Langit pagi di pelabuhan itu tampak lebih muram dari biasanya, meski matahari menanjak dengan gagah di ufuk timur.
Udara asin laut, bercampur dengan deru mesin kapal pesiar yang sedang bersiap meninggalkan dermaga. Dress putih yang dikenakan Anna, jatuh ringan tertiup angin laut, rambut keemasannya berkilau disinari mentari pagi, membuat semua mata tertuju padanya.
Aneh, kali ini sang Ibu membiarkannya tampil tanpa penyamaran, padahal biasanya wajah itu dikaburkan make up tebal atau kacamata besar. Anna semakin heran, mengapa Ibunya tiba-tiba bersikap manis dengan mengajaknya berlayar? Setelah sekian tahun lamanya dikurung. Kebebasan mendadak ini terasa janggal. Namun ia tak berani menolak, sebab penolakan berarti mengundang murka Ibunya yang bisa melumat seluruh sisa hidupnya.
Anna berdiri kaku di samping ibunya, Alia, yang tampak begitu tenang dengan balutan gaun hijau zamrud. Ada semacam keangkuhan pada wajah wanita tua itu, seolah seluruh dunia tunduk pada setiap geraknya.
Anna memandang lautan yang luas, mencoba mengusir keresahan yang menumpuk di dadanya. Baginya, laut selalu seperti cermin yang memantulkan wajah kebebasan, sesuatu yang selama ini tak pernah ia miliki.
“Ikutlah dengan baik, Anna. Jangan menanyakan sesuatu yang akan membuat Ibu kecewa, nikmati saja setiap detik kebebasan yang Ibu berikan. Ini adalah hal yang paling kau dambakan, bukan?” ujar Alia datar, suaranya dingin, tak berbeda dengan perintah-perintah yang selalu memenjarakan putrinya. "Ibu harap, kamu benar-benar menikmati moment ini dengan perasaan merdeka."
Anna hanya mengangguk meskipun ia ragu dengan kata 'merdeka' yang diberikan Ibu untuknya. Mulutnya pun terlalu malas hanya sekedar mengucapkan kata 'iya'. Sebab hubungan mereka memang tidak pernah hangat. Sosok seorang ‘Ibu’ seharusnya melambangkan kasih sayang yang tak terhingga, tapi bagi Anna, kata itu identik dengan kegelapan, siksaan, dan penjara yang membatasi seluruh hidupnya.
Mereka pun menaiki kapal megah itu, salah satu kapal pesiar yang biasa berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Kilauan cat putihnya, lantai kayu yang dipoles mewah, serta pramugara berseragam membuat Anna serasa memasuki dunia yang asing.
Alia berbicara dengan seorang pria berjas hitam di lobi kapal. Senyum yang terukir di bibirnya membuat Anna merinding, karena ia tidak pernah sama sekali melihat ibunya tersenyum, apalagi pada orang lain. Tak lama, seorang pramugara mengantar mereka menuju sebuah kamar mewah, dengan pintu kayu berukir dan gagang emas berkilau.
“Kau masuklah dan beristirahat dulu. Ibu akan keluar sebentar. Perjalanan ini akan panjang, jadi nikmatilah waktumu. Tak lama lagi, pramugara kapal akan datang membawakan hidangan lezat. Makanlah sepuasnya,” ucap Alia dengan nada yang cukup ramah, ketika kaki mereka menapaki ambang pintu.
Anna mengangguk. Ia ingin bertanya dari mana ibunya memperoleh kesempatan sebesar ini, tapi lidahnya kelu. Ia hanya sedikit tahu kalau akhir-akhir ini bisnis ibunya tampak membaik. Namun, ia juga tahu betul, setiap kebaikan yang datang dari Alia selalu berbalut duri yang siap melukainya kapan saja.
Begitu pintu kamar itu terbuka, Anna tertegun. Ruangan itu luas dan berkelas. Fokusnya tertuju pada ranjang besar berlapis seprai putih terhampar di tengah, sementara sofa biru beludru terletak anggun di sudutnya. Jendela kaca lebar menyingkap hamparan laut yang berkilau, seakan membiarkan cahaya matahari menari di permukaan karpet yang lembut. Lampu kristal di langit-langit memantulkan sinar yang begitu hangat, membuat segalanya tampak seperti istana kecil di tengah samudra.
Anna melangkah masuk dengan ragu, sedang Ibunya berbalik arah dan pergi. Pandangan mata Anna masih tertuju pada ranjang yang dipenuhi wangi bunga mawar segar dan tirai tipis berwarna gading yang mengelilinginya. Sekilas, itu lebih mirip ranjang pengantin daripada kamar biasa.
Jantung Anna seketika berdebar. Ia menelan ludah, lalu perlahan mendekat, jemarinya gemetar menyentuh ujung sprei, kemudian duduk di tepi ranjang itu, firasatnya menyatakan seolah dirinya sedang dijebak dalam permainan yang tak asing baginya.
