Bab 17 | Pameran Ekstrakurikuler

Aku berjalan kembali ke kelas, sendirian seperti biasa. Langkah-langkahku menggema di koridor, suara sepatu yang bergesek dengan lantai hampir terasa seperti satu-satunya irama di dunia yang sunyi ini. Berjalan sambil melamun, pikiranku melayang ke berbagai arah, membayangkan hal-hal yang jauh dari realitas sekolah.

Brak!

Sebuah benturan membuatku tersentak. Bahuku menabrak seseorang, cukup keras hingga aku hampir terhuyung ke belakang. Aku mengangkat kepalaku dan langsung meminta maaf.

“Ah, maaf … aku tidak sengaja.”

Suaraku terdengar gugup, seperti biasanya jika berhadapan dengan orang asing. Namun, ketika aku melihat wajah di depanku, ada perasaan deja vu yang aneh. Senyum lebar menghiasi wajahnya. Rambutnya yang berantakan dan mata cokelatnya yang cerah membuat kenangan lama membanjiri pikiranku.

“Iya, nggak apa … kamu Aura, kan? Masih ingat aku?” katanya dengan suara yang terdengar riang.

Aku terdiam sejenak, otakku berusaha menggali memori. Lalu, ingatan itu muncul seperti kilatan cahaya.

“Iya. Nara, kan?” tanyaku memastikan dengan nada sedikit tidak percaya.

Nara mengangguk dengan semangat, senyum di wajahnya semakin lebar. Rasanya hampir tak nyata melihatnya di sini. Nara, teman satu timku saat MOS—saat itu dia yang paling kocak, paling ceria, dan entah bagaimana selalu berhasil membuat suasana jadi lebih hidup.

“Yup! Ngomong-ngomong, lagi apa kamu di sini?” tanyanya, matanya memindai sekeliling koridor yang sepi.

“Ah… aku mau balik ke kelas,” jawabku sambil sedikit berusaha menghindari kontak matanya.

Ada sesuatu tentang Nara yang membuat jantungku berdebar aneh, seperti ketukan drum yang terlalu cepat.

Nara tertawa kecil, suara tawa yang khas dan tak berubah sejak terakhir kali kami berbicara. “Di aula sekolah ada pameran ekstrakurikuler, loh … kamu nggak mau lihat?”

Dia mencondongkan badannya sedikit, membuat jarak di antara kami semakin dekat.

Oh, itu pameran yang dibicarakan Edo tadi pagi. Aku tidak tertarik dengan hal semacam itu, berkumpul dengan banyak orang hanya membuatku canggung. Dengan cepat, aku menggeleng.

“Nggak, aku nggak terlalu tertarik,” jawabku dengan suara pelan.

Namun, Nara tidak menyerah begitu saja. Dengan gerakan yang cepat, dia meraih tanganku. Sentuhannya hangat dan lembut, mengejutkanku hingga nyaris melompat.

“Ayo ke sana! Temani aku,” katanya, mata cerahnya menatapku dengan harapan. “Aku juga lagi sendirian aja.”

Aku terdiam sejenak, melihat bagaimana tangannya menggenggam tanganku. Jantungku kembali berdetak dengan ritme aneh. Rasa gugup bercampur dengan rasa penasaran. Akhirnya, aku hanya mengangguk pelan.

“Eh, eh … iya …”

...»»——⍟——««...

Langkah kami menuju aula terasa lebih lambat dari seharusnya. Aku masih bisa merasakan genggaman tangan Nara di pergelangan tanganku, sebuah kehangatan yang asing tapi menenangkan. Aula sekolah sudah mulai penuh dengan siswa-siswa yang bersemangat mencoba berbagai kegiatan. Suara riuh rendah terdengar memenuhi ruangan, menggema hingga ke ujung-ujungnya.

“Lihat, ada klub seni rupa!” seru Nara sambil menunjuk ke salah satu sudut di mana sekelompok siswa sedang memamerkan lukisan dan sketsa mereka.

Warna-warna cerah dan bentuk-bentuk abstrak menghiasi dinding di belakang mereka, menciptakan kontras dengan suara riuh rendah aula. Aku mengangguk pelan, berpura-pura tertarik, meskipun sebenarnya bukan lukisan itu yang menarik perhatianku. Mataku justru terus mengikuti gerakan Nara yang tampak begitu hidup dan ceria, memancarkan energi yang terasa hangat dan tak asing. Rasanya aneh melihatnya di sini setelah sekian lama.

Tatapanku tiba-tiba terhenti saat menyusuri aula yang padat. Di depan stand basket, sepasang mata yang sudah terlalu kukenal balas memandangku. Ryan, dengan senyumannya yang seakan tak pernah redup, berdiri di tengah kerumunan. Dadaku seketika mengencang. Aku berusaha mengalihkan pandangan, berharap dia tak mendekat atau memperhatikan lebih lanjut.

