05. Buku Catatan Belajar Untuk Abi

Abi tersenyum saja ia berjalan ke kursinya, tidak melihatku. Aku tahu itu, ia berpura-pura tidak melihatku.

Dia marah. Abi pasti kesal padaku makanya dia tidak menyapaku. Bagaimana caranya agar aku bisa bicara dengannya?

Itulah yang ada di pikiranku. Kemarin aku tidak bermaksud mengabaikannya. Hanya saja tubuhku secara tiba-tiba bertingkah untuk mengabaikannya. Padahal aku ingin dia bicara kepadaku. Seperti dia bicara kepada Chris.

Tiba-tiba tanpa sengaja Abi menoleh ke belakang untuk meminjam sesuatu.

"Ramori boleh aku pinjam grip (sejenis pensil untuk papan Sabak) milikmu..? Grip ku ketinggalan.." ujar Abi bicara pada Ramori yang memiliki beberapa grip, ia letakkan diatas meja.

"Iya boleh, pakailah.." ujar Ramori tersenyum. Abi sama sekali tidak melihat ke arahku. Sementara aku tidak sengaja menatapnya.

***

"Tuhan tolong aku.. Aku ingin bicara dengannya...!" ujarku dalam hati bersungguh-sungguh dan menyadari aku mulai kesulitan dengan tingkahku sendiri.

***

Pertengahan jam belajar, kami belajar perhitungan, saat itu ada tugas yang harus dikerjakan di rumah. Ibu guru menghentikan menulis di kapur papan tulis.

 “lanjutkan tugas yang Ibu berikan kemarin ya, dikumpul minggu depan saja. Ibu tahu walaupun tugas itu banyak, tapi bisa selesai minggu depan. Nah untuk Abi soal dan contoh, kamu salin saja atau pinjam catatan teman.” Ujar Ibu guru,

 “Iya Bu…” ujar Abi tampak bingung.

 Tugas tersebut cukup banyak. Abi menggeleng-geleng melihat tulisan di papan tulis yang tidak ia mengerti. Belum lagi ia juga bingung untuk meminjam salinan soalnya yang pasti juga dibutuhkan teman yang dipinjamnya untuk mengerjakan salinan.

 “Bagaimana ya.. aku tidak mengerti, lagi pula aku tidak punya salinan soal dan contohnya..” Ujar Abi terlihat bingung, ia bicara dengan Chris yang duduk disebelahnya.

 “Hmm.. aku juga tidak begitu mengerti sebenarnya. Bagaimana jika sepulang sekolah ini kita kerjakan bersama. Atau kita bisa ke sekitar sekolah saat hari minggu, aku akan membawa buku ini dan kita kerjakan bersama.” Ujar Chris memegang buku salinannya.

 “Terima kasih Chris. Kita kerjakan hari minggu siang saja bagaimana?”

 “Tentu saja bisa.” Ujar Chris tersenyum. Aku mendengarkan pembicaraan mereka dari belakang. Aku tidak senang dengan pembicaraan itu. Yang terpikir olehku adalah, mereka akan bertemu diluar jam sekolah pada hari minggu? Untuk apa? Benarkah untuk belajar? Itu terdengar seperti omong kosong. Lebih tepatnya seperti ajakan kencan dari Chris di minggu siang. Cepat-cepat ku ambil buku catatanku, lalu ku salin soal tugasku di buku yang lain. Soalnya saja karena contohnya sudah diluar kepalaku. Ramori sempat melihatku, namun ia tampak tidak begitu perduli. Setelah selesai aku menyimpan buku catatanku tersebut di laci mejaku menunggu waktu yang tepat menyerahkannya pada Abi.

 Tidak ada waktu yang tepat! Karena semua waktu jika tidak ku usahakan seolah tidak tepat! Sementara jika ku lewatkan semua justru menjadi tidak bermanfaat untuk Abi dan ia akan belajar bersama Chris hari minggu nanti. Aku sudah mulai bosan menunggu! Beberapa jam pelajaran berlalu. Aku harus menyerahkan buku tersebut sebelum hari ini yang berlalu. Aku memegang salinan bukuku. “Aku harus memberikannya ke Abi” itulah yang ada di pikiranku. Buku itu sudah agak rusak karena sudah lama, tapi semua catatan didalamnya sangat penting.. Aku menulis namaku di pinggiran bukunya hingga disetiap lembaran ada coretan tinta. Karena buku tersebut telah terbelah dua jika dipisah nama ku itu tidak jelas dibaca tulisannya. Aku hanya mengambil bagian pertengahan ke belakang yang sedang kami pelajari untuk ku berikan ke Abi. Rasanya aku ingin memberikannya langsung pada Abi saat itu dan bilang, “Tidak usah datang hari minggu”. Sudah ku angkat bagian buku itu dari laci mejaku keatas meja, aku berdiri dari kursiku, Hingga Ramori melihatku.

