Setelah tidur beberapa jam, rasa kantuk ku sudah mulai hilang. Tapi pegal pegal badan ku masih terasa.
Kerongkongan ku rasanya kering sekali, aku mengulet dan menapakkan kaki ku untuk keluar dari kamar. Ku lihat jam masih menunjukkan pukul 09.00 malam.
Sayup sayup ku dengar suara Buyut yang sedang berbicara serius dengan mbak Murni di ruang tamu bersama Mas Ali juga.
Aku bingung, apakah aku harus bergabung dengan mereka, aku masih merasa malu karena belum terbiasa. Dan akhirnya Aku memutuskan untuk kembali ke kamar saja.
Namun saat hendak membalikkan badan, aku mendengar percakapan mereka karena nada suara yang memang agak sedikit tinggi.
Murni : Ibu, Ibu gak bisa ambil keputusan sepihak tanpa diskusi dulu sam aku dan Mas Ali. Kalo kita keberatan Ibu harusnya juga paham, kita memang gak punya anak, tapi bukan berarti kita juga harus urus anak orang lain Bu!!!!
Mendengar perkataan Mbak Murni, tiba tiba saja dadaku sesak, nafasku mulai tidak beraturan. Ada rasa marah dan rasa kecewa dalam hatiku.
Aku tidak boleh mendengarkan percakapan mereka. Aku takut tidak akan bisa menahan amarah ku. Aku lebih memilih untuk kembali tidur, walaupun mataku tetep tidak bisa berkompromi.
Tidak lama terdengar suara deritan dari pintu yang di buka. Aku berpura-pura memejamkan mataku agar tidak ketahuan mendengarkan pembicaraan mereka.
Buyut : Cah ayu, ayo bangun, makan dulu. Nanti sakit kalo perut nya tidak di isi. ( Membangunkan dengan mengelus sayang rambut hitam ku yang saat itu tidak menggunakan hijab karena sedang di kamar ).
Ayu : Iya Buyut ( sambil berpura-pura mengulet dan mengucek mata )
Aku dan buyut menuju ruang makan, masih ada makanan tersisa sedikit, sepertinya yang lain sudah makan.
Ayu : Mbak Murni dan Mas Ali, Ayu makan yah. Terimaksih sudah di jamu dengan baik.
Mas Ali : Jangan sungkan ya Yu, anggap aja rumah sendiri. Anggap juga Mas da Mbak kaya orang tua kamu yah.
Mbak Murni : Iya, jangan sungkan
Ada sedikit kebingungan di benak ku, mereka begitu baik. Tidak seperti pembicaraan yang barusan aku dengar. Apa tadi aku hanya bermimpi, atau aku salah dengar.
Mungkin aku salah mengartikan pembicaraan mereka karena hanya mendengar sepenggal saja. Aku mencoba mempercayai bahwa mereka menyayangiku denga sepenuh hati.
Selesai makan, aku membersihkan meja makan dan mencuci piring bekas makan yang numpuk di dapur. Mungkin Mbak Murni tidak sempat mencucinya.
Buyut : Cah ayu ini sesuai dengan nama nya, Ayu, rajin, pinter dan sopan. Jangan di sia siakan kalian bisa merawat Ayu. Ibu tidak mentoleransi jika ada hal buruk terjadi sama cucu buyutku ini.
Mbak Murni dan Mas Ali hanya mengiyakan perkataan buyut Ayu, tidak ada yang bisa membantah dan mengkomplain perkataan beliau.
Seminggu sudah berlalu, Buyut sudah mengurus segala keperluan sekolahku di tempat Mbak Murni. Aku bahagia bisa melanjutkan sekolahku. Tapi ada rasa sungkan karena sepertinya Mbak Murni tidak menyukai kehadiran ku.
Hari ini Buyut sudah harus pulang ke desa, banyak urusan yang tertunda karena mengurus ku di sini. Aku Mbak Murni dan Mas Ali mengantarkan Buyut ke terminal terdekat.
Di perjalanan aku hanya menggenggam erat tangan Buyutku, berat rasanya di tinggalkan beliau. Tapi aku sudah berpasrah, semoga mereka sayang padaku.
Sepanjang perjalanan pulang, Buyut banyak memberikan nasihat padaku. Pada Mbak Murni dan Mas Ali. Kami hanya mengiyakan dan mematuhinya. Kalo membantah, akan panjang urusannya.
Akhirnya kami tiba di terminal, aku tidak bisa menyembunyikan kesedihan ternyata. Tiba tiba saja aku menangis tersedu sedu sambil memeluk Buyut Ayu.
Buyut : Cah Ayu, nurut yah sama Mas dan Mbak mu. mereka itu gantinya Bapak dan Ibu disini. Kapan kapan buyut mu akan datang lagi ke sini. (Sambil menepuk nepuk punggung belakang ku ).
Ayu : Iya Buyut, Do'a kan supaya Ayu betah dan Mbak Murni dan Mas Ali juga betah di repotin Ayu.
Mas Ali : Tidak Yu, kami senang. Rumah jadi rame kalo banyak tamu.
Buyut : Loh kok tamu!!!!! anggap Ayu itu anak kalian. Jangan membuat Ibu berubah pikiran untuk tinggal lebih lama. (Menatap tajam mata Mas Ali )
Mas Ali : Iya itu maksudnya Bu. Maaf ya Bu ( sambil menggaruk kepala yang tidak gatal sebenarnya)
Mbak Murni lebih memilih diam mendengarkan perdebatan meraka. Aku juga hanya tersenyum mencoba mencairkan suasana.
Kami pun kembali ke rumah, tapi di perjalanan Mbak Murni memutuskan untuk membeli peralatan sekolahku yang belum lengkap. Ada beberapa yang belum di beli. Kami pun mampir di supermarket terdekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments