Rahasia Puteri
Hai namaku Puteri Maharani, usiaku kini 37 tahun, dan aku akan menceritakan sebuah perjalanan hidup, yang sudah membuat hidupku berubah 180 derajat. Semua berawal sejak 20 tahun yang lalu, kala itu usiaku 17 tahun dan aku baru saja lulus dari sekolah menengah kejuruan.
Aku terlahir dari keluarga sederhana, Ayahku adalah seorang buruh pabrik di Kota Cimahi, sedangkan mamahku adalah seorang ibu rumah tangga. Aku mempunyai seorang adik laki-laki bernama Krisna Aditama, yang usianya 5 tahun dibawahku.
Kami tinggal di sebuah rumah kontrakan di daerah Bandung kota. Saat itu adalah hari pertamaku bekerja disebuah perusahaan sebagai marketing. Dan ini adalah awal dari kisahku.
********************************************************************************
Hari itu aku mendapat panggilan kerja di sebuah perushaan yang terletak di tengah kota Bandung, perusahaan itu berada di salah satu lantai gedung yang sangat tinggi, dan di gedung itu pun terdapat beberapa perusahaan lainnya.
Di dalam gedung itu juga terdapat lobby di lantai dasar dan food court dilantai atas untuk para karyawan. Di hari pertama aku bekerja, aku masuk ke dalam sebuah tim yang beranggotakan 6 orang, dengan 4 sales dan 2 leader yang terbagi menjadi 2 kubu.
Kala itu leaderku atau biasa disebut senior yang membantuku bernama Wulan, usia Wulan 8 tahun diatasku, dan ia begitu baik, sosok Wulan yang dewasa begitu mengayomiku, selalu membimbingku sehingga aku bisa menjadi sales yang handal, bahkan saking dekatnya kami, Wulan sudah kenal dengan keluargaku, dan ia tak sungkan memanggil Ayah kepada Ayahku.
Tak terasa waktu demi waktu berlalu, 1 tahun sudah aku bekerja disana, dan selama itu juga kehidupanku begitu monoton. Setelah selesai bekerja aku selalu langsung pulang ke rumah, bahkan di hari libur pun, aku tidak pernah kemana-mana, hanya menghabiskan waktu di rumah saja.
Aku memang anak rumahan, karena sedari aku dan adikku kecil, kami tidak pernah dibiasakan bermain jauh di luar, orang tua kami lebih membiasakan untuk teman-teman saja yang bermain di rumah kami, dan kalau pun mengharuskan kami bermain di luar rumah, kami harus laporan kepada orang tua, dimana kami bermain dan pulang pukul berapa.
Bukan mengekang, tetapi orang tua kami mempunyai cara sendiri untuk mendidik kami, dan itulah cara mereka menyayangi kami, bahkan sebelum magrib kami sudah di haruskan berada di dalam rumah, pasti dari kalianpun ada yang mendapatkan perlakuan sama dari orang tua kalian, betul?
Sampai akhirnya beranjak dewasa kebiasaan itupun terbawa, bisa dibilang hidupku tidak umum dengan anak-anak seusiaku, mereka yang sudah beranjak remaja ke dewasa, pasti sudah banyak mengunjungi tempat-tempat seperti mall atau tempat wisata, bermain bersama teman-temannya, tapi tidak denganku, waktu yang banyak ku habiskan adalah untuk bekerja dan diam di rumah saja, sampai suatu hari teman-teman kerjaku berinisiatif untuk mengunjungi sebuah tempat wisata di daerah Subang.
Lebih tepatnya ke Ciater Hot Spring, di Ciater Subang untuk berendam air panas blerang, dan rencananya kala itu mereka akan pergi malam hari setelah selesai meeting. Acara dadakan memang, sehingga tidak banyak dari kami yang membawa pakaian ganti. Dua diantaranya adalah aku dan Wulan, namun itu bukanlah masalah besar.
Wulan yang tahu betul bagaimana kehidupanku, lalu membujukku untuk ikut, namun aku langsung menolak tanpa berpikir 2 kali, kemudian ia menemukan ide agar aku bisa berpartisipasi dalam acara dadakan itu. Ia menghubungi ayah, dan meminta izin kepada beliau. Awalnya aku merasa ia hanya buang-buang waktu saja melakukan itu, sampai akhirnya ia memberikan ponselnya yang masih tersambung dengan ayah kepadaku.
“Ha.. halo yah..?” jawabku terbata-bata
“Halo teh, Wulan bilang, malam ini ada acara dadakan dari kantor ya, kemana itu hmm.. ( berpikir sejenak) ke Ciater, apa benar?”
“I.. Iya yah.. ( sambil menelan saliva yang terasa begitu sulit )
“Apa kamu mau ikut?”
“Hemmm, iya kalau diizinkan yah.” Jawabku dengan lirih, karena aku tahu ayah pasti tidak akan mengizinkan, aku tahu betul ayahku seperti apa, beliau begitu khawatir kepada anak-anaknya, apalagi ini kali pertamaku pergi bersama orang lain, di malam hari, ke tempat yang asing bagiku.
“Tolong berikan ponselnya pada Wulan, ayah mau bicara lagi!”
