I Need You (4)

"Aku?" Anna memastikan sekali lagi saking syoknya. "Memangnya ada orang dewasa yang masih di pakaikan baju oleh orang lain?"

"Ya ada, tentu saja akan di lakukan olehmu. Memangnya ada orang lain disini selain kita berdua?" tunjuk Devan. "Dan ya, kau sudah mulai berani bicara non formal ya?" Pria dengan tubuh yang setengah telanjang itu melangkah maju mendekati Anna yang tengah berdiri tegang memandang gugup ke arahnya.

"Mati aku! Kena lagi!" rutuknya. Lagipula siapa yang tidak terkejut kalau di perintahkan untuk mendandani seorang pria dewasa secara keseluruhan, terutama bagian memasangkan pakaian untuknya, itu adalah hal yang tidak pernah di bayangkan untuk di lakukan oleh Anna seumur hidupnya. Karena itu, tanpa sadar ia menunjuk dirinya sendiri menggunakan kata non formal *aku*. Satu kata yang keliru saja sudah di kritik, penilaian si Boss memang tidak ada yang luput sedikitpun.

"Maaf saya salah ucap." Sejauh ini, entah sudah berapa maaf yang sudah terucap dari bibir Anna.

"Kenapa kau terlihat kaget? bukankah tadi pagi kau sudah berjanji untuk menjadi stylish pribadi ku sementara waktu, apa kau lupa?"

"Iya, benar tapi,,," Akh! Anna telah terjebak pada janjinya sendiri. Ia hanya tidak menyangka kalau untuk menjadi stylish Devan tugasnya sampai seberat ini.

"Kalau begitu, ayo lakukan. Efesien waktu. Aku tidak suka waktu yang terbuang percuma." Tukas Devan yang dalam dirinya tidak nampak ekspresi canggung sama sekali seperti Anna. Pria dengan kelas atas memang beda. Dalam keadaan apapun, kepercayaan diri dan kharismatik nya memancar tiada henti.

"A-aku tidak siap," Anna malah mengambil langkah mundur ke belakang. Meskipun ini hanya sebatas urusan kerja, tapi Anna tidak sanggup melakukan nya.

"Kenapa tidak?"

"Aku hanya tidak bisa."

"Jadi kau tidak akan melakukannya? otakmu sepertinya hanya di isi oleh hal-hal yang buruk. Buang semua itu dan profesional lah dalam bekerja, bisa tidak?!" Devan semakin mendekat kepada Anna yang masih berdebat dengan akal sehatnya. Wajah yang nampak begitu polos dan murni itu terlihat menggemaskan di mata Devan.

"Tidak bisa! Devan tidak boleh mendekaaat," Anna histeris dalam hati di antara langkah pria yang memiliki perawakan cool sexy itu kini membuat jarak yang semakin dekat dengannya, tak nampak pria itu akan menghentikan langkah kaki jenjangnya. Sedangkan jantung Anna sudah membuat debaran yang tak terkendali, keringat dingin mengucur di telapak tangannya yang sudah mulai basah, jika Anna tidak mampu mengendalikan dirinya saat ini, maka pingsan lah ia.

"S-saya akan melakukannya!" ralat Anna langsung membungkuk tajam, berhasil membuat Devan menghentikan langkahnya tepat di ujung kepala Anna, hingga jari-jari kaki Devan yang kukuh memijak lantai bisa ia lihat secara bebas. Entah apa yang membuat ia berubah pikiran dalam sepersekian detik untuk menyanggupi permintaan si Boss yang berkuasa penuh atas dirinya.

"Benarkah? bukannya tadi kau bersikukuh menolaknya? tapi di balik penolakan mu itu, kau malah memandang tubuhku tanpa kedip. Aku tahu di bagian sini sangat sempurna, tapi seharusnya kau bersikap profesional sebagai seorang pelayan. Kau juga harus pandai menahan diri dan mengendalikan pikiran mu dengan baik. Apa memang kau tertarik padaku jauh di dalam hatimu?" Devan menunjuk ke bagian tubuhnya yang tadi menjadi pusat perhatian Anna.

"Tertarik? mana mungkin. Maafkan mata saya yang telah lancang, saya tidak akan mengulanginya lagi!"

"Ohh, jadi itu benar." Devan terlihat senang menggoda wanita polos itu. Jadi Anna memang benar-benar menikmati pemandangan tubuhnya tanpa kedip.

"Tidak! apanya yang benar?!" Anna mengelak dengan nada tinggi.

"Lalu? minta maaf yang barusan itu untuk apa?" tanya Devan masih begitu tenangnya.

Anna langsung tertangkap basah. Tubuhnya hampir roboh karena malu. Meskipun begitu ia tidak boleh menampakkan nya terlalu nyata. Akan lebih baik kalau Anna memberikan sebuah alasan yang masuk akal mengapa ia berbuat seperti itu. "Sekali lagi saya minta maaf, Boss. Karna ini adalah pengalaman pertama saya bekerja, saya hanya masih belum terbiasa dengan beberapa hal yang masih asing bagi saya. Salah satunya adalah pekerjaan aneh seperti ini. Mohon permakluman anda. Selanjutnya saya akan belajar lebih baik lagi dan tidak akan membuat kesalahan yang sama. Saya akan selalu mengedepankan keprofesionalan dalam mengerjakan apapun."

Anna membungkukkan tubuhnya lebih jauh lagi ke bawah. Hanya karna sedikit kebaikan Devan yang memberinya makan—siang tadi. Membuat Anna lupa diri, bahwa batasan antara dirinya dan Devan setinggi langit. Apa yang ada di dalam hati dan pikirannya anggaplah itu tidak nyata. Untung nya Anna bisa cepat introspeksi diri dan langsung menyadari kesalahannya.

"Kau yakin?" goda Devan.

Anna menarik nafas dalam-dalam, jari-jari tangannya saling bertautan erat. "Saya akan mengusahakan yang terbaik untuk membuat anda puas dengan pelayanan saya," umbarnya. Anna mencoba merasionalkan isi kepalanya agar tidak hanyut dalam keindahan semu yang tidak seharusnya ia nikmati. Ia harus tetap bersikap profesional dalam keadaan apapun. Ini waktunya kerja bukan berkhayal!

"Bagus, kau mampu beradaptasi dengan cepat."

"Saya siap melaksanakan tugas saya dengan sebenar-benarnya!" seru si pelayan kembali dengan energi yang berbeda setelah mereset ulang otaknya dalam beberapa detik.

"Baik. Tegakkan tubuhmu, dan pakaikan baju itu segera." Ujar Devan mengulangi perintahnya. Pada awalnya ini hanya permainan belaka, entah mengapa menjadi terlanjur serius di lakukan. Meskipun begitu, Devan tidak berniat menguji Anna secara berlebihan.

"Siap Boss!" jawab Anna mantap.

Anna segera mengangkat tubuhnya untuk berdiri tegak, mengambil kemeja terlebih dahulu, lalu mulai memasangnya ke tubuh Devan yang seputih salju, berkilau di timpa oleh sorot lampu ruangan yang menyala terang dari berbagai sudut. Aroma yang khas sedikit menggetarkan itu selalu ingin mengacaukan fokus Anna. Anna mengancingkan kemeja dark ash itu dengan sangat hati-hati agar tangannya tidak menyentuh dada Devan yang bidang, nampak kekar dan berotot.

Jarak antara dirinya dengan pria super perfectionist ini hanya beberapa inci saja. Sungguh menguji akal sehat. Setelah itu, Anna melingkarkan dasi pada bagian bawah kerah kemeja, dan—Anna tidak tau bagaimana mengikatnya yang benar.

"Ada apa? kau tidak bisa mengikat dasi?" tanya Devan yang langsung bisa mendeteksi masalah Anna hanya dari raut wajah Anna yang kebingungan.

Anna mengangguk ragu-ragu.

"Sebagai wanita kau wajib bisa mengikatkan dasi untuk pria. Mari aku ajari."

Tangan Devan yang tetap hangat walau sehabis mandi, tanpa izin langsung menyentuh tangan Anna untuk mengajari wanita itu cara mengikat dasi yang benar.

"Kau harus belajar dari teknik paling mudah, menggunakan teknik four in hand knot. Mulai dari bagian dasi yang lebar di sebelah kiri dan yang lebih panjang di sisi kanan. Di silangkan seperti ini, lalu putar melewati bagian belakang, hingga sisi yang lebar berada di atas lagi."

Devan terlihat sungguh-sungguh mengajari Anna. Sedangkan wanita yang kini tangannya berada dalam sentuhan demi sentuhan jemari Devan, hanya diam memperhatikan ucapan dan gerak tangan di depan matanya.

"Kau masukkan sisi yang lebar ini ke lubang lingkaran leher, melewati bagian bawah dasi. Nah, selipkan satu jarimu disini, pada simpul. Lalu masukkan ujung dasi yang lebar ke dalam simpul ini, dan tarik ujungnya hingga simpul merapat. Rapikan hingga simpul ini membentuk segitiga. Done!"

Sesaat setelah itu...

Devan yang masih menggenggam tangan Anna, terpaku sejenak, tanpa kata-kata. Matanya memutari garis wajah Anna yang oval bak sarang lebah yang menggantung indah. Mengapa kini justru dia sendirilah yang terjebak dalam situasi mendebarkan yang ia ciptakan sendiri. Mulut Devan masih terdiam membisu sambil mempererat kedua tangan ramping milik Anna yang tenggelam dalam dekapan tangannya, sedang sorot matanya menyala tajam seolah mampu menembus wajah wanita yang kini berada sangat dekat dengannya.

Devan sedikit menekan wajahnya ke bawah, lebih condong ke depan wajah Anna secara perlahan, dengan mata yang masih terfokus pada bibir sexy yang merekah indah milik wanita yang wajahnya merah merona ini. Devan seperti hilang kendali.

"Devan! hentikan, bodoh! Apa yang sedang aku lakukan pada wanita polos ini? Jangan merasa sangat bebas dalam hati dan pikiranmu. Kau harus menahan diri dan tidak boleh terjebak lebih dari ini." Devan tertegun ketika menyadari bahwa dirinya begitu menikmati tiap detik waktu bersama Anna. Lalu muncul getaran yang tak asing dalam dadanya. Dalam beberapa detik saja getarannya terasa begitu kuat, menyebar hingga ke seluruh nadinya.

Devan segera meluruskan tubuhnya dan mengangkat wajahnya dari posisi yang membungkuk, nafasnya yang berhembus kuat nan kasar itu sampai menyingkap helai poni Anna yang tebal. Mata biru Devan lalu meneliti setiap inci raut wajah wanita yang sedang berusaha menormalkan ekspresinya, padahal sangat jelas ujung jemarinya bergetar dan menghangat oleh sesuatu yang tak biasa.

Seolah sedang kembali dalam pengaruh sihir, Tanpa sadar, tangan Devan menyentuh ujung dagu Anna kemudian mendorong nya ke atas agar wajah yang sedikit menunduk itu dapat di lihatnya dengan jelas. Entah mengapa, saat ini Devan tidak bisa menahan gejolak hatinya.

Wajah yang kini bersemu kemerahan itu sudah terpenjara dalam lingkaran mata Devan yang menyala tajam. Lalu sinar mata kehijauan milik Anna berkilau, semakin memperjelas debaran jantung seorang pria yang kini sedang terhanyut dalam sihir tanpa mantra. Aliran darah di seluruh tubuh Devan mendadak berdesir hebat seolah memancarkan sengatan listrik alami yang sangat kuat. No!

"Biarkan aku melakukannya sendiri. Keluar!!!" Devan  berteriak tiba-tiba, sambil melepas tangan Anna dengan sedikit kasar dan segera memalingkan wajahnya, sebelum seluruh pertahanannya hilang. "Aku akan memakai sendiri sisanya!"

"Baik." Dengan senang hati Anna langsung melesat pergi dari hadapan pria yang bicaranya tiba-tiba saja berubah menjadi sedikit membentaknya. Meski begitu Anna tidak keberatan, karna bentakan itu langsung menyadarkan Anna yang sedang berhalusinasi sesaat.

