Rahasia Puteri

Rahasia Puteri

Episode 1

    Hai, namaku Puteri Maharani, dan mereka biasa memanggilku Puteri. Aku terlahir dari keluarga sederhana. Ayahku bekerja sebagai seorang buruh, sedangkan mamahku hanya seorang ibu rumah tangga. Aku adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Adikku bernama Krisna Aditama, yang usianya 5 tahun lebih muda dariku.

    Hari ini usiaku sudah genap menginjak 37 tahun, dan aku akan menceritakan tentang perjalanan hidup yang telah membuat hidupku berubah drastis, juga sebuah rahasia dan hanya aku saja yang mengetahuinya.

    Kejadian itu bermula sekitar 20 tahun yang lalu, kala itu aku baru saja lulus dari sekolah menengah atas, dan aku di terima bekerja di sebuah perusahaan besar di kota Bandung. Aku bekerja sebagai seorang marketing di perusahaan tersebut.

     Aku adalah seorang anak yang cukup pendiam dan pemalu kala itu, namun aku juga termasuk anak yang cerdas, hanya saja kurang bergaul, sehingga membuatku sulit untuk berkomunikasi dengan anak-anak gadis seusiaku, bahkan tak sedikit dari mereka yang menganggapku jutek karena hal itu.

     Di sana aku berkenalan dengan banyak orang, salah satunya bernama Wulan, ia adalah seniorku, dan usianya 8 tahun lebih tua dariku. Sosok Wulan selalu mengayomiku, hingga akhirnya kami menjadi teman yang begitu dekat, bahkan kedekatan kami sudah seperti saudara.

     Melihat kedekatanku dengan Wulan, membuat yang lain jadi penasaran dengan sosok diriku, sampai akhirnya beberapa dari mereka mulai mengajakku berkomunikasi dan bergaul, hingga tak terasa 1 tahun berlalu, hubunganku dengan teman-teman yang lainpun menjadi lebih akrab, menjadikan sosok Puteri menjadi lebih percaya diri.

     Suatu hari, teman-temanku berencana refreshing ke Ciater setelah selesai bekerja, dikarenakan hari itu adalah pameran terakhir di tempat kami bekerja, jadi kami harus lembur hingga pukul 10 malam. Tujuan kami kesana hanya sekedar melepas lelah untuk berendam di air hangat belerang. Dan tentu saja mereka memintaku untuk ikut.

     Awalnya aku menolak, karena aku tahu jika ayahku pasti tidak akan mengizinkanku untuk pergi, tetapi Wulan langsung turun tangan, dan ia menelpon ayahku, meminta izin agar aku bisa ikut bersama mereka.

“Tuuuuut.. Tuuuuut.. Tuuuut..” ( telepon berdering )

“Halo”. Jawab ayahku di seberang sana.

"Halo yah, ini Wulan.."

"Iya Wulan, Tumben telepon, ada apa? Apa Puteri buat masalah ditempat kerja?." Ayahku bertanya dengan sedikit keheranan.

"Enggak kok yah, Wulan telepon karena mau minta izin, untuk mengajak Puteri malam ini, rencananya kami mau pergi berendam ke Ciater!" jelas Wulan.

"Oh begitu? Boleh ayah bicara dulu dengan Puteri?"

"Boleh yah, sebentar!"  Wulan memberikan teleponnya kepada Puteri.

"Halo yah!" jawabku dengan suara yang sedikit gemetar.

"Teh, kamu mau ikut ke Ciater?", tanya ayahku dengan nada yang tenang.

"Hmm i-iya, itu juga kalau diizinkan sama ayah, lagi pula ini dadakan kok yah, karena besok libur, jadi temen-temen berinisiatif untuk refreshing kesana.", jawabku menjelaskan dengan terbata-bata.

"Siapa saja yang ikut?? Ada laki-lakinya??"

    Tiba-tiba saja jantungku berdebar kencang saat mendengar pertanyaan beliau, pasalnya ayahku tentu tidak akan mengizinkan, karena beliau begitu khawatir kepadaku, apalagi jika tahu aku pergi bersama cowok.

"A-ada yah, hmm... itu temennya teh Wulan yang bawa mobil ,"  jawabku lirih sambil bergumam dalam hati, rasanya permintaan izin ini hanya akan sia-sia saja, pergi malam-malam ketempat jauh dan baru, tanpa pengawasan beliau, mustahil akan diizinkan.

"Tolong kasih teleponnya sama Wulan, ayah mau bicara!", ucap ayahku lagi, dan tanpa menjawabnya aku pun segera menyerahkan telpon itu kembali kepada Wulan.

"Iya yah ini Wulan..", sahut Wulan begitu menerima telepon yang ku berikan.

"Wulan, kali ini ayah izinkan Puteri untuk ikut, karena ia pergi bersama Wulan, ayah percaya Wulan bisa jagain Puteri disana, jangan macam-macam dan hati-hati dijalan, jangan ngebut bawa mobilnya, semoga kalian selamat sampai tujuan dan kembali pula dengan keadaan selamat, kalau ada apa-apa langsung telepon ayah ya!", cerewet ayahku yang mengizinkan, dengan amanah pada Wulan.

"Baik yah Wulan pasti bakal jagain Puteri dan ingat pesan-pesan ayah, terima kasih karena sudah mengizinkan Puteri ikut bersama kami , dan Wulan pastikan Puteri akan baik-baik saja dan pulang dalam keadaan selamat", jawabnya dengan senang. Kemudian telepon pun ditutup dengan salam oleh keduanya.