“Iya yah.” Jawabku lagi dengan lesu, dipikirku kala itu pasti ayah akan memarahiku dan memarahi Wulan juga karena izin ini, kemudian aku menyerahkan ponselnya kepada Wulan lagi.
“Halo yah, (terdiam sejenak mendengarkan perkataan ayah di seberang sana ), oke baik terima kasih yah, Wulan pasti akan menjaga Puteri dengan baik, ayah jangan khawatir.” Kemudian telepon ditutup.
Aku hanya tertegun mendengar apa yang barusan di ucapkan Wulan di telepon. “Terima kasih? Menjaga Puteri dengan baik? Hah? Maksudnya apa ayah mengizinkan aku pergi begitu?” Aku bergelut dengan pikiranku sendiri, sampai Wulan menepuk pundakku dan mengatakan dengan bahagia bahwa aku diizinkan ikut oleh ayah.
Hal yang tidak pernah aku duga sebelumnya, ayah mengizinkan aku pergi. “Ya Tuhan, apa ini yang namanya keajaiban, sungguh hal yang mustahil.” Lirihku dalam hati. Wulan lalu menceritakan apa saja yang ayah katakan kepadanya. Ayah berkata jika aku tidak pernah pergi-pergi jauh, dan ini kali pertama bagiku, beliau mengizinkan karena Wulan pergi bersamaku, dan ayah meminta Wulan agar menjagaku, tentu saja Wulan langsung setuju, bagaimana tidak, Wulan itu seperti kaki tangan ayahku heheheh, karena begitu sayangnya ia padaku, terkadang kelakuan Wulan dan Ayah sama over protectivenya.
Akhirnya kami pun tiba di Ciater Hot Spring. Teman-teman sudah siap untuk berendam, namun kala itu aku sedang berhalangan, jadi aku memutuskan untuk merendam kaki saja sambil bermain air dan mengobrol bersama yang lainnya. Namun hal yang tak mengenakan terjadi disana.
Berawal dari ponselku yang terus menerus berdering, membuatku mendapatkan ejekan dari teman-teman yang lain. Mereka mengejekku karena yang dari tadi menghubungi ponselku adalah ayah, ayahku menanyakan apakah aku sudah tiba, apakah aku baik-baik saja disini, hal yang wajar ditanyakan oleh orang tua kepada anaknya, karena beliau merasa khawatir kepadaku.
Bukan sesuatu hal yang salah, namun hal itu dijadikan bahan lelucon oleh mereka yang tidak suka, atau merasa iri karena aku diperlakukan begitu istimewa oleh orang tuaku. Mereka menganggap kalau aku adalah anak ayah yang manja, pulang pergi kerja diantar jemput oleh ayahku, bahkan malam minggu saja masih ayahku juga yang menjemput bukannya pacar.
Tentu saja, karena aku memang tidak punya pacar kala itu, dan lebih parahnya lagi mereka mengataiku habis-habisan sambil tersenyum puas tanpa rasa bersalah. Ini adalah pembullyan pertama yang terjadi dalam hidupku, rasanya sungguh menyedihkan dan menyakitkan.
Wulan yang mendengar dan melihat kejadian itu langsung mengulti mereka, Wulan membelaku dengan mengatakan jika tidak seharusnya mereka menjulitiku seperti itu, dan tidak perlu ikut campur dengan apapun yang menjadi urusan orang lain.
Sungguh kejadian itu membuatku berpikir lain, apa yang mereka katakan ada benarnya juga, usiaku sudah 18 tahun, dan tidak ada salahnya jika aku mempunyai pacar, sehingga ayah tidak perlu mengantar jemputku lagi, bahkan malam minggu pun aku seharusnya bermalam mingguan seperti wanita lain pada umumnya.
Di satu sisi aku sedih karena perkataan mereka, dan di sisi lain aku juga kesal kepada ayah, seandainya ayah tidak bersikap begitu, mungkin aku tidak perlu mengalami hal ini. Dan sejak saat itu aku memutuskan, untuk mempunyai seorang kekasih.
Singkat cerita, aku pulang ke rumah di pagi hari, saat aku mengetuk pintu rumah, ayah yang membukakannya untukku. Setelah mengucap salam dan mencium tangan aku segera masuk ke kamarku, dan ayah mengikuti. Beliau bertanya apa aku sudah sarapan, dan bagaimana acaranya semalam, namun aku hanya menjawab seperlunya saja, dan memutuskan untuk tidur sebentar karena lelah.
Ayah lalu mencium keningku dan pergi keluar kamar, suasana hatiku begitu buruk setelah malam itu, aku menjadi kesal kepada ayah, dan ingin memberontak rasanya, mengapa aku masih diperlakukan seperti anak kecil, padahal aku sudah besar, beginikah rasanya di bully? Sangat menyakitkan dan begitu membekas. Hal yang akan sulit dilupakan olehku, akan terus terpatri dalam benak.
So teman-teman, harap menjadi pelajaran ya, janganlah membully siapapun dengan tujuan apapun, karena hal itu bisa membuat seseorang yang menjadi korban bully menjadi trauma dan mempengaruhi psikisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments