Kehormatan Seorang Wanita Penghibur

Bab 5

"Ya, gak papa jadi yang ke-dua," sahut Elara, santai.

 "Gila kamu. Berarti kamu jadi pelakor kalo gitu."

 "Yang penting aku gak jahat sama istrinya. Kalau Tuan Zayden mau tiap hari sama istrinya juga gak papa. Dia cuma sesekali berkunjung ke tempatku, gak papa. Yang penting, hak ku sebagai istri tidak berkurang."

 "Bener-bener kamu ya, udah senekat itu."

 "Kita lihat aja nanti. Feeling aku, Tuan Zayden bukan yang mau main-main. Kalau hanya main-main, dia bisa hanya membeliku "

 Leni agak khawatir dengan keputusan yang diambil Elara. Meski dia tahu benar, bahwa Elara bisa menjaga diri dan mawas diri dari hal-hal yang bisa mencelakainya. Elara adalah seorang gadis yang penuh perhitungan, nekat dan berani.

 ***

 Pulang sekolah, Elara merasa lelah setelah seharian berusaha mengabaikan gosip-gosip yang terus mengelilinginya. Meski, dengan traktiran bisa membuat sedikit mereda, Elara tahu, itu hanya sementara. Di mana-mana manusia tak ingin rugi. Ada yang gratisan pasti pada mau, pada manis. Nanti juga kembali ke setelan awal. Baik di depan, buruk di belakang.

 Tatapan yang penuh cibiran dari teman-temannya di sekolah masih melekat di benaknya. Namun, saat tiba di gerbang sekolah dan melihat mobil mewah yang menunggunya, perasaan lega sedikit menyelusup. Pak Sobri, sopir setia yang bekerja untuk Zayden, sudah berdiri di samping pintu mobil, siap membukakan pintu untuknya. Sejenak, Elara menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya dari hari yang penuh tekanan. Ia tahu, hari ini belum berakhir. Setelah sekolah, dia masih harus menemui Zayden di kantornya.

 Elara naik ke mobil dengan cepat, membiarkan perasaan risau dan lelahnya terkunci di dalam. Pak Sobri mengangguk sopan, tidak banyak bicara seperti biasanya, hanya mengucapkan salam singkat sebelum mengemudikan mobil menuju kantor Zayden. Di dalam mobil, Elara hanya bisa termenung sambil menatap jalanan yang mulai ramai oleh aktivitas sore hari. Suasana di dalam mobil terasa hening, hanya suara deru mesin yang menemani pikirannya.

 Setelah beberapa waktu, mereka tiba di depan gedung megah yang menjulang tinggi. Elara memandang kantor Zayden dengan sedikit rasa takjub, meskipun sudah tahu sedikit banyak tentang kantor itu, dari media.

 Namun, sensasi melihat secara langsung, tentu berbeda. Gedung itu tampak sangat elegan dan modern, dengan kaca-kaca besar yang memantulkan cahaya matahari sore. Elara tidak pernah merasa nyaman di tempat seperti ini, terlalu asing baginya—terlalu formal dan teratur, kontras dengan kehidupannya yang penuh kekacauan dan ketidakpastian.

 Begitu masuk ke dalam lobi, perhatian beberapa karyawan segera tertuju padanya. Mereka melirik ke arahnya dengan tatapan penuh tanya, seolah bertanya dalam hati, “Siapa gadis berseragam OSIS ini? Apa yang dia lakukan di sini? Magang? Kenapa masih mengenakan seragam sekolah?”

 Elara menundukkan kepalanya, berusaha mengabaikan tatapan-tatapan aneh itu. Dia tahu bahwa kehadirannya di kantor Zayden pasti mengundang pertanyaan, terutama karena seragam sekolahnya yang mencolok di antara jas dan pakaian formal para karyawan.

