Ketegangan

Saat sarapan pagi ini, Imelda, ibu dari Damian, memperhatikan sesuatu yang mengganggunya. Dari sudut matanya, ia melihat pipi Annisa yang memerah. Entah karena matahari pagi yang baru saja menerobos jendela, atau... ada hal lain. Namun, wanita paruh baya itu tetap diam, memilih untuk tidak menanyakan apapun. Dia mengaduk kopinya perlahan, pikirannya berkelana jauh.

Sementara itu, Annisa, yang selalu mencoba menahan perasaan di hadapan keluarga ini, tetap tersenyum meski hatinya sedikit tercekat.

“Susu mu, sayang,” katanya lembut, sembari menaruh segelas susu putih di depan Clara, anak perempuan Damian.

Namun, bocah tujuh tahun itu tidak membalas dengan senyuman seperti biasanya. Ia hanya mengerutkan kening, lalu menggeser gelas susu itu menjauh dari dirinya.

“Aku sudah bilang, aku ingin jus pagi ini,” Clara berkata dengan nada yang tajam, suaranya bergetar dengan ketidaksabaran.

Annisa terpaku sejenak, senyum yang tadi melengkung di bibirnya perlahan memudar. Dalam hatinya, ia merasa gagal lagi, meski hanya soal minuman. Tapi ia tidak ingin membuat masalah besar dari itu.

“Maaf, sayang. Tante akan ambilkan jusmu,” ujarnya pelan, berusaha tetap tenang, meski ada sedikit rasa pedih di sudut hatinya.

Dengan gerakan lambat dan penuh hati-hati, ia berdiri dari kursinya, melangkah menuju dapur.

Imelda terus memandang Annisa, tapi kali ini dengan tatapan yang lebih tajam. Pipinya yang memerah tadi seolah memanggil perhatian Imelda kembali. Ada sesuatu yang tak terucap di udara, sesuatu yang mengganggu pikiran ibu itu. Namun, seperti sebelumnya, ia memilih untuk menahan diri, meskipun firasat buruk mulai merayapi hatinya.

Clara, yang masih duduk di meja, menyilangkan kedua tangannya di dada. Dia melirik neneknya dengan mata yang tak sepenuhnya polos seperti anak seumurannya.

"Kenapa Tante Annisa selalu salah, Nek?" suaranya dingin, mencerminkan ketidakpuasan yang entah dari mana asalnya. Ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya, mungkin kemarahan yang belum dia pahami sepenuhnya.

Imelda menghela napas panjang, mencoba mengatasi ketegangan yang mulai merambat di antara mereka. “Tante Annisa hanya ingin yang terbaik untukmu, sayang,” jawabnya, dengan senyum yang dipaksakan.

Namun, pikirannya terus berputar, menimbang apakah seharusnya dia mulai bertanya lebih dalam tentang apa yang terjadi di rumah ini.

Sejak Annisa menjadi istri Damian, Imelda, ibu mertuanya, tidak pernah benar-benar memperhatikan keberadaan Annisa di rumah. Imelda jarang berinteraksi dengan menantunya itu, seolah Annisa hanyalah bayangan di rumah besar mereka.

Imelda tahu bahwa pernikahan Annisa dengan Damian tidak didasari oleh cinta yang tulus, terutama dari pihak Damian. Yang ia lihat, Damian memperlakukan Annisa dengan dingin, sering kali tak acuh dan bahkan terlihat seperti tidak peduli pada perasaan istrinya. Imelda pun menyadari bahwa Clara, cucunya yang berusia tujuh tahun, memperlakukan Annisa jauh dari yang seharusnya dilakukan seorang anak kepada ibu sambungnya.

Bagi Clara, Annisa lebih seperti pembantu rumah tangga daripada sosok pengganti ibunya, Arum, yang telah meninggal. Meski Imelda tahu semua ini, ia memilih untuk tidak terlibat lebih jauh. Dalam pikirannya, mungkin ini adalah nasib yang harus dijalani Annisa, apalagi sejak awal pernikahan ini terjadi bukan karena cinta, melainkan karena amanah yang ditinggalkan oleh Arum untuk menjaga Damian dan Clara.