 “Mau apa kau?” tanyanya.

 “Ah.. aa? Tidakk… Hm..” ujarku kemudian menaruh lagi buku itu dalam laci meja. Akhirnya buku catatan itu, apa yang ingin kukatakan yang ada di pikiranku tidak kulakukan, tidak jadi kuberikan.

Menangisss dalam hati😭

      ***

 Saat jam istirahat semua orang keluar untuk memakan bekal makanan mereka di bawah pohon di sekitar taman sekolah atau membeli ubi manis di luar.

 “Ayo kita keluar…” Ajak Ramori diikuti oleh Chris dibelakangnya. Ia mengajak ku untuk ke tempat dimana kami biasa duduk untuk makan saat jam istirahat. Yaitu dibawah pohon beringin di sudut taman.

 “Nanti Aku menyusul. Aku belum selesai menyalin tulisan di papan tulis.” Ujarku.

 “Bukannya tadi sudah selesai?” Tanya Ramori.

 “Ah..? ada yang lupa ku tulis, bagian sebelah kiri.” Ujarku melihat bagian yang belum terhapus di papan tulis.

 “Baiklah.. kami tunggu ditempat biasa ya?” ujar Chris melambaikan tangan. Abi telah lebih dulu keluar ruangan. Ramori mengikuti Chris, mereka kemudian pergi ke luar.

 Setelah kupastikan mereka pergi, cepat-cepat ku masukkan buku tersebut ke laci meja Abi. Aku tidak ingin Abi dan teman-temanku tahu bahwa akulah yang meminjamkan buku tersebut untuk Abi. Aku hanya tidak suka Abi datang hari minggu nanti menemui Chris.

***

 Setelah bel masuk berbunyi Abi meemukan buku itu di bawah lacinya. Dan ia membatalkan pertemuannya dengam Chris di sekolah hari minggu itu.

 “Siapa yang meminjamkanmu buku itu?” Tanya Chris melihat buku yang ditunjukan oleh Abi padanya.

 “Aku tidak tahu.. tapi dia menaruh dibawah laciku. Ini catatan perhitungan.. Hari minggu ini kita batalkan saja ya Chris, aku bisa belajar dengan buku catatan ini. Maaf hampir merepotkanmu..”ujar Abi senang memegang buku catatanku.

 “Kenapa dibatalkan? kita masih bisa sama-sama belajar..”

 “Aku tidak mau merepotkanmu… tidak apa-apa, aku hanya perlu menyalin catatan ini saja..” ujar Abi.

 Aku mendengar pembicaraan mereka dari belakang. Rasanya senang sekali membatalkan janji mereka. Aku benar- benar berharap Abi menggunakan buku tersebut sebaik mungkin untuk belajar.

"Aku baru saja membantu mu Abi,.. Anak perempuan tidak boleh main jauh-jauh ya kan? Hohoho.." Gumamku tertawa dalam hati.

Romi si Juliddd kuadratt.

 “Ya tidak apa-apa” ujar Chris tersenyum tapi tampak sedikit kecewa.

***

 Malam hari, Abi tampak membuka buku catatan tersebut. Ia kemudian membukanya dan membacanya. Menuliskan beberapa pehitungannya. Abi tampak memikirkan sesuatu hingga menghentikan tulisannya. Ia memegang, melihat ke pinggir buku catatan tersebut. Tampak seperti putusan nama yang terlihat separuhnya hanya dari atas. Abi lalu menutup buku catatan tersebut lalu melihat putusan nama itu secara keseluruhan hanya bagian atasnya saja setelah buku itu tertutup. Di pandanginya cukup lama.

“Seperti nama Romm..” pikirnya, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar Abi.

 “Tok-tok-tok..”

 “Abi, ini Ayah, pintunya sedang di kunci? Boleh ayah masuk?” Tanya Ayah Abi, Ruslan. Abi segera meletakkan buku catatan tersebut.

 “Tidak dikunci yah, Ayah masuk saja..” ujar Abi.

 “Anak ayah sedang belajar? “ kepala Ruslan muncul dari balik pintu yang ia buka. Ruslan mengenakan peci putih di kepalanya.