    Akhirnya kami pun sampai ditempat yang direncanakan, yaitu salah satu tempat wisata berendam air panas belerang Ciater Subang, pada pukul 12 tengah malam. Dikarenakan acaranya dadakan, maka aku dan kedua temanku termasuk Wulan tidak membawa baju ganti, alhasil kami hanya duduk-duduk bermain air dan merendamkan kaki saja, sambil mengobrol diiringi canda tawa bersama teman-teman yang lain.

    Saat tengah asik berbincang dengan teman-teman dan menikmati suasana malam itu, teleponku terus berdering. Setelah berdering berkali-kali, akhirnya aku bangkit dari pinggiran kolam menuju meja penyimpanan barang, mengambil ponselku, lalu menjauh dari mereka, untuk menerima telepon.

"Iya ada apa yah?". Jawabku sedikit berbisik.

"Kamu sudah sampai teh? Dari tadi ayah telepon kok gak diangkat-angkat?"

"Sudah yah, ini ponselnya ditas, teteh lagi ngobrol sama temen-temen, jadi gak kedengeran!" Jawab Puteri bohong, padalah dari tadi ia sudah mendengar ponselnya berdering, namun ia abaikan.

"Ya sudah, jangan terlalu lama main airnya, nanti kamu masuk angin!”

"Iya yah!!!" Kemudian aku menutup teleponnya. Dan kembali duduk bersama teman-temanku.

    20 menit kemudian teleponku terus berdering lagi, aku pun segera bangkit lagi dari pinggiran kolam, menghampiri meja, dan kulihat panggilan masuk dari ayah lagi, dari sebrang sana kulihat tawa teman-temanku yang mengejeku.

"Cie yang dari tadi di telepon nya bunyi mulu!, kenapa kagak diangkat Put?, pasti cowok nya ya!," Ledek salah seorang temanku.

"Cowok? Gak salah tuh, paling juga ayah nya yang nelponin, kan si Puteri jomblo!," Balas teman yang lain.

"Hahaha malam minggu aja di teleponin ayah!, kerja juga dianter jemput ayah!, kamu udah gede Put, masa iya gak punya pacar, cari pacar dong!, kamu kan masih muda , jangan jadi anak ayah mulu hahahaha".

    Seketika senyumku hilang dan raut wajahku berubah menjadi murung, mendengar ucapan mereka. Mungkin maksud kata-kata mereka hanya bercanda, tetapi candaan itu jelas tidak ku sukai.

     Jujur saja aku merasa terganggu karena hampir 5 menit sekali telepon itu berdering dan membuat teman-temanku semakin mengejeku hingga aku putuskan untuk mematikan ponselnya, karena begitu risih mendengar telponku yang terus berdering.

     Wulan yang menyadari perubahan ekspresiku, lalu mendekat dan mencoba menghiburku, ia mengatakan jika aku tidak perlu memperdulikan perkataan mereka, abaikan saja, jangan dimasukan ke dalam hati.

     Namun memang benar kata mereka, di usiaku sekarang seharusnya aku sudah mempunyai kekasih seperti teman-temanku yang lainnya. Dan benar juga dugaan mereka bahwa yang menelponku terus menerus itu adalah ayahku, yang sedang khawatir dengan keadaanku disini.

    Bete dan risih, itu adalah jawabanku apabila ditanya bagaimana kesan-kesanku selama berada disini. Aku tidak menikmatinya sama sekali. Rasanya aku ingin segera pulang dan menyembunyikan kekesalanku dibalik kamar dan menahan isakkan tangisku diantara bantal-bantal itu.

    Sekitar pukul 3 subuh kami pun memutuskan untuk pulang, dan melanjutkan perjalanan berkeliling alun-alun kota Bandung sambil menunggu matahari muncul, namun saat diperjalanan kami menemukan tukang bubur dan memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu, karena kedinginan setelah berendam.

     Tanpa terasa pagi pun tiba, aku memutuskan untuk pulang bersama Wulan karena kebetulan rumah kami searah. Selama perjalanan, aku tidak banyak berkomunikasi dengan yang lain, dan hanya diam merenung saja. Wulan yang sudah mengenal karakterku hanya bisa menghiburku dan mengingatkanku agar jangan sampai aku termakan kata-kata mereka tadi.

    Sesampainya dirumah, orang yang pertama membukakan pintu adalah ayahku, dengan tatapan khawatir beliau bertanya.

 "Kenapa telepon kamu gak aktif teh? Ayah khawatir, kamu tuh anak gadis, gak pernah main apalagi malam-malam begitu, ketempat yang jauh pula!", ucap beliau dengan lirih.

 "Sinyal jelek yah dan baterainya semalam lowbat gak ada buat charge hp nya", jawabku berbohong.

 "Apa kamu sudah sarapan?", tanya ayah lagi.

 "Sudah." Jawabku sambil menunduk menahan kesal yang sudah ku rasakan dari semalam.

" Yasudah kamu istirahat dulu, kamu gak pernah begadang, jangan sampai kamu sakit!" ucap ayah kemudian sambil mengusap kepalaku.

"Baik yah" , jawabku lalu pergi menuju kamar.

     Jujur saja terkadang aku benar-benar risih, ayah memperlakukanku seperti anak kecil, padahal usiaku sudah 19 tahun, sudah seharusnya aku mempunyai pacar, diantar jemput oleh pacarku, dan malam mingguan, seperti teman-teman yang lainnya, tetapi apa? aku masih jomblo dan karena sikap posesif ayah, aku justru diejek oleh teman-temanku habis-habisan dan itu membuatku kesal.

     Hari itu aku habiskan dengan mengurung diri di kamar untuk merenung. Begini ya rasanya ketika kita dibully oleh orang?. Sakit sekali dan menyisakan trauma yang membekas, karena takut terjadi lagi. Ledekan mereka tidak parah memang, tapi cukup meninggalkan jejak didalam hati dan ingatanku.

Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Epidode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Epidode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!