 Dengan langkah cepat, ia menuju lift, Pak Sobri yang setia mengantarnya hingga ke lantai atas, di mana kantor pribadi Zayden berada. Setibanya di sana, pintu ruangan Zayden sudah terbuka sedikit, menandakan bahwa ia tengah menunggu kedatangan Elara.

 Ketika Elara masuk ke dalam ruangan, hal pertama yang ia lihat adalah Zayden yang duduk di balik meja kerjanya, mengenakan setelan mahal yang rapi. Namun, yang mengejutkan Elara, begitu ia mendekat, Zayden tiba-tiba menutup hidungnya dengan ekspresi jijik yang tak berusaha ia sembunyikan.

 Seketika, Elara merasa tersinggung. Apakah dia benar-benar bau? Apakah Zayden merasa jijik karena baunya? Amarah yang selama ini ia pendam dari segala komentar dan gosip tentang dirinya seakan meledak.

 "Kenapa menutup hidung begitu?" tanya Elara dengan nada tajam. "Apakah aku sebau itu?"

 Zayden meliriknya sekilas sebelum dengan tenang menjawab, “Aku tidak suka aroma anak sekolahan. Bau matahari dan asam itu menggangguku. Sebaiknya kamu berganti pakaian dulu sebelum kita bicara.”

 Perkataan Zayden membuat darah Elara mendidih. Bagaimana bisa dia disamakan dengan anak sekolah biasa? Elara merasa direndahkan. "Aku berbeda, Tuan Zayden," katanya dengan suara yang bergetar oleh emosi. "Jangan samakan aku dengan anak sekolahan lainnya."

 Namun, Zayden tidak terpengaruh. Dia menatap Elara dengan datar, lalu memajukan kedua tangannya, seolah meminta Elara untuk tenang.

 “Dengar,” katanya dengan nada lebih pelan. “Aku hanya bilang, sebaiknya kamu ganti pakaian. Bahkan kalau perlu, mandi. Di ruangan ini ada kamar istirahat yang lengkap. Pergilah, dan aku tunggu di sini.”

 Elara ingin membantah, tapi ia bisa merasakan tatapan Zayden yang serius. Ruangan itu memang ber-AC, namun Zayden, dengan segala ketelitian dan obsesinya pada kesempurnaan, masih bisa mencium aroma yang menurutnya tidak menyenangkan dari seragam sekolah Elara. Mau tak mau, Elara tahu bahwa ia harus menurut.

 Dengan perasaan kesal, ia mengikuti arahan Zayden menuju ruangan yang ditunjukkan, sebuah kamar istirahat yang terletak di dalam kantor Zayden. Kamarnya sangat rapi dan mewah, seperti kamar pribadi yang lengkap dengan fasilitas modern. Di sudutnya ada lemari pakaian, dan di seberang ruangan terdapat kamar mandi yang luas dan bersih.

 Begitu masuk, Elara segera berbalik dan memandang Zayden dengan tatapan penuh tuntutan. "Kenapa Anda masih di sini? Keluar!" katanya dengan nada tegas.

 Namun, alih-alih menurut, Zayden malah tersenyum kecil, penuh tantangan. “Kenapa harus malu, Elara? Toh, sebentar lagi kita akan menjadi suami istri. Kamu bisa melakukan apa pun di depanku, seperti yang biasa kamu lakukan di depan laki-laki lain.”

 Elara terkejut mendengar kata-kata Zayden yang tajam dan menuduh. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara rendah, penuh kemarahan.

 Zayden berdiri dari tempat duduknya, mendekati Elara dengan langkah tenang.

  “Jangan berpura-pura polos. Bukankah kamu terbiasa dijamah oleh laki-laki hidung belang? Mengapa sekarang kamu harus malu di depanku? Kamu bisa berganti pakaian di sini, di depan mataku. Tak ada yang perlu disembunyikan.”

 Mendengar kata-kata itu, amarah Elara memuncak. Tanpa pikir panjang, ia mendorong Zayden dengan sekuat tenaga, hingga pria itu terhuyung mundur.