 “Iya yah…” jawab Abi.

 “Ayah senang kamu punya semangat sekolah..” ujar Ruslan mendekati Abi.

 Abi terdiam. Ia memandang ayahnya. “Abi dengar ada keluarga yang melamar Abi yah…” ujar Abi pelan namun terdengar.

 “kamu tahu dari Ibumu ya…? Iya Abi… kamu kan tahu umur mu sudah cukup untuk menikah…” ujar Ruslan menghelah nafas.

 “Jadi… apakah Ayah akan menikahkanku?”

 “Pemuda yang akan ayah jodohkan ini tampan, bertanggung jawab, dari keluarga baik-baik dan punya masa depan. Permasalahannya kamu mau atau tidak kalau menikah sekarang?” Tanya Ruslan.

 “Kalau Abi tolak ayah marah tidak?”

 “Kenapa ayah harus marah? Ayah harus tahu anak ayah bahagia dengan keputusan ayah, baru ayah ambil keputusan…”

 “Ayah… Abi masih mau sekolah yah…”

 “Ayah tahu kamu akan jawab seperti itu… makanya lamarannya sudah ayah tolak..”

 “Sungguh yah? Terimakasih ayah..” ujar Abi tersenyum bahagia.

 “Selesaikan sekolahmu dengan baik ya nak, ayah akan mendukungmu. Kalau sudah lulus baru menikah.. Abi juga kapan mau pakai jilbab?” Tanya Ruslan sambil mengusap kepala anaknya Abi.

 “Iya sebentar lagi yah…” Jawab Abi tersenyum-senyum malu.

 “Pikirkanlah. Makin cepat berjilbab makin baik… jangan takut belum berakhlak yang sempurna, akhlak pun diusahakan dimulai dari menutup kepala pun baik. Tapi pikirkanlah dulu… ayah tidak ingin kamu merasa terpaksa untuk berjilbab..” ujar Ruslan.

 “Iya yah,..” Jawab Abi tampak tersenyum bahagia.

 “Ayo sholat isa sama-sama. Ibu dan Kakakmu Rahmat sudah menunggu di luar. Cepat Ambil wudu…” ujar Ruslan kemudian berjalan meninggalkan Abi keluar kamar.

 Abi menutup buku belajar dan buku tugasnya. Ia segera berdiri dan keluar dari kamar. Abi kemudian melaksanakan sholat isya diimami ayahnya Rusli, bersama Ibunya, dan kakak laki-lakinya Rahmat.

      ***

 Pagi-pagi sekali Aku telah berada di kelas duduk di kursiku menunggu teman-temanku datang. Satu-persatu mereka datang dan menyapaku. Abi datang terakhir, Aku melihat Abi datang kemudian duduk di kursinya. Ia segera membuka pembicaraan dengan Chris.

 “Aku sudah menyelesaikan tugas perhitungan.” Ujar Abi tampak senang.

 “Oh ya? Cepat sekali?” Chris menanggapi Abi.

 “Ini semua karena buku catatan perhitungan kemarin. Aku bawa sekarang tapi aku tidak tahu harus berterimakasih pada siapa. Aku akan menaruhnya kembali di bawah laci” Ujar Abi.

 “Ya biar letakkan disana. Aku yakin dia akan segera mengambilnya. Aku ingin tahu siapa orangnya…” ujar Chris tampak penasaran, tetapi kemudian Chris menoleh kebelakang melihatku dan Ramori.

 Aku tahu apa yang dipikirkan Chris. Ia pasti ingin menungguku sepulang sekolah mengambil buku itu. Tapi sayangnya saat memburu pemilik buku, ia malah mengajak ku dan Ramori untuk ikut menunggu kedatangan pemilik buku catatan itu.

 “Rom, Ramor, si Abi kemarin kan menerima buku catatan dari seseorang yang tidak dikenal. Aku ingin mengetahui siapa orangnya. Temani aku menunggu pemilik buku itu datang ya?” Tanya Chris padaku dan Ramori.

 “Ah.. kenapa kau penasaran sekali. Seperti kurang kerjaan”. Ujarku mengelak. Ikut atau tidak ikut aku menunggu pemilik buku, sudah jelas tidak akan datang mengambil buku ku.

 “Kenapa kau mau tahu itu buku punya siapa? Buku itu mungkin dari pengagum Abi.” Ujar Ramori.

 “Aku.. aku” ujar Chris terbata-bata.

 “Tidak semua kebaikan itu diartikan mengagumi.” Ujar ku langsung menyambung pembicaraan karena tersulut emosi. Chris dan Ramori melihati ku.

 “Bisa saja itu buku yang tertinggal”. Lanjut ku membela diri setelah melihat tatapan mereka.

 “Kau ini juara dua di kelas kan? Kadang-kadang tampak bodoh. Mana ada buku yang tertinggal di bawah laci seseorang. Kalau tinggal pasti di bawah lacinya. Pasti itu sengaja ditinggalkan di laci Abi karena untuk Abi.” Ujar Ramori.

 “Sudah, aku juga jadi penasaran, Ayo kita tunggu pemilik buku itu!” ujar Ramori bersemangat.

 “Aku pulang..” Ujarku.

 “Kita tunggu di jendela belakang kelas saja” Ujar Ramori ngotot sambil menarik lenganku.

      ***

 Pada akhirnya aku berdiri bersama mereka menunggu pemilik buku untuk datang dari balik jendela belakang kelas..

 “Tidak akan datang…” ujar ku. bagaimana akan datang, orangnya ada di sini…

 “Tunggu saja dulu…” ujar Ramori mengintip ke dalam kelas bersama Chris. Lama mereka menunggu namun tidak ada yang datang ke kelas. Kami mulai jenuh dan aku mulai mengeluh kepada mereka seolah-olah aku resah agar mereka semua segera pulang. Tiba- tiba datang seorang pemuda masuk ke kelas kami sentak mengagetkan Ramori dan Chris hingga membuatku ikut terkaget. Dia adalah Damar. Damar masuk ke kelas. Ia berjalan menuju kearah kursi Abi. Aku dan ketiga temanku menjadi penasaran. Ternyata ia berjalan ke kursi guru yang ada didepan meja Abi dan Chris. Ia membawa sebuah benda di tangannya.

 Tiba-tiba tangan Ramori yang bertumpu di pinggir jendela bergerak menyenggol jendela kayu hingga berbunyi karena tangannya yang basah.

 “Brakk!” bunyi jendela kayu itu.

 “Siapa itu?” Tanya Damar.

 “Hei..!” Sapa Ramori.

 “Sedang apa kalian disini?”

 “Kami sedang menyembunyikan pancingan kami untuk digunakan hari minggu nanti di sungai desa tengah..” Ujar Chris.

 “Oh,..” ujar Damar.

 “Kau sedang apa? Tanya Chris.

 “Aku bawakan ganti penghapus kelas yang baru. Penghapus sekolah yang lama sudah rusak..” ujar Damar memperlihatkan penghapus kelas barunya.

 “Oh… Baikalah kami akan pulang, kami duluan Damar…” Ujar ku kemudian diikuti oleh kedua temanku melambaikan tangan pada Damar. Damar membalasnya dengan senyum. Kami kemudian pergi meninggalkan kelas. Damar menaruh penghapus baru di papan tulis dan mengambil yang lama.

      ***

 Aku, Ramori dan Chris berjalan keluar pekarangan sekolah.

"Kau lihat tadi? Apakah itu Damar?" tanya Ramori pada kedua temannya.

Aku hanya diam saja. Pemilik buku itu aku dan aku masih disini.

"Chris, apakah kau lihat tadi dia didekat mejamu apa yang dia laku.."

"Akh mana aku tau.." ujar Chris pada Ramori tampak kesal. Sepertinya tidak ada yang melihat Damar mengambil sesuatu dari meja Abi. Tetapi dia juga tampaknya yakin kalau itu adalah Damar.

"Kenapa kau kesal?" Tanyaku pada Chris.

"Damar adalah pria yang tampan.."

"Itu AKU!! AKU yang menaruh catatan dimeja Abi." teriakku dalam hati.

"Tetapi kenapa kau kesal.. Biar saja tampan kenapa?" ujarku lagi.

"Karena.. Karena aku tidak akan marah kalau itu kau!" ujar Chris. Itu membuatku terdiam. Apa maksudnya.

"Maksudmu.. Karena Romi tidak mungkin?? Pria gagap pada gadis seperti ini?" tanya Ramori menegaskan.

"Aku tidak bilang begitu..." ujar Chris.

Ramori segera meninggalkan kami.

"Apa maksudnya?? Apa maksud kalian?!" tanyaku. Chris segera berjalan mengikuti Ramori.

"Heh buku catatan itu punyaku!!" teriak ku dalam hati.

***

.

.

.

NEXT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!