“Aura, kamu kenapa?” tanya Nara sambil mencondongkan badannya sedikit ke arahku, ekspresi khawatir menghiasi wajahnya.

“Nggak kok, nggak papa,” jawabku cepat, berusaha terdengar santai.

Aku menggigit bibir, mencoba menahan gejolak dalam dadaku.

Nara memiringkan kepalanya, ekspresinya berubah penasaran. “Apa ada ekstrakurikuler yang mau kamu ikuti?” tanyanya sambil terus menggandeng tanganku.

Kami menyusup di antara kerumunan siswa yang berlalu-lalang, mencoba melihat-lihat semua stand yang berjajar rapi. Aku menggeleng pelan, merasa agak canggung.

“… entah lah …” Gumamku terasa tenggelam dalam riuh suara aula.

Padahal, entah kenapa aku ingin menambahkan bahwa aku tidak yakin apa yang kucari di sini. Ada perasaan ragu yang menjalari hatiku, bercampur dengan ketakutan kecil kalau Ryan mungkin saja tiba-tiba mendekat dan berbicara denganku.

Setiap stand memiliki daya tariknya masing-masing. Klub debat menampilkan brosur penuh slogan motivasi, sementara klub tari menampilkan demo gerakan yang penuh semangat. Baru kali ini aku menyadari betapa banyaknya pilihan di sekolah ini. Di sisi lain aula, klub teater sedang memamerkan kostum warna-warni dan memainkan cuplikan singkat dari drama mereka.

“Ayo, ayo … silakan dicicipi kuenya …” suara lembut seorang murid di salah satu stand menangkap perhatian kami.

Nara menoleh cepat, tertarik seperti anak kecil yang menemukan permen kesukaannya. Kami berjalan mendekat dan melihat sekelompok siswa klub memasak dengan senyum ramah, di depan mereka tersusun rapi potongan brownies cokelat yang menggoda.

“Eh, kak Endra, bukan?” Nara menyapa dengan ramah, wajahnya berseri.

Ternyata sosok jangkung dengan senyum hangat itu adalah Endra, anak OSIS yang kami kenal saat MOS.

Endra mengangguk dan tersenyum lebar. “Lama nggak ketemu, Nara,” katanya, lalu matanya beralih ke arahku. “Apa kabar, Aura?”

“Baik, kak,” jawabku sambil mengangguk pelan.

Di belakangku, suara tawa dan obrolan para siswa lain bergema, tapi sejenak rasanya hanya kami bertiga yang ada di sana.

“Mau coba kuenya? Ini buatan kami sendiri, dari klub memasak,” tawarnya sambil mengangkat satu piring kue.

Aroma manis cokelat menguar, membuat perutku mendadak merasa lapar padahal aku sudah memakan habis bekalku tadi.

Nara tanpa ragu mengambil satu potong dan menggigitnya. Matanya membulat seketika, mengisyaratkan betapa enaknya kue itu.

“Enak banget, Kak … ini beneran kakak yang buat sendiri?” tanyanya, suaranya penuh kekaguman.

Kak Endra tertawa, senyumannya membuat suasana menjadi lebih santai. “Iya, bersama anak-anak klub. Kalau kalian mau, bolehlah bergabung di klub memasak.”

Nara berhenti mengunyah dan menggeleng cepat. “Nggak deh, Kak. Aku nggak berbakat masak, lebih suka makan aja,” jawabnya sambil tertawa kecil.

Tawanya menular, membuat kak Endra ikut tersenyum. Kak Endra kemudian menatapku, matanya mengamati reaksiku yang diam.

“Kalau Aura?”

...»»——⍟——««...

