Malam kelam tak berbintang, langit menampakkan wajah kelabunya menyelimuti bumi dengan keheningan.
Seorang gadis berkaki jenjang terlihat berjalan lurus dengan langkah cepat diantara gelap malam yang hanya disinari oleh lampu-lampu gantung taman berwarna orange.
Rambut panjangnya yang berwarna emas, membentuk gelombang air laut menghempas punggung indahnya, yang disana terdapat beberapa bekas luka yang mulai memudar, namun tertutup oleh dress yang di pakainya. Tak nampak dari penampilannya yang begitu menawan kalau gadis itu sebenarnya sedang melarikan diri dari rumah. Untuk apa juga memperlihatkan penderitaannya kepada dunia yang tidak peduli dengan siapapun.
Angin malam berhembus kencang menerbangkan dress mocca model vintage setinggi lutut tanpa lengan yang dikenakan oleh Anna. Dingin menyeruak membangunkan bulu kuduknya yang hanya dilapisi oleh furing tille berwarna cream. Di tengah remang-remang cahaya malam, Anna melangkah gontai mengayunkan tas bulat kecil yang menggantung di bahunya, menyusuri jalanan kecil yang ada di antara taman kota.
Langkah Anna terhenti ketika melihat sosok laki-laki yang sedang duduk melengkung menenggelamkan kepalanya dalam-dalam diantara kedua lututnya, nafasnya yang berhembus kasar dan berat mengisyaratkan dengan jelas bahwa laki-laki itu dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Ada sedikit suara isak yang terdengar di antara nafas yang memburu itu. Semakin Anna mendengarkan dengan seksama, maka ia semakin mendapatkan sebuah sinyal kuat yang memancarkan kepedihan yang mendalam dalam diri laki-laki asing itu. Anna menghela nafas panjang sebelum menyakinkan dirinya mengambil keputusan untuk menghampiri laki-laki itu. Entah bisikan dari mana yang menyuruhnya agar tidak mengabaikan laki-laki yang sedang tenggelam dalam lara.
"Tuan, aura kegundahan anda menyelimuti seluruh alam, sampai-sampai aku tidak mampu mengabaikannya begitu saja." Anna akhirnya bersuara pada laki-laki yang masih enggan mengangkat wajahnya meski telah menyadari kehadiran seseorang di depannya.
"Bolehkah aku duduk menemani anda, Tuan?" Walau tidak mendapatkan persetujuan, Anna tetap mengambil tempat duduknya pada bangku panjang yang terbuat dari kayu, tepat di sebelah tubuh lelaki yang di selimuti oleh coat abu, dari brand ternama- Christian Daior. Bahu lebar laki-laki itu terlihat berguncang, meringkuk dalam, menikmati pilu jiwanya.
"Disini dingin sekali, sepertinya hujan akan turun, apa yang sedang anda lakukan disini sendirian, Tuan? Yah, memang suasana dingin seperti ini sangat mendukung jiwa-jiwa yang sedang bersedih. Tapi terlalu menikmatinya bisa mematikan akal sehat." Anna terus berucap walau masih tidak di tanggapi.
"Bicaralah Tuan, walau satu patah kata, walau itu bukan kata-kata yang baik, walau itu sebentuk umpatan amarah pun tidak mengapa, aku akan menerimanya, agar hati anda sedikit longgar." Anna terus mencoba memancing laki-laki ini agar mau mengeluarkan sepatah kata untuk menanggapinya. Gadis yang juga sedang dalam kondisi lara itu berucap begitu jelas seolah mengerti betul dengan apa yang sedang di rasakan oleh lelaki yang suara tarikan nafasnya terdengar begitu menyedihkan.
Anna menghela nafas panjang. Rupanya laki-laki di sebelahnya ini terlihat masih enggan meresponnya, dia justru semakin membenamkan wajahnya dalam-dalam di antara kedua lututnya, dengan kedua tangan yang melingkar di belakang menekuk lehernya.
Jgeeer...!
Sebuah kilatan cahaya terang seketika menyinari gelapnya bumi lalu di susul oleh suara petir sekali lagi. Tubuh Anna membuat sedikit getaran kecil karena kaget. Tiba-tiba gerimis turun bersamaan dengan angin kencang yang mendatangkan suara petir susulan diatas langit.
Anna segera berdiri untuk memayungi kepala lelaki dibawahnya dengan membentangkan ke sepuluh jari-jari tangannya. Ia lupa bahwa dirinya pun butuh berteduh. "Tuan, apa anda ingin menikmati kesedihan di bawah rintik hujan? gerimis itu tidak baik bagi hati yang sedang bersedih, rintiknya bisa menambah tekanan emosi di dalam jiwa."
"Kalau anda terus berdiam diri disini, bukan hanya hati anda yang semakin sakit, tapi juga fisik anda kemudian. Tuan! menikmati kesedihan bersama-sama itu jauh lebih baik, mau mencobanya bersamaku?" ucap Anna yang masih berdiri menahan rintik air yang jatuh di atas kepala lelaki yang kelihatannya sudah lebih tenang dari sebelumnya, terdengar dari suara nafasnya yang mulai berhembus normal.
Tak henti-hentinya, celoteh Anna menghujani telinga laki-laki yang kelihatannya sudah mulai mengangkat kepalanya perlahan, dan merubah posisi duduknya menjadi lebih nyaman. Melihat itu, Anna tiba-tiba menjadi kikuk dengan menurunkan tangannya segera.
Wajah laki-laki itu mulai terangkat dan menoleh ke atas, perlahan. Lalu ia mendaratkan pandangannya pada setangkup wajah seorang gadis cantik yang juga sedang memandang gugup ke arahnya. Rintik-rintik gerimis yang semakin besar menetes di atas wajah pucat laki-laki itu kemudian meleleh tanpa di usapnya. Matanya yang sembab nampak memerah menyisakan sisa kepedihan disorotnya.
"Tuan...," lirihnya pelan. Anna tidak bisa berucap lebih dari pada itu setelahnya. Lidahnya menjadi kaku, tumbuhnya pun seketika membeku. Pandangan mata laki-laki yang sedang fokus menatap matanya membuatnya mematung.
Zaa... Zaa...!
Tanpa aba-aba hujan tiba-tiba turun menghujam bumi.
"Tuan hujan!" teriak Anna cukup keras di sertai panik, memecah kebekuan yang tercipta sesaat.
Lelaki yang ada di bawah Anna itupun bangkit seketika, dan dengan sigap langsung meraih jemari dingin Anna, lalu membawanya berlari pergi meninggalkan bangku kosong itu untuk mencari tempat untuk berteduh. Kini jemari Anna tenggelam dalam pelukan erat telapak tangan laki-laki yang satu langkahnya saja sepanjang hampir satu meter, membuat kaki Anna kewalahan menyusulnya.
Angin berhembus semakin kencang, sedangkan waktu mendadak berjalan melambat. Setiap detik berdetak mengikuti irama nadi yang berdenyut dalam lingkaran genggaman tangan laki-laki itu. Aroma manis tercium dari tubuh laki-laki yang mengalirkan hawa panas pada kulit mereka yang sedang menyatu. Dapat Anna rasakan setiap gerakan yang semakin mencengkram tangannya itu seolah memberikan sinyal persetujuan untuk berbagi duka bersama.
Mereka berdua berhenti pada sebuah halte bus di pinggir jalan yang sepi. Sepertinya hanya ada mereka berdua saja yang terlihat di sekitar sini. Laki-laki itu langsung melepas tangan Anna ketika sudah sampai pada tujuan, dan merasa ini adalah tempat yang paling aman untuk berteduh.
Anna lalu mengibas dress nya yang cukup basah oleh air hujan. Ia langsung duduk di tempat yang telah tersedia untuk memeriksa tumitnya yang terasa sakit akibat di paksa berlari menggunakan heels bening transparan setinggi tujuh cm. Ada sedikit luka gores disana ketika Anna memeriksanya.
Tak apalah, yang penting bisa berteduh tepat waktu. Sebenarnya bahaya kalau gaun-nya basah kuyup, bisa menjiplak bentuk tubuhnya dengan sempurna. Anna berterima kasih dalam hati pada laki-laki yang memiliki tengkuk putih, yang di depan sana sedang berdiri membelakangi nya.
"Tuan, duduklah disini! anda bisa basah kalau berdiri di pinggir sana!" teriak Anna sedikit kencang agar terdengar jelas oleh laki-laki itu.