"Dia yang menyuruh dia juga yang mengusir. Seolah-olah yang berotak mesum adalah aku. Dasar menyebalkan." Kini Anna meringkus diri dalam-dalam, duduk menenggelamkan wajahnya yang terasa panas diantara kedua lututnya. Mengutuk diri dalam hati atas perasaan mendebarkan yang seharusnya tidak boleh ada. Ini hanyalah kontrak kerja bukan sedang syuting drama atau sejenisnya. Anna tidak boleh bertindak melanggar norma.

"Sial! Mengapa aku jadi selemah ini, mengapa aku merasa menikmati moment seperti itu? apakah hanya karna pria itu sangat tampan, ataukah karna dia pernah menjadi kenangan masa lalu yang berkesan sehingga membuat aku lupa diri. Ingat Anna! siapa kamu dan dimana posisimu sekarang! Kau hanyalah seorang pelayan rendahan." Anna mengomeli dirinya sendiri tanpa henti.

Tak lama kemudian, Devan muncul dari pintu kaca yang bergerak otomatis, lalu mencari keberadaan sang pelayan. Ia menemukan wanita itu tengah duduk memeluk lutut di lantai seperti orang yang sedang tenggelam dalam keputus-asaan.

"Anna! apa kau bisa menata rambut?"

Suara Devan yang memanggilnya membangunkan sempurna tubuhnya dan langsung bangkit berlari kecil menghampiri Boss nya.

"Iya Boss, saya lumayan ahli dalam hal ini." Ucap Anna dengan raut wajah yang berubah normal dalam seper sekian detik.

"Ayo lakukan pada rambutku," perintah Devan kembali masuk ke dalam menuju tempat hair stylist, di ikuti oleh Anna.

Devan kemudian duduk pada kursi bulat empuk di depan sebuah meja rias dengan cermin yang memantulkan lima lampu LED di sisi kiri kanannya. Di atas meja sudah tersedia alat catok rambut dan berbagai macam perlengkapan lainnya.

"Apa boleh saya menyentuh kepala anda?" Anna meminta izin terlebih dahulu.

"Tentu, lakukan saja sesuka hatimu," Devan memberi izin dengan suara yang lebih rendah, sedikit lembut.

Suara berat dan dalam itu entah mengapa terdengar sexy mencoba menggoda Anna kembali, meskipun masih dalam fokus yang terganggu, tapi Anna mampu melakukan pekerjaannya dengan sangat baik hingga selesai.

Devan merasa puas setelah melihat bayangan dirinya di depan cermin. Sosok pria dewasa dengan damage yang mematikan itu adalah apa yang Devan inginkan, dan Anna mampu mewujudkan nya. Dalam hati ia mengakui keahlian Anna dalam segala hal, wanita yang berpenampilan cupu ini, adalah berlian!

"Saya lupa memakaikan ini untuk anda." Anna mengambil sebuah bross antik yang sudah ia sediakan sejak tadi. Lalu menyelipkan nya pada kerah jas biru yang menempel indah membentuk tubuh Devan.

"Apakah sekarang kau sudah tidak canggung lagi?" tanya Devan ingin tahu.

Anna mengangguk. "Saya belajar sedikit lebih baik dari orang lain.  Lain kali saya akan memastikan, tidak akan bertingkah konyol seperti tadi. Terimakasih atas pengertiannya, Boss."

"Tingkahmu itu—sebenarnya sedikit menghibur."

"Ya?" mata Anna terbuka lebar di sertai mulut yang mengaga.

Devan tersenyum tipis melihat reaksi terkejut Anna lagi, betapa menggemaskan nya. "Tapi usahamu untuk memperbaiki sikap adalah hal yang benar."

"Oh tidak. Jangan biarkan pria nakal ini mempermainkan emosi ku lagi. Anna! Jangan terpengaruh! pujiannya adalah jebakan!" Anna sudah menyiapkan tameng dalam hatinya.

"Siap." Kali ini Anna  menampilkan diri dengan baik, tanpa terpengaruh oleh emosi apapun baik dari dirinya sendiri ataupun Devan. Dalam bekerja harus membuang pikiran apapun yang mengganggu, saatnya fokus.

Kini, mereka berdua sudah berada di ruang kerja Devan yang ada pada bagian paling utama.

"Boss, apakah saya sudah boleh meninggalkan ruangan?"

