mengingat dia membawa beberapa koper besar.

Episodes
1 Prolog
2 Chapter 1 : Pemberitahuan
3 Chapter 2. Pulang ke Indonesia
4 Chapter 3. Bertemu Kembali
5 Chapter 4. Masihkah ada kesempatan?
6 Chapter 5. Pukulan untuk kafka
7 Chapter 6. Hati yang retak
8 Chapter 7. Akan menebus yang hiang
9 Chapter 8. Awal mula benci
10 Chapter 9. Asha crayon Kafka
11 Chapter 10. Kembalinya Ashana
12 Chapter 11. Makan siang bersama
13 Chapter 12. Masalah baru
14 Chapter 13. Kesalah pahaman
15 Chapter 14. Hukuman dari bu eli
16 Chapter 15. Kelulusan Kafka
17 Chapter 16. Makan malam
18 Chapter 17. Asha dan semestanya
19 Chapter 18. Harvard
20 Chapter 19. Ulang tahun Kafka
21 Chapter 20. Indonesia
22 Chapter 21. Tidak antusias lagi
23 Chapter 22. Kecelakaan sang ayah
24 Chapter 23. Berpulangnya Ayah Asha
25 Chapter 24. Kehilangan
26 Chapter 25. Luka
27 Chapter 26. Stanford
28 Chapter 27. Salah paham lagi
29 Chapter 28. Asha kecelakaan
30 Chapter 29. Aku bukan lagi Ashana
31 Chapter 30. Hidup Baru Sebagai Key
32 Chapter 31. Rion si overprotektif
33 Chapter 32. pertemuan maira dan tiara
34 Chapter 33. Penyesalan kafka
35 Chapter 34. Bucket Bunga Mawar
36 chapter 35. Key X Kafka satu team
37 Chapter 36. Sikap Profesional Key
38 Chapter 37. Sama-sama terluka
39 Chapter 38. Jangan Pulang
40 Chapter 39. Memperjuangan Key di mulai
41 Chapter 40. Cincin di jari manis
42 Chapter 41. Kena Amukan Key
43 Chapter 42. Amoora memberitahu Kafka
44 Chapter 43. Trauma
45 Chapter 44. Penyebab & Penawar Luka
46 Chapter 45. Menghabiskan hidupku bersamamu
47 Chapter 46. Siapa Altezza
48 Chapter 47. Kafka marah
49 Chapter 48. A2R si kompor
50 Chapter 49. Kegagalan Kafka
51 Chapter 50. Usaha mama Tiara untuk Kafka
52 Chapter 51. Deeptalk Key x Kafka
53 Chapter 52. Obrolan Kafka x Altezza
54 Chapter 53. Menginap
55 Chapter 54. Mengurai kesalah pahaman
56 Chapter 55. Baikan
57 Chapter 56. Pergi satu yang lain datang
58 Chapter 57. Obrolan singkat Key dan bunda
59 Chapter 58. Lima Sekawan (Key, Kafka, A2R)
60 Chapter 59. Berhasil melakukan tindakan
61 Chapter 60. Masalah baru
62 Chapter 61. Dek Sha
63 Chapter 62. Tawaran kerja sama dari Lita
64 Chapter 63. Pertemuan 3 dokter
65 Chapter 64. Alena
66 Chapter 65. Vincent pindah ruangan
67 Chapter 66. Teman lama Kafka & Revan
68 Chapter 67. Awal kedekatan Asha & Alena Remaja
69 Chapter 68. Kita ketemu di sasana
70 Chapter 69. Deeptalk Kafka bersama Key, A2R, Vincent dan Alena
71 Chapter 70. Aku mau bayi kol
72 Chapter 71. Aku Menyukai Alena
73 Chapter 72. Lita dkk berulah
74 Chapter 73. Revan Alena salah tingkah
75 Chapter 74. Key Marah
76 Chapter 75. Rion si bocah
77 Chapter 76. Deeptalk Kafka x Rion
78 Chapter 77. Deeptalk Kafka x Key (2)
79 Chapter 78. Deeptalk Kafka x Key (3)
80 Chapter 79. Kamu adalah obat terbaik
81 Chapter 80. fase Kubler-Ross Key
82 Chapter 81. Makan malam bersama setelah sembilan tahun
