Tahlil

Bara merasakan hal baru yang mana dirinya mandi di air yang sudah ditampung di bak besar. Ia segera mandi dengan sabun yang dibawakan Nina, tanpa sikat gigi karena gadis itu belum mempersiapkan nya. Setelah selesai ia merasa begitu segar, ia keluar dari kamar mandi yang sudah mengenakan pakaian casual nya. Kaos berwarna Navy dengan celana training abu-abu. Rumah bude yang dimaksud adalah kakak dari ayah Nina yang tepat berada di depan rumahnya.

"Dipanggil Ibu." ucap Nina membuat Bara mengangguk, ia merapikan rambutnya dan ikut keluar dari rumah sang bude itu. Oh ya Panggil saja Bude Darmi, kakak dari Pak Darmo yaitu ayah Nina.

"Nak bisa bawa motor? Temenin ibu ke warung Bu Tini mau belanja buat tahlil." ucap Mita.

"Bisa Bu. Kenapa nggak pake mobil Bu?" tanya Bara, karena mobil Bara terparkir didepan halaman rumah bude Darmi.

"Yowalah Yo nggak bisa masuk nanti, orang jalannya kecil." Ucap Mita membuat Bara mengangguk.

"Ayo biar Bara Antar." ucapnya dengan lembut. Ia mengenakan motor metic milik Nina yang biasanya digunakan untuk pergi bekerja ketoko Keira.

"Nina jangan dikamar terus, bantu Bude siapin yang lain." ucap Mita membuat Nina mengangguk pelan. Bara menelusuri jalan bebatuan itu dengan hati-hati, dengan arahan dari Mita mereka sampai di warung sayuran dan sembako itu.

"Mita saya turut berduka cita ya." ucap Tini sang pemilik warung. Bisa dibilang warungnya memang berada didesa yang sama, hanya saja di RT yang berbeda. Jarak dari kota ke desa tempat Nina tinggal sekitar 40 menit. Nina setiap hari ke toko Keira memakan waktu setengah jam jika ngebut. Tapi kadang ia tidur dikost Dini jika lelah, kadang tidur di toko karena mess di sediakan di sana.

"Itu siapa?" tanya Tini saat Mita memilah sayuran.

"Mantu.." jawab Mita seadanya. Bara hanya diam duduk di kursi yang ada didekat warung.

"Hah yang bener kamu Mit? Kapan Nina nikah?"

"Ah panjang ceritanya, aku kesini mau belanja buat tahlil nanti malam Tin. Maaf ya ngebon dulu setengahnya." ucap Mita merasa tak enak, Tini hendak protes namun dirinya mengerti bahwa Mita dalam keadaan berduka.

" Udah Bu?" tanya Bara. Mita mengangguk pelan, Bara membantu membawa semua barang belanjaannya keatas motor. Ia mengeluarkan dompetnya dan bertanya pada Tini. Karena tadi Mita membayarnya hanya lima ratus ribu saja.

"Bara biarin ibu aja yang urus itu Nak... " Mita tak enak dengan Bara.

"Berapa Bu?" tanya Bara pada Tini.

"Totalnya satu juta, hutang Bu Mita juga masih ada lima ratus Ribu." ucapnya dengan kicep menatap Bara yang tampan.

"Tini..." Mita kesal melihat Tini, dirinya tak ingin merepotkan Bara. Biarkan dirinya saja yang menanggung semuanya.

"Ini Bu, Jadi hutang ibu saya lunas ya." ucap Bara memberikan uang pas Pada Tini. Untungnya dirinya membawa uang Cash di dompetnya.

"Kenapa malah kamu bayarin toh Nak, biarin itu jadi urusan ibu."

"Bara sudah menjadi keluarga ibu, Ayah sudah nggak ada jadi Bara yang bertanggung jawab untuk Ibu." Mereka melanjutkan perjalanan pulang. Mita terharu mendengar hal itu, namun dirinya tak bisa menerima begitu saja.

"fokus sama Nina Nak. Biar ibu bisa berusaha sendiri."

"Bara akan fokus sama Nina ibu tenang aja." Bara mencoba bersikap agar Mita merasa tenang, sesampainya disana dirinya membawa barang belanjaannya ke dapur. Para tetangga terkesima melihat ketampanan Bara. Terlebih anak gadis mereka yang terpesona dengan Bara yang membantu Mita membawa barang-barang bawaannya.

"Ada lagi yang perlu Bara bantu Bu?" tanya nya.

"Nggak ada, ini udah jadi urusan ibu-ibu di dapur. Kamu istirahat aja sana dikamar Nina." ucap Mita merasa tak enak dengan Bara. Ia segera keluar dari rumah itu lebih tepatnya duduk di teras dan mengeluarkan ponselnya.

"Saya mau pakaian saya, pakaian kerja juga siapkan untuk beberapa hari kedepan. Perlengkapan mandi juga, saya butuh uang cash. Dan Tolong kamu bawa buah-buahan." Begitulah percakapan yang didengar oleh Nina. Ia meletakan secangkir kopi diatas meja sebelah Bara duduk. Kursi itu terbuat dari bambu, begitu pula dengan mejanya.

"Terimakasih." ucap Bara.

"Mas Bara.." panggil anak laki-laki yang usianya sama seperti keponakan yaitu Leon. Usianya menginjak delapan tahun. Dia adalah Ari adik Nina dan yang satunya lagi berusia sepuluh tahun adalah Yuda.

"Jangan ganggu orang Ari, ke kamarmu sana. Atau main sama mas Yuda." ucap Nina membuat Ari sedih.

"Sini sama mas, duduk sini." ucap Bara pelan. Ari menurut dan duduk di sebelahnya.

"Mas itu mobil mas Barakan yaa." ucapnya seraya menunjuk kearah mobil Bara yang terparkir di sebrang sana.

"Iya kenapa?"

"Ari mau naik mobil mas Bara." ucapnya dengan pelan.

"Boleh, besok ya pas kita belanja buat acara tahlil."

"Beneran mas?" tanya nya antusias.

"Beneran dong." Ari senang sekali mendengar nya.

"Mas... Kenapa ya Ayah pergi ninggalin kita semua?" pertanyaan itu membuat Bara membisu, Nina langsung membuang muka karena airmata nya tiba-tiba menetes. Sementara Yuda memilih untuk pergi dari sana dan tidak bergabung dengan obrolan mereka.

"Allah lebih sayang Ayah, Ari jangan sedih lagi ya. Ayah bahagia bersama Allah di surga." ucap Bara seraya mengelus puncak kepalanya.

"Apa Ayah nggak bahagia disini?"

"Tentu saja bahagia. Ayah mana yang nggak bahagia Punya istri yang baik seperti ibu, punya anak cantik seperti mbak Nina, punya anak ganteng dan pintar seperti mas Yuda dan Ari... Ayah pasti bahagia Ari." Bara membawanya dalam pelukannya. Anak itu tersenyum mendengar hal itu.

"Ari janji sama Ayah. Ari akan jadi orang yang sukses buat bikin keluarga ini bahagia." ucap Ari membuat mereka terharu.

"Mas gimana caranya sukses?"

"Ari harus sekolah yang rajin, nggak boleh nakal disekolah. Mas akan sekolahin Ari sampai Ari Kuliah, nggak hanya Ari Mas Yuda juga harus kuliah agar bisa jadi orang sukses." ucap Bara membuat Ari bersemangat.

"Ari pasti sekolah yang bener." ucapnya lagi. Bara tersenyum mendengar hal itu.

.

.

Sampailah dimana Malam itu tiba, sehabis sholat isya para tetangga bahkan ada juga orang luar yang mengenal Darmo ikut hadir dalam acara tahlilan malam ini. Semua sudah siap, Bara juga sudah siap dengan sarung dan kemeja lengan pendek berwarna abu-abu itu. Ia duduk disebelah Yanto suami dari bude Darmi yang jelas kakak ipar ayah Nina (Darmo). Ari dan Yuda juga duduk disebelahnya mereka memulai tahlil bersama.

Pembacaan surah yasin dan Tahlil dilangsungkan pada saat itu juga. Mungkin banyak yang bertanya siapakah Bara? Kenapa pria itu ada di keluarga Darmo. Ia hanya bisa diam seraya membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an itu. Sampai dimana pembacaan itu selesai, para tamu disuguhkan jajanan tradisional dan nasi yang lengkap dengan lauknya. Mulailah pak RT sebagai tetua berbicara untuk tidak menimbulkan kecurigaan atau kesalahan pahaman kenapa Bara ada disini. Yanto sudah berbicara dengan Pak RT sejak Darmo dimakamkan.

"Baik, Bapak-bapak saya disini mau menyampaikan. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman jadi saya ingin memberitahu kepada Bapak-bapak bahwa Mbak Nina anak alm pak Darmo ini sudah menikah. Ini adalah Mas Bara suami Mbak Nina." Bara tersenyum dan mengangguk ramah menyapa para tamu.

"Owalah suami mbak Nina, tak kira siapa? Dari tadi aku Yo penasaran pak RT Sopo Jane?" ucap salah satu warga (Siapa sebenarnya?).

Terpopuler

Comments

NNPAPALE🦈🦈🦈🦈

NNPAPALE🦈🦈🦈🦈

semoga lancar rumah tangganya nina bara... semoga keluarga bara menyetujui...

2024-11-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!