Tetapi pagi ini, ada perasaan berbeda yang muncul dalam hati Imelda. Untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit kasihan melihat Annisa. Pagi itu, saat Annisa dengan sabar melayani Clara yang merengek karena tidak mau sarapan, ada kilatan simpati yang melintas di benak Imelda. Ia memperhatikan dengan lebih seksama bagaimana Annisa terus tersenyum meski jelas terlihat lelah, berusaha memenuhi setiap keinginan Clara tanpa pernah mengeluh.

Imelda menyadari betapa berat beban yang dipikul Annisa—menjadi istri dari pria yang tak mencintainya, serta harus menghadapi anak kecil yang memperlakukannya seperti pelayan. Meski demikian, Imelda tetap diam, masih terpaku dalam kebiasaannya untuk tidak terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga putranya.

Namun, perasaan kasihan itu terus menggelayut di pikirannya, mengusik hati kecilnya yang selama ini ia biarkan tertutup.

Terlebih lagi, pagi ini Imelda menangkap sesuatu yang lebih mengganggunya—pipi Annisa tampak kemerahan, seperti ada bekas tamparan seseorang.

Imelda tertegun sesaat, mencoba menyangkal apa yang baru saja dilihatnya. Pikirannya mulai berputar, bertanya-tanya dari mana bekas itu berasal. Damian mungkin memang tidak menyukai Annisa, tetapi putranya tidak mungkin melakukan hal sekejam itu, bukan?

Imelda selalu melihat Damian sebagai sosok yang dingin, namun ia tak pernah membayangkan Damian akan bertindak kasar secara fisik. Tapi bekas di wajah Annisa terlalu jelas untuk diabaikan. Muncul rasa tak nyaman di hati Imelda, seolah-olah selama ini ada sesuatu yang ia abaikan, sesuatu yang mungkin jauh lebih gelap dari sekadar sikap acuh Damian terhadap istrinya.

Namun, seperti biasanya, Imelda menahan diri untuk bertanya lebih lanjut. Mungkin Annisa hanya terbentur sesuatu, pikirnya, mencoba meredakan kecemasan yang mulai mengusik benaknya.

Tapi tatapan Annisa yang sejenak menunduk ketika Imelda memandangnya membuatnya tidak bisa sepenuhnya percaya pada penghiburan itu. Terlebih saat Annisa membungkuk untuk menghidangkan makanan di meja, Imelda kembali menangkap sesuatu yang tidak biasa—pipi Annisa memerah, seolah ada bekas tamparan.

"Annisa," panggil Imelda, suaranya terdengar tenang tapi penuh tanya. "Pipimu... kenapa bisa seperti itu?"

Annisa tersentak sedikit, lalu menyentuh pipinya dengan gerakan gugup. “Oh, ini, Bu? Tidak apa-apa. Saya hanya terbentur tadi pagi saat terburu-buru menyiapkan sarapan.” Senyumnya muncul, tapi matanya menghindari tatapan Imelda.

Imelda mengerutkan alis, merasa ada yang tidak beres. "Terbentur? Bagaimana bisa? Damian tidak—" Imelda menghentikan dirinya.

Ia tahu putranya tidak pernah menunjukkan kasih sayang yang mendalam pada Annisa, tapi memukul? Itu terlalu sulit untuk dipercaya.

Annisa buru-buru memotong, suaranya tenang tapi tegang, "Mas Damian tidak melakukan apa-apa, Bu. Dia sibuk dengan pekerjaannya tadi malam dan pagi ini."

Imelda memandangi Annisa sejenak, merasakan ada sesuatu yang lebih besar yang disembunyikan menantunya itu. Namun, seperti kebiasaannya, ia menahan diri untuk tidak mendorong lebih jauh.

"Baiklah," katanya akhirnya, meskipun keraguan tetap mengganjal dalam hatinya. "Kalau ada sesuatu, kau bisa ceritakan padaku."

Annisa tersenyum tipis, "Terima kasih, Bu," jawabnya, lalu dengan cepat melanjutkan tugasnya.

Namun, Imelda tahu, di balik senyum itu, ada sesuatu yang Annisa tidak ingin, atau tidak bisa, katakan.

Tak lama setelah percakapan dengan Annisa, Imelda mendengar langkah kaki Damian memasuki ruang makan. Damian, seperti biasanya, tampak tenang dan berwibawa dengan wajah dingin yang sudah sering dilihatnya. Ia langsung menuju meja, seolah tak menyadari ketegangan yang baru saja terjadi di antara Annisa dan Imelda. Saat ia duduk, Imelda memutuskan untuk mencoba mencari tahu lebih banyak.

“Damian,” panggil Imelda dengan nada tenang, meskipun dalam hatinya ia merasa was-was. “Ada sesuatu yang ingin Ibu tanyakan.”

Damian mendongak dari piringnya, alisnya sedikit terangkat. “Ada apa, Bu?”

“Annisa... pipinya memerah pagi ini, katanya dia terbentur. Kau tidak tahu apa-apa soal itu?” Imelda bertanya, menatap tajam putranya, mencoba mencari reaksi apapun dari wajahnya yang dingin itu.

Damian menoleh sekilas ke arah Annisa yang berdiri di dekat dapur, sebelum menjawab dengan datar, “Tidak. Aku tidak tahu. Mungkin dia memang terbentur, seperti yang dia bilang.”

Annisa yang mendengar percakapan itu tampak tegang, tapi Damian tidak menunjukkan tanda-tanda emosi.

Imelda menatapnya lebih dalam, mencoba menembus pertahanan Damian. “Kau tidak... memukulnya, kan?”

Damian tertawa kecil, seolah pertanyaan itu tidak masuk akal. “Memukul? Ibu serius? Tentu saja tidak. Aku mungkin tidak sehangat yang Ibu harapkan, tapi aku tidak akan sekejam itu.” Ucapannya terdengar tajam, seperti tersinggung oleh pertanyaan ibunya.

Imelda terdiam sejenak, matanya berpindah dari Damian ke Annisa. "Baiklah," katanya akhirnya, meskipun perasaan tidak nyaman masih menggantung di benaknya.

Damian memang tidak memperlihatkan tanda-tanda bersalah, tapi sesuatu tetap terasa salah. Annisa diam di tempatnya, menunduk, berusaha menghindari pembicaraan lebih lanjut, dan itu semakin membuat Imelda tak tenang.

“Kalau ada sesuatu, kau harus memberitahu Ibu, Damian,” ucap Imelda, kali ini nadanya sedikit lebih tegas. "Dan Annisa juga, jangan ragu untuk bicara."

Damian hanya mengangguk ringan. “Tentu, Bu. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Damian melirik Annisa sekilas dengan sorot mata tajam, dan Imelda tidak melewatkan momen itu. Meski singkat, tatapan Damian cukup membuat Annisa semakin canggung. Dia menunduk, seolah berusaha menghilang dari pandangan. Rasa kesal jelas terpancar di wajah Damian, meskipun dia tidak mengatakannya secara langsung.

“Aku sudah bilang tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Bu,” kata Damian lebih tegas, suaranya sedikit lebih keras dari sebelumnya, menandakan ketidaksenangan. "Annisa sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri."

Imelda memperhatikan ketegangan di antara mereka. "Tapi, Damian, aku hanya ingin memastikan. Kalian hidup bersama, dan aku tidak ingin ada yang terluka, baik secara fisik maupun emosional."

