Love Me Boy!
Praang!
Bunyi sebuah gelas yang sengaja dilempar ke dinding, pecah.
"Apa sebenarnya yang dipikirkan Penyihir Meksiko itu hingga menyuruhku menikah?" gerutunya saat Nathan asisten pribadinya menyampaikan pesan dari ibunya.
Nathan hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya, karena dia pun bingung harus menjawab apa.
"Kenapa harus menikah jika dia hanya ingin memiliki cucu? Aku bisa menyumbangkan bibit kualitas premiumku kepada siapapun yang menginginkannya." Jiwa narsisnya tiba-tiba muncul di saat tak tepat.
Nathan hanya bisa memutar bola matanya. Jengah dengan kenarsisan atasannya tersebut.
"Dimana mereka sekarang?"
"Satu jam lagi mereka akan datang ke restoran XXX bersama calon istri Anda." Nathan sangat berhati-hati saat mengucapkan kalimat terakhirnya.
"Jangan sebut dia sebagai calon istriku! Karena aku hanya akan menyumbangkan benihku tanpa harus menggarap ladangnya. Sebut saja dia penampung benih! Hahaha..." Dewa tertawa begitu renyahnya.
Heh, apa dia kata?
Bagaimana bisa kau melakukan hal itu Bodoh? Ingin sekali Natan mengucapkan kalimat itu kepada atasannya tersebut.
Sadewa nama pria angkuh, narsis dan arogan itu. Bukan tanpa sebab dia memiliki jiwa narsis yang tingkat dewa tersebut. Ketampanan dan kemapanan melekat erat pada dirinya, hingga dia menjadikan dirinya sendiri spesial dibandingkan orang lain.
•
•
•
Dewa sengaja datang telat dari jadwal yang kedua orang tuanya tentukan, dan hal itu sudah bisa diprediksi oleh mereka. Sebabnya mereka pun datang lebih telat dari jadwal yang mereka tentukan tadi.
"Maaf aku telat. Ada banyak urusan kantor yang harus aku beresin," ucapnya dengan wajah seolah menyesal. Dia tidak tahu jika mereka pun baru datang lima menit yang lalu.
Kedua orang tuanya pun hanya mencibir akting putra mereka. Jika saja tak ada Ruby perempuan yang akan mereka nikahkan dengan putranya, mungkin sendok sudah melayang ke kening si Narsis Dewa.
Dewa melirik gadis yang duduk di samping Mommynya. Cantik. Tapi bukan tipenya, hanya sekedar cantik dan pastinya Mommynya yang membuatnya terlihat cantik dengan mendandaninya ke salon. Pikir Dewa.
Pria berwajah kharismatik itu duduk tanpa menunggu dipersilahkan. Dia duduk tepat di samping Ruby, karena hanya kursi itu yang tersisa.
"Kenalin, dia Ruby!" ucap Sandra.
"Ruby!" Seraya mengulurkan tangannya kepada Dewa.
"Sadewa. Pria tampan, mapan, dengan berjuta pesona. Yang bisa memproduksi bayi-bayi lucu karena bibit premium yang aku miliki," ucapnya dengan bangga.
Wajah Ruby langsung terlihat terkejut mendengar ocehan pria dihadapannya. Kedua orang tuanya memang telah memberitahukan jika putra mereka memiliki kenarsisan tingkat Dewa sama seperti namanya. Tapi Ruby tak menyangka jika pria itu benar-benar sangat narsis.
"Buktikan saja nanti, apa benar bibit unggul yang kamu bangga-banggakan itu memang memiliki kualitas premium!" jawab Akbar sang Papi.
"Jangan kaget sayang, dia emang seperti itu sehari-harinya. Bahkan dia betah berlama-lama di depan cermin karena mengagumi wajahnya sendiri," sambung Sandra, yang adalah atasannya di tempatnya bekerja.
Acara makan siang pun dimulai dengan beberapa obrolan yang terselip diantara acara makan mereka.
Akbar dan Dewa yang lebih sering mengisi obrolan dengan percakapan tentang perkembangan perusahaan. Sandra sesekali menimpali obrolan kedua prianya. Sedangkan Ruby hanya menikmati suguhan makan siang kualitas premium di hadapannya.
"Apa pekerjaanmu? Dokter? Dosen? Atau sibuk dengan bisnismu?" Tanya Dewa pada Ruby yang ia perhatikan terlihat cuek dengan obrolan mereka, karena untuk ukuran model tubuhnya tidak cukup tinggi.
"Aku kerja di butik Ibu (Sandra)," jawab Ruby apa adanya.
Dewa langsung tersedak makanannya mendengar ucapan wanita yang orang tuanya akan jodohkan itu. Karena biasanya mereka akan mengenalkan Dewa kepada seorang model, artis, dokter, pemimpin perusahaan atau seorang bisnis women. Tapi apa katanya barusan?
Dia hanya seorang pekerja butik?
Ditempat mommynya pula. Heh. Otak kedua orang tuanya pasti telah cedera.
Ini sama saja menanam bibit kualitas premium di ladang gersang. Tak akan pernah ada kualitas premium yang akan dihasilkan.
Pikir Dewa.
"Minum sayang!" Sandra menyodorkan gelas kepada putranya.
Dewa minum dengan rakusnya, hingga membasahi kemeja yang ia kenakan.
"Maksud kamu. Kamu pemilik salah satu gerai butik Mommy kan?" Dewa masih penasaran sampai mengubah posisi kursinya hingga menghadap ke arah perempuan cantik bernama Ruby tadi.
"Bukan. Saya cuma karyawan di butik ibu," jawabnya lugu.
Dewa seperti tersambar petir di siang bolong saat mendengar jawaban perempuan di hadapannya. Bibit kwalitas premium yang ia bangga-banggakan harus berakhir di ladang gersang? Oh my God.
Ingin sekali ia menjerit. Tapi wajah protesnya saja yang bisa dia berikan kepada kedua orang tuanya. Selain narsis, dia selalu menjaga imagenya di depan khalayak. Dia tak ingin ada rumor tak baik mengenai dirinya.
•
•
Acara makan siang mereka pun usai dengan Dewa yang lebih banyak diam dari sebelum tahu pekerjaan wanita yang Mommynya kenalkan sebagai calon istrinya.
"Mommy sama papi pamit dulu ya. Kita mau ke undangan anak temennya papi kamu." Sandra pamit kepada putranya dan juga Ruby.
"Hmmm," balas Dewa, dia terlihat malas menimpali ucapan Mommynya.
"Wa, titip Ruby. Anterin dia pulang ya!" lanjut Sandra sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Dewa membelalakan matanya mendengar permintaan Sandra.
Kenapa harus aku yang mengantar pulang si Ladang Gersang?
"Kamu bisa pulang sendiri kan?" ucap Dewa sambil melirik ke pergelangan tangannya seolah dia sedang diburu waktu. "Aku harus ketemu klien aku sebentar lagi."
"Oh, iya."
"Kalo gitu aku permisi dulu ya!" pamit Dewa.
Ruby langsung mencekal pergelangan tangan Dewa saat melihat Dewa akan meninggalkannya.
"Apa?" Dewa terkejut dengan kelakuan perempuan bergaun hijau toska tersebut.
"Aku boleh minta ongkos pulang?" jawab Ruby tampak malu-malu. "Tas aku ketinggalan di butik. Handphone aku juga gak dibawa. Jadi gak bisa pesen taksi online."
"Lima ratus ribu, cukup?" tanya Dewa sambil mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan.
"Banyak amat Om. Ini sih bisa puas keliling Jakarta aku." Ruby cekikikan.
Apa dia bilang barusan?
Om?
Dia memanggil pria dengan ketampanan limited edition ini Om? Dewa benar-benar geram.
"Apa kamu bilang tadi? Om?" Dewa mengepalkan tangan, menahan amarahnya agar tak pecah. "Kamu barusan panggil aku Om?"
"Emang harusnya apa? Masa saya panggil Bapak? Ketuaan dong kesannya." Jawaban Ruby membuat Dewa ingin memakannya hidup-hidup.
"Liat sama mata lahir dan mata batin kamu. Perhatian sama kamu dari wajah sampai kaki aku! Kira-kira berapa umur aku sekarang?" bentaknya.
Ruby langsung memperhatikan tubuh tinggi dihadapannya.
"Kata ibu umur Om 35 tahun. Berarti beda 13 tahun sama aku," jawab Ruby masih dengan wajah polosnya.
Masih penasaran?
Jangan lupa like, komen n votenya sebelum lanjut!!! 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Sita Sit
baca lagi
2024-10-15
0
Vera Wilda
OK thor saya mampir
2024-06-16
1
Astri Puspitasari
udah ga keitung, baca lagi masih seru masih ngakak 😅
2024-06-12
1