Tiba-tiba seorang Pramugara mengetuk pintu dengan sopan sebelum mendorong troli masuk. “Selamat pagi, Nona. Kapten kami mengirimkan hidangan spesial untuk Anda dan Nyonya di kabin ini. Semoga sesuai selera.”
Anna menatap troli berisi hidangan lengkap dan minuman segar di depannya dengan ragu. Aroma masakan yang hangat memenuhi ruangan. “Untukku? Bukankah terlalu mewah hanya untuk sarapan biasa?” tanyanya polos.
Pramugara itu tersenyum ramah, meletakkan sebuah piring di meja kecil dekat ranjang. “Di kapal ini, setiap tamu istimewa diperlakukan dengan cara terbaik, Nona.”
Anna menghela napas pelan. “Kalau begitu, terima kasih," ucapnya. "Tapi apakah semua ini aman? Maksudku, tidak ada yang aneh, kan?” selidik Anna sembari memperhatikan gerak-gerik sang Pramugara.
Pramugara itu menundukkan kepala sedikit, menahan senyum tipis. “Tidak perlu khawatir, Nona. Semua hidangan dimasak langsung oleh chef profesional kapal kami. Jika ada yang tidak cocok dengan selera Anda, kami bisa segera menggantinya.”
Anna menunduk, agak malu karena pertanyaannya terdengar terlalu mencurigai. “Baiklah, maaf. Aku hanya tidak terbiasa dengan semua ini," tukasnya, sekedar alasan.
Pramugara itu menatapnya dengan ramah, lalu merapikan serbet di samping piring. “Hal-hal baru seperti ini justru yang membuat pagi Anda menjadi lebih istimewa, Nona. Selamat menikmati sarapan Anda.” Ia membungkuk sopan, kemudian berjalan keluar, meninggalkan Anna seorang diri bersama hidangan yang berjejer memenuhi meja bundar itu.
Anna menatap mangkuk di depannya dengan ragu. Rasa curiga pada ibunya masih mengganjal, tapi tubuhnya yang lapar mendesak lebih keras. Ia akhirnya mencicipi sedikit saja, berniat menyisakan untuk ibunya bila datang. Namun suapan pertama yang hangat dan gurih segera meruntuhkan pertahanannya, tangannya terus bergerak, nyaris lupa pada kecurigaan yang sempat mengikatnya.
Namun, setelah beberapa saat, rasa kenyang datang lebih cepat dari biasanya. Setelah mencicipi beberapa sendok makanan, tubuhnya mulai diliputi kehangatan aneh, seperti angin panas yang menyusup halus dari dalam. Kepalanya terasa ringan sekaligus berat, pandangannya sedikit berkunang. Nafasnya melambat, seolah dunia sedang menekan tombol 'tenang' yang tak pernah ia kenal sebelumnya.
Anna mencoba menegakkan punggung, tapi tubuhnya justru semakin tenggelam dalam ranjang yang meninabobokan. Kelopak matanya berat, seakan ada tangan tak kasat mata yang menariknya ke bawah. Rasa pusing menyergap dari pelipis, kemudian ke tengkuk, bercampur dengan kantuk yang sudah tak bisa ditahan lagi.
Detik terakhir sebelum kesadarannya padam, ia sempat merasakan ketakutan kecil. Apakah rasa ngantuk ini wajar? Apakah ia sudah terlalu lengah? Namun sebelum sempat ia menemukan jawaban, tubuhnya sudah menyerah. Perlahan, obat itu bekerja lembut tapi pasti, menenggelamkan Anna ke dalam tidur yang panjang.
..._________...
Anna terbangun, ia mendapati dirinya tak lagi mengenakan pakaian yang sama. Dadanya berdegup kencang ketika menyadari tubuhnya kini dibalut gaun malam berwarna merah, tipis, dan terlalu terbuka untuk dirinya.
Di sekeliling ranjang, taburan kelopak mawar merah semakin banyak hingga menutupi seprai putih itu sepenuhnya tanpa space, seolah-olah kamar itu disulap menjadi altar untuk sebuah ritual yang mengerikan.
Anna terperanjat, nafasnya tercekat, jantungnya berdegup liar. Instingnya segera bekerja. Ia tahu betul apa maksud dari semua ini. Kejadian ini bukanlah pertama kali ibunya mencoba menjualnya. Bedanya, kali ini Anna benar-benar lengah.
“Ibu…” lirihnya dengan suara tertekan, tenggelam dalam rasa sesal yang menyedihkan. “Mengapa Ibu melakukannya lagi?”
❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Filan
Kamu pasti sering baca novel cetak. Bahasanya bagus untuk novel cetak. Tapi novel online banyakan pembaca maunya sat set, aja. Tapi tulisan kamu cukup baik dan rapi. Paling awalnya dialognya terlalu baku.
Semangat terus ya nulisnya. Tar saya lanjutin.
2024-12-05
1
Muffin🧚🏻♀️
Hay kak aku mampir hehe semangat terus berkarya
2025-08-17
1
༺𝑨𝒕𝒉𝒆𝒏𝒂_𝟐𝟓༻
wah .ibunya bner2 mnt di santet
2025-09-04
1