 "Kau kotor, Zayden!" teriaknya.

 “Pikiranmu terlalu kotor! Apa yang kau katakan tentang diriku tidak benar! Aku tidak seperti yang mereka pikirkan, tidak seperti yang kau lihat!”

 Nafas Elara memburu, tangannya gemetar karena marah. Tatapannya penuh dengan kebencian dan kekecewaan, sementara Zayden tetap diam, menatapnya dengan pandangan yang sulit ditebak.

 "Jangan sok suci, Elara. Aku tidak pernah menarik kata-kataku. Pasti aku menikahimu."

 "Tapi, aku tidak pernah memberikan cuma-cuma apa yang ada dalam diriku. Apalagi kehormatan tubuh. Aku hargai mahal, seluruh hartamu pun, tidak cukup!" Elara mulai menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Dia wanita pemberani, tangguh dan keras.

 Zayden tertawa mendengar kehormatan tubuh dari seorang wanita penghibur.

 "Hahahahaha... Kehormatan, tubuh ini sudah dijamah banyak laki-laki, kau bilang kehormatan?"

 Elara sudah malas meladeni Zayden. Percuma berdebat, menjelaskan sesuatu pada orang yang sudah terlalu sok tahu akan dirinya.

 Bersambung...

Episodes
1 Misi Mencari Calon Istri
2 Kepedihan Seorang Ibu dan Ditembak Menikah
3 Menikahi Uangmu
4 Jadi Ke-2
5 Kehormatan Seorang Wanita Penghibur
6 Meminta Restu Mencari Wali
7 Harga Diri Diperjualbelikan
8 Bayang-bayang Pernikahan
9 Menginap di Apartemen Zayden
10 CEO's Kiss
11 Gara-gara Ciuman
12 Persiapan Jadi Istri CEO
13 Bayangan Di Balik Kebahagiaan
14 Gelisah Menanti Cinta
15 Gosip Pernikahan
16 Ketegangan Pengantin Baru
17 Permainan Pengantin Baru
18 Malam Pertama Main-main
19 Ditahan Takut Menyakiti
20 Akhirnya Tidak Penasaran
21 Perubahan Singkat
22 Ketahuan Dari Media
23 Hutang yang Tertinggal
24 Tuan Zayden yang Selalu Mendadak
25 Debat Pagi dan Bubur Mewah
26 Terjebak di Lingkaran Kakek Abraham
27 Kedatangan Laura dan Lucas
28 Tegangnya Pertemuan di Rumah Abraham
29 Warisan Mengubah Segalanya
30 Ketegangan di Meja Makan
31 Pamer Mertua
32 Jejak Masa Lalu Yang Membingungkan
33 Hasutan Kena Sasaran
34 Menantu Kaya Mertua Babu
35 Menyelamatkan Ibu Mertua
36 Melayani Bocil Harus Sabar
37 Keinginanku Tetap Uang
38 Ingin Hidup Normal
39 Elara Dihakimi
40 Elara Ingin Menyerah
41 Bukti Kuat Tetap Salah
42 Bocah Polos dan Ibu Muda
43 Kecemburuan Istri Pertama
44 Tiba-tiba Menangis
45 Pagi Yang Sibuk
46 Kehebohan di Pagi Hari
47 Tekanan Besan dan Warga
48 Huru-Hara Haru
49 Elviano dan Orang Misterius
50 Kejutan
51 Sakit Hati Mendengarnya
52 Rayuan Singkat
53 Cari Kebenaran
54 Rindu Cinta Dendam
55 Istri Sah Meminta Hak
56 Asal Usul Masa Lalu
57 Panggilan Membuat Cemburu
58 Gak Kuat Menahan Sabar
59 Hari Random Bete
60 Malam Kedua Honeymoon
61 Melihat Adegan Mesra Suami
62 Tiga Cinta dan Kepalsuan