"Jangan pergi dari ruangan ini sampai aku kembali," pesan Pria dengan style Gentleman classy itu pada Anna yang sedang berdiri di dekat meja kerjanya sambil mengumpulkan berkas-berkas yang di perlukan dan meletakkannya ke dalam tas yang sudah tersedia.

"Apa ada hal lain yang harus saya kerjakan lagi?" tanya Anna memastikan alasan Devan menahannya disini.

"Berikan aku beberapa hal untuk menyelamatkan Devaradis dari masalah besar ini, seperti yang sudah kau ketahui dari berkas rahasia yang di berikan oleh asisten pribadi ku." Jawab Devan di sela-sela itu.

"Apakah boleh?" Anna meminta keyakinan.

"Bukankah kau yang pernah menyatakan kesediaan mu mengabdi untuk Devaradis?"

Anna diam sejenak untuk berfikir, meskipun sudah ia siapkan sebelumnya solusi dari masalah yang menimpa Devaradis saat ini, tidak mungkin ia mengutarakan nya begitu saja tanpa di minta, jadi ia pendam saja dan tidak begitu memikirkannya. Berhubung sekarang sang CEO memintanya mengeluarkan pendapat, maka ia harus menjawabnya, kan? Lalu, tanpa ragu Anna langsung bersuara.

"Pertama-tama, mengenai masalah desain unggulan baju musim panas yang di duga sengaja di jual oleh seseorang, bukankah anda perlu mencari tahu lebih cepat siapa saja yang terlibat di belakang masalah ini, kemudian mengatur rencana yang matang untuk menangkap mereka. Takutnya, jika anda membuat desain baru lagi, maka akan terulang kejadian yang sama. Sehingga perusahaan tidak memiliki waktu lagi untuk launching sesuai rencana. Tapi masalahnya, si pelaku utama pasti tidak akan melakukan kejahatan sesederhana ini untuk di tangkap dengan mudah, sepertinya ada sedikit permainan disini. Dia juga pasti bersekongkol dengan beberapa orang. Mungkin saja si pelaku utama memang sengaja membiarkan kita menggiring opini seolah pelakunya bisa di tebak dengan mudah. Kalau di tangkap tanpa perhitungan, itu akan merusak citra Devaradis jika si pelaku sejatinya membuat itu sebagai jebakan."

Devan tak menimpali dan nampaknya sedang berfikir. "Kau benar. Mengapa clue nya mudah sekali di temukan. Semua itu sudah masuk dalam tahap penyelidikan, dan dalam waktu dekat aku akan menerima laporan jejak terduga lengkap beserta bukti-bukti kejahatannya. Oke, katakan saja itu benar ulah Kepala Desainer yang mungkin dengan sengaja menjual karyanya. Tapi kita perlu mengetahui semua langkahnya untuk balik menjebaknya bukan menangkapnya, begitu kan?" pungkas Devan.

"Nah itulah yang saya maksudkan, Boss. Bagaimana jika setelah anda memberikan tuduhan kepada Kepala Desainer namun mampu di sangkalnya dengan memberikan bukti yang kuat bahwa pelaku nya adalah orang lain yang bisa saja dijadikan kambing hitam. Bagaimana jika dia membuat kompresi pers pada hari peragaan busana bahwa perusahaan telah memfitnah nya dan merugikan dirinya dengan tuduhan palsu, yang merusak nama baiknya di dunia seni. Itu pasti akan menjadi skandal besar yang mampu merugikan Devaradis lebih dari masalah yang ada saat ini. Saat itu, yang terjadi adalah keruntuhan Devaradis sampai ke akar-akarnya."

Mendengar penjelasan Anna, membuat Devan mengerti bahwa semua yang ada di kepalanya sudah terungkap semua dari mulut Anna. "Lalu apa yang harus aku lakukan?"

"Pertama-tama simpanlah bukti akurat yang anda dapatkan, jangan di jadikan pedang untuk langsung menebas. Sebaiknya gunakanlah senjata lain untuk menangkapnya, mungkin semacam umpan. Biarkan saja si pelaku yang anda curigai itu lengah seolah kecurigaan anda tidak tertuju padanya. Anda hanya perlu menekannya dengan meminta desain yang lebih baik lagi dari yang pernah ada, nampakkan secara nyata ketidakpuasan anda padanya, sampai dia merasa tidak tahan bahwa kemampuannya tidak lah cukup untuk memuaskan anda. Di balik itu, dia akan terus berupaya membuktikan pada anda meskipun harus dengan menyontek desain milik desainer hebat dan menyerahkannya dengan rasa bangga di hadapan anda, seolah-olah itu adalah hasil karyanya sendiri."

Devan terbahak kecil. "Haha, aku sungguh sudah melakukan trick ini sebelumnya. Bagaimana mungkin kau bisa menggambarkan ide-ide ku dengan sempurna?" Devan semakin antusias mendengar ucapan Anna yang selalu bisa menggambarkan isi pikirannya dengan sempurna. "Teruskan!"

Anna menghela nafas ringan melihat ekspresi baru Devan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. "Baik itu menjual desain ataupun menyontek desain, tujuan pelaku tetap lah sama—pada saat masa launching nanti dia hanya akan membuat Devaradis mendapatkan masalah besar. Dia sudah bisa memprediksi, pasti akan ada beberapa pihak yang akan menyadari bahwa baju yang di tampilkan oleh Devaradis pada saat peragaan itu sangat mirip dengan rancangan seorang desainer terkenal. Dari sanalah dia menginginkan Devaradis mendapatkan hujatan dari masyarakat atas pelanggaran hak cipta yang akan menghancurkan nama baik Devaradis selama-lamanya. Sedangkan si pelaku saat itu bisa saja membuat alasan ini dan itu untuk menyelamatkan diri dari bencana."

"Kalau seperti itu, bagaimana solusinya?" tanya Devan.

"Satu-satunya cara adalah menyelidiki siapa pemilik desain asli yang di akui oleh si pelaku. Kemudian setelah menemukannya, anda bisa berbicara secara pribadi mengenai rencana kerja sama dengannya meskipun harus merogoh uang yang tidak sedikit. Bujuk lah dengan segala cara sampai kesepakatan itu tercipta secara resmi. Kemudian untuk menjebak si pelaku, minta dia membuat sertifikat resmi bahwa dialah pemilik asli dari desain yang dia berikan untuk Devaradis. Itu nanti akan menjadi bukti di hadapan publik atas pengkhianatan dia terhadap perusahaan, juga dunia seni dan busniss. Bersamaan dengan itu, tunjukkanlah bukti resmi bahwa Devaradis tidak mungkin mempersembahkan karya dari hasil curian, melainkan dengan kekuatannya, Devaradis bahkan mampu bekerjasama dengan desainer paling berbakat demi memberikan penghargaan terbaik bagi customer."

Devan menatap Anna tanpa kedip sepanjang wanita itu berbicara. "Wah, luar biasa. Bagaimana bisa analisis tajam seperti itu terancang sempurna di otakmu?"

Anna melumat bibir bawahnya, pujian Devan membuatnya gugup. "Tidak ada yang spesial," jawabnya singkat. "Oiya, pada kesempatan itu, anda bisa membongkar seluruh pengkhianatan si pelaku tanpa terkecuali, mulai dari hal-hal yang besar hingga yang terkecil sekalipun pada saat kompresi pers setelah acara launching selesai. Itu pasti akan menjadi berita hangat. Menurut kebiasaan netizen di negara kita, sangat mudah terbawa perkara yang sedang viral, mencari tahu dengan detail, dan disanalah awal mula nama Devaradis akan di kenal oleh banyak orang dari berbagai macam lapisan masyarakat. Yah, itupun kalau anda agak tega mengambil kesempatan dalam kesempitan. Karna di balik itu ada nama seseorang yang akan hancur."

"Ibarat kata, mati untuk terlahir kembali, iya kan?" Devan kali ini tidak bisa menyembunyikan ekspresi kagumnya dengan menyumbangkan senyuman yang begitu menawan.

"Benar. Karena itu, untuk kasus penjualan desain utama itu, sebaiknya anda memulai nya dengan mempersiapkan diri untuk melakukan negoisasi dengan pemilik brand Sedora, anda bisa menawarkan sebuah kolaborasi yang sama-sama saling menguntungkan, untuk menutup kerugian yang akan di alami Devaradis. Anda hanya perlu melakukan sedikit perubahan detail pada sampel pakaian yang sudah ada, kemudian hanya menjadikan desain tersebut sebagai produk penunjang bukan unggulan. Untuk produk unggulan Devaradis, anda bisa membuat desain baru yang eksklusif."