83 Chapter 82. Kafka dan bunda Maira
84 Chapter 83. Tidak bisa gegabah
85 Chapter 84. Penyesalan Argan
86 Chapter 85. I love you Ashana
87 Chapter 86. Tim K2 n A2R
88 Chapter 87. Couple A2
89 Chapter 88. Sarapan bersama tim
90 Chapter 89. Ajakan bulan madu
91 Chapter 90. Rindu seorang mama mertua
92 Chapter 91. Hodie untuk Ķafka
93 Chapter 92. Namanya Ashana Keyra Zerrin
94 Chapter 93. Amarah Tiara yang tertunda
95 94. Will you marry me (Alena)
96 95. Pasar malam
97 96. Pasar malam 2 (Sederhana menghangatkan hati)
98 97. Pacaran Halal
99 98. Puncak Bogor
100 Liburan singkat penuh arti
101 dokter Shanine
102 Suami dek Sha tersayang
103 Keputusan dokter Shanine
104 Ketrampilan tersembunyi Key
105 Karena mereka percaya kemampuanmu
106 Briefing
107 Key memimpin operasi
108 Perjuangan Key & tim
109 Satu atau dua tampan atau cantik sepertimu
110 Obrolan Ringan dalam mobil
111 Kerandoman pagi ruangan tim bedah Kafka
112 Sahabat saling menguatkan
113 Maaf. dia belum ada di sini
114 Dukungan Key untuk Amoora
115 Pernikahan Naren & Cia
116 Mensyukuri keterpaksaan
117 Key merajuk
118 test pack
119 Kabar bahagia
120 Manis tapi lebih manis dari gula
121 Biar kamu makin cinta
122 Pengganti es coklat
123 Dapat sepasang
124 Jatuh dari tangga
125 Istriku kenapa Van?
126 Keguguran
127 Datang untuk minta maaf
128 Berdua saling menguatkan
129 Sama-sama kehilangan
130 Permintaan maaf Lita
Episodes

Updated 130 Episodes

1
Prolog
2
Chapter 1 : Pemberitahuan
3
Chapter 2. Pulang ke Indonesia
4
Chapter 3. Bertemu Kembali
5
Chapter 4. Masihkah ada kesempatan?
6
Chapter 5. Pukulan untuk kafka
7
Chapter 6. Hati yang retak
8
Chapter 7. Akan menebus yang hiang
9
Chapter 8. Awal mula benci
10
Chapter 9. Asha crayon Kafka
11
Chapter 10. Kembalinya Ashana
12
Chapter 11. Makan siang bersama
13
Chapter 12. Masalah baru
14
Chapter 13. Kesalah pahaman
15
Chapter 14. Hukuman dari bu eli
16
Chapter 15. Kelulusan Kafka
17
Chapter 16. Makan malam
18
Chapter 17. Asha dan semestanya
19
Chapter 18. Harvard
20
Chapter 19. Ulang tahun Kafka
21
Chapter 20. Indonesia
22
Chapter 21. Tidak antusias lagi
23
Chapter 22. Kecelakaan sang ayah
24
Chapter 23. Berpulangnya Ayah Asha
25
Chapter 24. Kehilangan
26
Chapter 25. Luka
27
Chapter 26. Stanford
28
Chapter 27. Salah paham lagi
29
Chapter 28. Asha kecelakaan
30
Chapter 29. Aku bukan lagi Ashana
31
Chapter 30. Hidup Baru Sebagai Key
32
Chapter 31. Rion si overprotektif
33
Chapter 32. pertemuan maira dan tiara
34
Chapter 33. Penyesalan kafka
35
Chapter 34. Bucket Bunga Mawar
36
chapter 35. Key X Kafka satu team
37
Chapter 36. Sikap Profesional Key
38
Chapter 37. Sama-sama terluka
39
Chapter 38. Jangan Pulang
40
Chapter 39. Memperjuangan Key di mulai
41
Chapter 40. Cincin di jari manis
42
Chapter 41. Kena Amukan Key
43
Chapter 42. Amoora memberitahu Kafka
44
Chapter 43. Trauma
45