Episodes
1 Bab 1 | Ayo Kita Pacaran!
2 Bab 2 | Dilabrak
3 Bab 3 | Kantin
4 Bab 4 | Pembalasan
5 Bab 5 | Kantor BK
6 Bab 6 | Mau Satu Kelompok Denganku?
7 Bab 7 | MOS (1)
8 Bab 8 | MOS (2)
9 Bab 9 | MOS (3)
10 Bab 10 | Godaan Ryan
11 Bab 11 | Terjebak di Toilet
12 Bab 12 | Menangis di Pelukan Ryan
13 Bab 13 | Kerja Kelompok
14 Bab 14 | Mampir ke Rumahmu, ya?
15 Bab 15 | Mau Jalan Bareng ke Kantin?
16 Bab 16 | Taman Belakang Sekolah
17 Bab 17 | Pameran Ekstrakurikuler
18 Bab 18 | Klub Memasak
19 Bab 19 | Aku Ingin Memperingatkan Kamu
20 Bab 20 | Uang Kas
21 Bab 21 | Penggeledahan
22 Bab 22 | Dituduh Mencuri
23 Bab 23 | Mau Jalan-jalan Bersamaku?
24 Bab 24 | Daun Berguguran
25 Bab 25 | Telepon dari Orang Tuaku
26 Bab 26 | Dasar Pencuri!
27 Bab 27 | Nara
28 Bab 28 | Mau Jadi Temanku?
29 Bab 29 | Ayo Kita Bolos!
30 Bab 30 | Sejak Kapan Kalian Pacaran?
31 Bab 31 | Darah
32 Bab 32 | Ryan Menggendongku
33 Bab 33 | Pemeriksaan
34 Bab 34 | Rujukan
35 Bab 35 | Ryan Terlihat Aneh
36 Bab 36 | Kita Harus Berhenti
37 Bab 37 | Klub Memasak (1)
38 Bab 38 | Klub Memasak (2)
39 Bab 39 | Pulang Diantar Edo
40 Bab 40 | Aura Tidak Masuk Sekolah
41 Bab 41 | Aura di Pikiran Ryan
42 Bab 42 | Pemeriksaan Kesehatan Aura
43 Bab 43 | Berapa Lama Lagi?
44 Bab 44 | Aura!
45 Bab 45 | Aku Suka Ryan?
46 Bab 46 | Cemburu
47 Bab 47 | Menghindar
48 Bab 48 | Dilema
49 Bab 49 | Aku Takut
50 Bab 50 | Cewek Hari Itu (1)
51 Bab 51 | Cewek Hari Itu (2)
52 Bab 52 | Aku Tidak Akan Memaksamu
53 Bab 53 | kukis (1)
54 Bab 54 | Kukis (2)
55 Bab 55 | Aku Butuh Bantuanmu
56 Bab 56 | Ayah
57 Bab 57 | Pemeriksaan
58 Bab 58 | Pesan
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Bab 1 | Ayo Kita Pacaran!
2
Bab 2 | Dilabrak
3
Bab 3 | Kantin
4
Bab 4 | Pembalasan
5
Bab 5 | Kantor BK
6
Bab 6 | Mau Satu Kelompok Denganku?
7
Bab 7 | MOS (1)
8
Bab 8 | MOS (2)
9
Bab 9 | MOS (3)
10
Bab 10 | Godaan Ryan
11
Bab 11 | Terjebak di Toilet
12
Bab 12 | Menangis di Pelukan Ryan
13
Bab 13 | Kerja Kelompok
14
Bab 14 | Mampir ke Rumahmu, ya?
15
Bab 15 | Mau Jalan Bareng ke Kantin?
16
Bab 16 | Taman Belakang Sekolah
17
Bab 17 | Pameran Ekstrakurikuler
18
Bab 18 | Klub Memasak
19
Bab 19 | Aku Ingin Memperingatkan Kamu
20
Bab 20 | Uang Kas
21
Bab 21 | Penggeledahan
22
Bab 22 | Dituduh Mencuri
23
Bab 23 | Mau Jalan-jalan Bersamaku?
24
Bab 24 | Daun Berguguran
25
Bab 25 | Telepon dari Orang Tuaku
26
Bab 26 | Dasar Pencuri!
27
Bab 27 | Nara
28
Bab 28 | Mau Jadi Temanku?
29
Bab 29 | Ayo Kita Bolos!
30
Bab 30 | Sejak Kapan Kalian Pacaran?
31
Bab 31 | Darah
32
Bab 32 | Ryan Menggendongku
33
Bab 33 | Pemeriksaan
34
Bab 34 | Rujukan
35
Bab 35 | Ryan Terlihat Aneh
36
Bab 36 | Kita Harus Berhenti
37
Bab 37 | Klub Memasak (1)
38
Bab 38 | Klub Memasak (2)
39
Bab 39 | Pulang Diantar Edo
40
Bab 40 | Aura Tidak Masuk Sekolah
41
Bab 41 | Aura di Pikiran Ryan
42
Bab 42 | Pemeriksaan Kesehatan Aura
43
Bab 43 | Berapa Lama Lagi?
44
Bab 44 | Aura!
45
Bab 45 | Aku Suka Ryan?
46
Bab 46 | Cemburu
47
Bab 47 | Menghindar
48
Bab 48 | Dilema
49
Bab 49 | Aku Takut
50
Bab 50 | Cewek Hari Itu (1)
51
Bab 51 | Cewek Hari Itu (2)
52
Bab 52 | Aku Tidak Akan Memaksamu
53
Bab 53 | kukis (1)
54
Bab 54 | Kukis (2)
55
Bab 55 | Aku Butuh Bantuanmu
56
Bab 56 | Ayah
57
Bab 57 | Pemeriksaan
58
Bab 58 | Pesan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!