Damian mendesah, suaranya dingin dan jelas-jelas kesal. “Ibu terlalu khawatir. Annisa tahu batasannya.” Sekali lagi, tatapan Damian mengarah pada Annisa, kali ini lebih menusuk, seolah memperingatkannya untuk tidak membuat masalah lebih lanjut.

Annisa tetap diam, tangannya yang memegang piring tampak bergetar sedikit, namun ia berusaha menyembunyikannya. "Tidak apa-apa, Bu," ucap Annisa pelan. “Mas Damian benar, saya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Imelda menghela napas dalam, merasa ada yang salah tapi juga tahu bahwa percakapan ini tidak akan membawa hasil apa-apa jika dilanjutkan.

Namun, sorot kesal Damian dan sikap Annisa yang terlalu menahan diri membuatnya semakin curiga. "Baiklah," kata Imelda akhirnya, meski hatinya masih diliputi keraguan.

•••

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK! ❤️

Terpopuler

Comments

☠ᵏᵋᶜᶟ🏘⃝Aⁿᵘ єͬηͦσͬкͧу³º7꙳❂͜͡✯

☠ᵏᵋᶜᶟ🏘⃝Aⁿᵘ єͬηͦσͬкͧу³º7꙳❂͜͡✯

bu imelda kebayakan mikir , kebanyakan dialog dalam hati tanpa aksi. kalian tinggal serumah, dan tau kalau Damian dan Anisa menikah bukan atas dasar cinta, harusnya ibu Imelda bisa lebih perhatian ke klg kcil Damian, bukan berarti ikut campur RT putranya, kalau melihat sikap clara yg ngga sopan ke anisa harusnya sbg nenek ibu Imelda kasih nasehat ke clrara bukan hanya memperhatikan saja...

2024-12-17

12

☠🍁🍾⃝ ͩ ᷞʙͧɪᷡʟͣ𝐀⃝🥀❣️❤️⃟Wᵃf

☠🍁🍾⃝ ͩ ᷞʙͧɪᷡʟͣ𝐀⃝🥀❣️❤️⃟Wᵃf

bu imelda kenapa hanya berdialog sendiri dengan perasumsinya yang penuh kecurigaan dan kekhawatiran sih,, seharusnya jika peduli dengan Annisa dan tidak mau ada yang terluka di keluarga itu, ya berikan kasih sayang untuk Annisa dong biar Damian juga mengikuti jejak ibunya,, mungkin saja damian bisa berubah lembut terhadap Annisa jika ibunya mau menasehati Damian biar gak sedingin itu

2024-12-17

9

🍀⃟ᏽꮲ𐑈•⁰²𝐍ι𝐒ᗩ🐅⃫⃟⃤

🍀⃟ᏽꮲ𐑈•⁰²𝐍ι𝐒ᗩ🐅⃫⃟⃤

sakit banget woyyy jadi anisa, jadi istri yang nggk dianggap, ibu tiri yang tidak dihargai, menantu yang di abaikan, bisa dibilang begitu ya🥺 kesel banget sama emaknya damian, ngomong dalam batinnya lama banget, jangan panjang - panjang ya kak😉 menurutku cukup dijadikan satu paragraf saja, babnya panjang dah okee tpi biar alurnya jalan trs tidak stuck lama di batinnya emak damian hehehe DANNNNN emaknya damian bukan mertua idaman ihhh dah tau mereka nikah nggk berlandaskan cinta, tpi kok kaga dipantau sihhh, dipantau woyyy mengarahkan bukan maksudnya ikut campur yaa, minta tolong kak author agak dirubah sedikit itu akhlak emaknya damian🤣🤣sekiann cusss ke bab 3🏊🏻‍♀️🏊🏻‍♀️