Chapter 44. Penyebab & Penawar Luka
46
Chapter 45. Menghabiskan hidupku bersamamu
47
Chapter 46. Siapa Altezza
48
Chapter 47. Kafka marah
49
Chapter 48. A2R si kompor
50
Chapter 49. Kegagalan Kafka
51
Chapter 50. Usaha mama Tiara untuk Kafka
52
Chapter 51. Deeptalk Key x Kafka
53
Chapter 52. Obrolan Kafka x Altezza
54
Chapter 53. Menginap
55
Chapter 54. Mengurai kesalah pahaman
56
Chapter 55. Baikan
57
Chapter 56. Pergi satu yang lain datang
58
Chapter 57. Obrolan singkat Key dan bunda
59
Chapter 58. Lima Sekawan (Key, Kafka, A2R)
60
Chapter 59. Berhasil melakukan tindakan
61
Chapter 60. Masalah baru
62
Chapter 61. Dek Sha
63
Chapter 62. Tawaran kerja sama dari Lita
64
Chapter 63. Pertemuan 3 dokter
65
Chapter 64. Alena
66
Chapter 65. Vincent pindah ruangan
67
Chapter 66. Teman lama Kafka & Revan
68
Chapter 67. Awal kedekatan Asha & Alena Remaja
69
Chapter 68. Kita ketemu di sasana
70
Chapter 69. Deeptalk Kafka bersama Key, A2R, Vincent dan Alena
71
Chapter 70. Aku mau bayi kol
72
Chapter 71. Aku Menyukai Alena
73
Chapter 72. Lita dkk berulah
74
Chapter 73. Revan Alena salah tingkah
75
Chapter 74. Key Marah
76
Chapter 75. Rion si bocah
77
Chapter 76. Deeptalk Kafka x Rion
78
Chapter 77. Deeptalk Kafka x Key (2)
79
Chapter 78. Deeptalk Kafka x Key (3)
80
Chapter 79. Kamu adalah obat terbaik
81
Chapter 80. fase Kubler-Ross Key
82
Chapter 81. Makan malam bersama setelah sembilan tahun
83
Chapter 82. Kafka dan bunda Maira
84
Chapter 83. Tidak bisa gegabah
85
Chapter 84. Penyesalan Argan
86
Chapter 85. I love you Ashana
87
Chapter 86. Tim K2 n A2R
88
Chapter 87. Couple A2
89
Chapter 88. Sarapan bersama tim
90
Chapter 89. Ajakan bulan madu
91
Chapter 90. Rindu seorang mama mertua
92
Chapter 91. Hodie untuk Ķafka
93
Chapter 92. Namanya Ashana Keyra Zerrin
94
Chapter 93. Amarah Tiara yang tertunda
95
94. Will you marry me (Alena)
96
95. Pasar malam
97
96. Pasar malam 2 (Sederhana menghangatkan hati)
98
97. Pacaran Halal
99
98. Puncak Bogor
100
Liburan singkat penuh arti
101
dokter Shanine
102
Suami dek Sha tersayang
103
Keputusan dokter Shanine
104
Ketrampilan tersembunyi Key
105
Karena mereka percaya kemampuanmu
106
Briefing
107
Key memimpin operasi
108
Perjuangan Key & tim
109
Satu atau dua tampan atau cantik sepertimu
110
Obrolan Ringan dalam mobil
111
Kerandoman pagi ruangan tim bedah Kafka
112
Sahabat saling menguatkan
113
Maaf. dia belum ada di sini
114
Dukungan Key untuk Amoora
115
Pernikahan Naren & Cia
116
Mensyukuri keterpaksaan
117
Key merajuk
118
test pack
119
Kabar bahagia
120
Manis tapi lebih manis dari gula
121
Biar kamu makin cinta
122
Pengganti es coklat
123
Dapat sepasang
124
Jatuh dari tangga
125
Istriku kenapa Van?
126
Keguguran
127
Datang untuk minta maaf
128
Berdua saling menguatkan
129
Sama-sama kehilangan
130
Permintaan maaf Lita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!