"Aku setuju." Devan kembali mengacungkan jempolnya.

"Kemudian untuk kasus penjiplakan wedding gown yang bahkan sudah di pamerkan pada sebuah acara pernikahan influencer yang sedang viral di media sosial. Disini jelas Devaradis lah yang sebenarnya telah mengambil ide penuh atas karya orang lain, atau bahkan menjiplaknya. Realistis saja, mana mungkin brand lain mampu membuatnya dalam waktu singkat melebihi yang di bisa di usahakan oleh Devaradis. Sangat menguntungkan sekali bahwa kasus ini di ketahui lebih awal sebelum memasuki masa launching, yang mana saat itu bisa jadi adalah saat-saat tenggelamnya proyek wedding hall anda untuk selamanya, dan menghancurkan nama baik Resort anda di mata para luxury travelers." Papar Anna secara Detail.

"Kau benar, Anna. Seharusnya itulah alasan Yorishima group ingin membatalkan kontrak kerjasamanya, tentu ada kaitannya dengan kasus jiplak-menjiplak ini. Seseorang pasti sudah memberikan informasi yang buruk. Bayangkan saja, jika Devaradis bersikeras melanjutkan proyek ini tanpa menganalisis resiko besar yang akan di terimanya, maka pihak yang bekerjasama dengan perusahaan pun akan mengalami kerugian yang sama besarnya. Wajar jika mereka mengambil langkah mundur. Kemudian mengenai ancaman tuntutan dari brand nomor satu itu, aku berniat memberikan kompensasi besar untuk langkah perdamaian." Percakapan mereka nampaknya mulai berjalan seru.

Anna tersenyum lebar. "Iya Boss, itu adalah solusi yang tepat demi sebuah kesepakatan damai. Maka dari itu. Hal pertama yang harus anda lakukan untuk menyelesaikan masalah dengan Yorishima adalah, menghadiahkan sebuah desain perhiasan yang luar biasa dari seorang desainer dunia, yang bisa membuat mereka tidak bisa menolak hadiah dari anda dan memutuskan untuk tetap menjalin kerja sama dengan anda. Sebuah desain yang akan membuat penjualan mereka semakin meningkat dan di cari-cari oleh para kolektor karena keindahannya. Namun tentu saja Anda harus bisa meyakinkan mereka kalau Anda akan mengatasi masalah proyek itu dengan benar. Karena jika anda gagal mengambil hatinya, anda harus menutup harapan Anda untuk kembali bekerjasama dengan perusahaan perhiasan terbaik seperti Yorishima."

"....."

"Selanjutnya untuk wedding gown yang sudah hampir selesai di kerjakan namun terpaksa tidak bisa di pamerkan. Apakah anda tau istilah—Mimikri? itu adalah cara hewan tertentu untuk pertahanan diri, dilakukan dengan cara merubah warna kulitnya. Lagi-lagi anda harus mencari seorang Desainer berbakat untuk merombak ulang gaunnya dengan meminimalisir kerugian sampai 0,5 persen. Bila perlu sampai nol persen, bahkan kalau bisa mendapatkan keuntungan akan lebih baik. Sisanya adalah, tergantung bagaimana kehebatan anda dalam meyakinkan semua orang itu untuk kembali mempercayai langkah anda. Bagaimana menurut anda, Boss? apakah yang saya ucapkan ini dapat anda terima?" Anna mengakhiri presentasi nya dengan penuh percaya diri, atas pemikiran luar biasa yang tercipta di otak geniusnya.

"Brilliant!" Devan mengacungkan kedua jempolnya. "Otakmu sangat cepat memproses solusi untuk masalah yang besar, yang bahkan membutuhkan pemikiran yang tajam dan kritis, yang tidak akan mudah di lakukan oleh orang biasa, tapi kau bisa melampaui nya dalam waktu singkat. Kau, benar-benar sangat membantu." Devan tidak bisa menahan egonya untuk tidak memuji kejeniusan Anna saat ini. Bagaimana pun juga, wanita ini memang pantas di beri pujian.

"Terimakasih atas apresiasi baik anda, Boss. Itu sangat berarti buat saya. Saya pun senang bisa membantu." Anna merasakan kesenangan yang tak terhingga di dalam hatinya. Jemari kakinya bahkan sampai menari-nari di bawah sana.

"Aku akan memberikan imbalan yang besar untukmu," tukas Devan sungguh-sungguh.

Setelah semua di rasa beres, Devan menyeret tangan Anna untuk duduk pada kursi kerja miliknya. Memutar arah kursi menghadap ke belakang yang disana terdapat sebuah layar besar yang menempel di dinding. Lalu ia mengambil sebuah remote dari dalam laci dan menyalakan layar yang ada di depannya, memilih tayangan CCTV, membuka satu tayangan private room tempat dimana Devan akan menjamu para tamu pentingnya nanti.

"Perhatikan layar ini dan tuliskan untukku sebuah laporan yang bisa kau simpulkan dari hasil pertemuan ini." Devan menyodorkan sebuah notebook beserta pen miliknya ke hadapan Anna yang sedang duduk di pinggiran kursi, ia nampak tidak begitu nyaman.

"Siap laksanakan, Boss. Semoga semua urusan anda berjalan lancar." Anna berusaha terus bersikap profesional.

"Baiklah, terimakasih atas bantuannya, aku bergantung padamu." Jawab Devan, kemudian pergi meninggalkan ruangannya dengan langkah penuh percaya diri.

Begitu tubuh sang pemilik singgasana yang kini di duduki oleh Anna menghilang dari balik pintu, ia pun langsung roboh tak berdaya, ototnya melemas dan bersandar penuh sambil menghela nafas panjang berkali-kali.

Entah apa arti dari perlakuan Devan Padanya, sulit untuk di artikan secara pasti, entah ini hanya sebatas keperluan kerja saja ataukah—

Ahh....!

Walau di pikirkan berulang kali pun, ini sungguh berlebihan. Sebagai pegawai cleaning service, mustahil rasanya jika dalam satu hari bekerja saja sudah di berikan izin hingga menempati singgasana sang Raja. Bahkan area pribadi milik Devan pun boleh ia gunakan. Apakah ini semacam ujian baginya ataukah hanya keberuntungan yang besar semata. Saat ini kepala Anna terasa buntu untuk mengartikan situasi yang tidak nyata ini.

-Devan Artyom! seharusnya kau katakan saja apa maksud dan tujuanmu. Aku tidak bisa terus menerus merangkai harapku yang sudah aku pupus. Jika memang kau mengenaliku, katakan saja bagaimana kau dan aku harus memposisikan diri, agar aku tidak tenggelam dalam kemungkinan-kemungkinan yang tidak ada artinya- Tulisnya tanpa sadar di bagian terkahir pada lembar di notebook itu.

...• • •...

02:00 am.

"Aaaaakh..!" Anna tiba-tiba berteriak histeris. "Ampun Ibu!" racau nya, kepalanya bergerak cepat ke kiri dan ke kanan.

Suara lengkingan wanita itu, menembus alam bawah sadar Devan. Ia pun langsung terbangun dan bangkit dengan tubuh sempoyongan, berusaha memaksimalkan kesadarannya sambil berlari cepat mendatangi Anna yang ternyata sedang mengigau. Wanita yang masih mengatup matanya itu membuat tangisan kecil yang terdengar begitu pilu.

_________next...

...Halo guys, buat kalian yang sudah baca sampai part ini makasih yaaa... Love you so much! Komen2 dong kesan kalian kayak gimana sama cerita ini. Biar author semangat update nya!...

Terpopuler

Comments

Metana

Metana

udahlah devan apalagi yang harus diragukan dari Anna, angkat aja dia jadi asistenmu kalau perlu angkat jadi pendamping hidupmu juga lebih bagus/Shy/

2025-03-23

1

Filanina

Filanina

udah gede, kenapa nggak pakai baju sendiri?

2024-12-11

0

Filanina

Filanina

Sang multitalenta.

2024-12-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!