63 CAPER Lebay
64 Berebut Posisi Menjadi Istri
65 Laura Mengemis Cinta
66 Pertemuan Pertama Kakek Alun
67 Dipaksa Pergi
68 Saatnya Berpisah
69 CEO Patah Hati
70 Pergi Satu Pergi Semua
71 Calon CEO, Calon Janda
72 Pangeran Petarung
73 Terkuak Perselingkuhan Masa Lalu
74 Elara Versi Upgrade
75 Istri Lama Murka
76 Usaha Mantan Istri Merebut Posisi
77 Menyembuhkan Luka Masa Lalu
78 Keluarga Besar Berkumpul Untuk Pesta
79 Tiba Acara Yang Ditunggu
80 Harus Terima
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Misi Mencari Calon Istri
2
Kepedihan Seorang Ibu dan Ditembak Menikah
3
Menikahi Uangmu
4
Jadi Ke-2
5
Kehormatan Seorang Wanita Penghibur
6
Meminta Restu Mencari Wali
7
Harga Diri Diperjualbelikan
8
Bayang-bayang Pernikahan
9
Menginap di Apartemen Zayden
10
CEO's Kiss
11
Gara-gara Ciuman
12
Persiapan Jadi Istri CEO
13
Bayangan Di Balik Kebahagiaan
14
Gelisah Menanti Cinta
15
Gosip Pernikahan
16
Ketegangan Pengantin Baru
17
Permainan Pengantin Baru
18
Malam Pertama Main-main
19
Ditahan Takut Menyakiti
20
Akhirnya Tidak Penasaran
21
Perubahan Singkat
22
Ketahuan Dari Media
23
Hutang yang Tertinggal
24
Tuan Zayden yang Selalu Mendadak
25
Debat Pagi dan Bubur Mewah
26
Terjebak di Lingkaran Kakek Abraham
27
Kedatangan Laura dan Lucas
28
Tegangnya Pertemuan di Rumah Abraham
29
Warisan Mengubah Segalanya
30
Ketegangan di Meja Makan
31
Pamer Mertua
32
Jejak Masa Lalu Yang Membingungkan
33
Hasutan Kena Sasaran
34
Menantu Kaya Mertua Babu
35
Menyelamatkan Ibu Mertua
36
Melayani Bocil Harus Sabar
37
Keinginanku Tetap Uang
38
Ingin Hidup Normal
39
Elara Dihakimi
40
Elara Ingin Menyerah
41
Bukti Kuat Tetap Salah
42
Bocah Polos dan Ibu Muda
43
Kecemburuan Istri Pertama
44
Tiba-tiba Menangis
45
Pagi Yang Sibuk
46
Kehebohan di Pagi Hari
47
Tekanan Besan dan Warga
48
Huru-Hara Haru
49
Elviano dan Orang Misterius
50
Kejutan
51
Sakit Hati Mendengarnya
52
Rayuan Singkat
53
Cari Kebenaran
54
Rindu Cinta Dendam
55
Istri Sah Meminta Hak
56
Asal Usul Masa Lalu
57
Panggilan Membuat Cemburu
58
Gak Kuat Menahan Sabar
59
Hari Random Bete
60
Malam Kedua Honeymoon
61
Melihat Adegan Mesra Suami
62
Tiga Cinta dan Kepalsuan
63
CAPER Lebay
64
Berebut Posisi Menjadi Istri
65
Laura Mengemis Cinta
66
Pertemuan Pertama Kakek Alun
67
Dipaksa Pergi
68
Saatnya Berpisah
69
CEO Patah Hati
70
Pergi Satu Pergi Semua
71
Calon CEO, Calon Janda
72
Pangeran Petarung
73
Terkuak Perselingkuhan Masa Lalu
74
Elara Versi Upgrade
75
Istri Lama Murka
76
Usaha Mantan Istri Merebut Posisi
77
Menyembuhkan Luka Masa Lalu
78
Keluarga Besar Berkumpul Untuk Pesta
79
Tiba Acara Yang Ditunggu
80
Harus Terima

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!