Laki-laki itu kemudian membalikkan badannya menghadap Anna walau masih tanpa kata-kata.
"Tuan, duduklah sebelah sini," tunjuk Anna sekali lagi seraya mempersilahkan lelaki tinggi jangkung yang masih berdiri kaku di hadapannya ini untuk segera mengambil tempat duduknya.
Lalu lelaki itupun akhirnya mau menuruti ucapan Anna. Dia langsung mengambil langkah mendekat dan duduk tepat di samping gadis yang berceloteh tanpa henti sejak tadi. Kursi panjang yang terbuat dari aluminium cor itu terasa sangat dingin menembus jeans hitam yang di pakainya.
Anna langsung menyunggingkan senyum manis untuk laki-laki berwajah kaku dan datar ini, walau senyumannya tak terbalas Anna tetap lapang dada penuh pengertian, mungkin saja laki-laki ini sedang dalam mood yang tidak baik untuk berpura-pura tersenyum. Anna sangat memahami itu.
Ujung mata Anna melirik ke arah papan informasi yang ada diujung sana memperlihatkan waktu kedatangan bus terakhir. Waktu datangnya bus masih cukup lama.
Hujan masih turun dengan derasnya membasahi apa saja yang ada dibawahnya, meskipun begitu hujan malam ini tidak menimbulkan suara yang begitu bising, melainkan seperti nyanyian alam yang menyentuh hati, merdu.
Anna mengayunkan kakinya ke atas dan ke bawah mengikuti suara air hujan yang jatuh diatas atap halte bus. Ia sudah tidak tau harus mengeluarkan ocehan apa lagi untuk menghibur laki-laki ini, pasalnya dirinya pun sebenarnya sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Tapi, tak masalah, tidak baik juga memaksa orang lain untuk bicara, tak elok juga jika dirinya terus mengoceh tanpa arti. Anna rasa yang tadi sudah cukup, ia takut jika bicara lebih banyak lagi justru akan mengganggu. Lalu, hujan menjadi lebih deras dari lima menit sebelumnya. Suasana pun menjadi begitu bising. Jalanan menjadi basah dipenuhi oleh air yang menggenang menutupi seluruh permukaan aspal dalam sekejap.
Hujan lebat ini tumpah seolah menguras bendungan langit untuk melenyapkan segala kekeringan yang menyakiti bumi selama musim kemarau enam bulan terakhir. Ini adalah hujan pertama yang begitu mistis, sebab setiap kecipak nya diatas tanah yang membisu sanggup menyempurnakan irisan-irisan pedih di setangkup hati yang di bebat luka. Kedua anak manusia yang sedang duduk mematung itu terlihat begitu menikmatinya, melelehkan segala bentuk rasa sakit bersama air yang akan meresap ke dasar bumi.
Semakin lama, hujan semakin reda, jarum air semakin terlihat merenggang, namun tak nampak akan berhenti menghempas bumi. Disela-sela itu, laki-laki yang enggan membuka mulutnya sejak awal itu mulai tergerak untuk memperdengarkan suaranya pada gadis muda yang terlihat masih menikmati pemandangan hujan di depannya.
"Hei nona, apa yang telah kau lakukan pada orang asing seperti ini adalah tindakan yang terlalu berani, bagaimana kalau aku adalah orang yang jahat?" katanya dengan fokus yang teralihkan kepada rambut emas milik gadis yang datangnya entah dari mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Metana
diksinya bagus banget aku jujur suka yang kaya begini. Mungkin narasinya memang panjang, tapi aku sebagai author pemula juga agak bingung biar narasi tidak panjang.
Niatnya sih lebih ke ceritain lebih dalam soal hatinya. Tapi kebanyakan orang lebih suka dialog yang sat set.
2025-03-19
1
Filanina
Kamu pasti sering baca novel cetak. Bahasanya bagus untuk novel cetak. Tapi novel online banyakan pembaca maunya sat set, aja. Tapi tulisan kamu cukup baik dan rapi. Paling awalnya dialognya terlalu baku.
Semangat terus ya nulisnya. Tar saya lanjutin.
2024-12-05
1
Filanina
pemakaian awalan di- masih banyak tertukar. 'di' yang merupakan kata kerja pasif disatukan, sementara di yang merupakan petunjuk keterangan, dipisahkan.
2024-12-05
1