2024-12-18

1

lihat semua
Episodes
1 Salah paham
2 Ketegangan
3 Penjaga ketenangan?
4 Lelucon
5 Terlibat perkelahian
6 Ide Gila!
7 Kehilangan yang tidak pernah dihitung
8 TIDAK DIINGINKAN
9 TERBIASA
10 RASA PENASARAN
11 PATAH YANG KESEKIAN KALI
12 PESTA ANDI
13 BATU
14 RENCANA ZASKIA
15 TIRAMISU CAKE
16 LANGKAH AWAL
17 ALBUM LAMA
18 MEMBUKA HATI
19 TERTAWA LEPAS & AJAKAN DAMIAN
20 MENJADI IMAM MU
21 INISIATIF DAMIAN
22 MENJEMPUT CLARA
23 KESUKSESAN PROYEK
24 GODAAN ZASKIA (1)
25 MENGUBUR PERASAAN
26 CEO BARU
27 RASA YANG BARU
28 ANTUSIAS CLARA
29 KARYAWISATA
30 PERJALANAN PULANG
31 RAPAT DI KANTOR BARU
32 MAKAN SIANG BERSAMA
33 RUMOR
34 SECERCAH HARAPAN
35 LANGKAH AWAL
36 BERMIMPI
37 MENYADARI PERASAAN
38 JENNY YANG MERESAHKAN
39 PERHATIAN KECIL
40 NIAT BUSUK JENNY
41 PERINGATAN DAMIAN
42 BERKELIT
43 GODAAN
44 PENGAKUAN
45 TIDAK TERIMA
46 HASUTAN JENNY
47 DALANG
48 KELUARGA
49 PENCULIKAN CLARA
50 KEKUATAN
51 SADAR
52 MEMBUSUK DI PENJARA
53 SALING MEMILIKI
54 RENCANA DAMIAN
55 MENJENGUK ANNISA
56 KEPULANGAN ANNISA
57 MENGGEBU
58 MENYATAKAN CINTA
59 MALAM PENYATUAN
60 SARAPAN PAGI BERSAMA
61 MALU-MALU
62 MASALALU YANG TIDAK UNTUK DILUPAKAN
63 WARUNG SEDERHANA
64 RUMAH IMPIAN
65 BUCIN?
66 CAKE UNTUK CLARA
67 ULANG TAHUN CLARA
68 REST AREA
69 HARI PINDAHAN
70 ACARA SYUKURAN
71 WANITA YANG DIJODOHKAN UNTUK ANDI
72 SUAMI YANG BAIK
73 KEBAHAGIAAN SEDERHANA
74 PELENGKAP
75 CANDA TAWA PAGI HARI
76 MASUK KANTOR KEMBALI
77 GOMBAL
78 WESTERN DAN LOKAL
79 AKU MENCINTAIMU
80 EUFORIA
81 RASA SYUKUR
82 MAKAN MALAM ROMANTIS
83 RUTINITAS YANG DIINGINKAN
84 GODAAN GINA
85 HONEYMOON 1
86 HONEYMOON 2
87 HONEYMOON 3
88 HONEYMOON 4
89 HONEYMOON 5
90 HONEYMOON 6
91 HONEYMOON 7
92 CINTA TERBESAR
93 KEJUJURAN ANDI PADA DISYA
94 KABAR BAHAGIA
95 PERAN BARU
96 NGIDAM
97 BERPISAH DENGAN REKAN KANTOR
98 AYLA DAN ARGA
99 LENGKAP
100 EXTRA.
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Salah paham
2
Ketegangan
3
Penjaga ketenangan?
4
Lelucon
5
Terlibat perkelahian
6
Ide Gila!
7
Kehilangan yang tidak pernah dihitung
8
TIDAK DIINGINKAN
9
TERBIASA
10
RASA PENASARAN
11
PATAH YANG KESEKIAN KALI
12
PESTA ANDI
13
BATU
14
RENCANA ZASKIA
15
TIRAMISU CAKE
16
LANGKAH AWAL
17
ALBUM LAMA
18
MEMBUKA HATI
19
TERTAWA LEPAS & AJAKAN DAMIAN
20
MENJADI IMAM MU
21
INISIATIF DAMIAN
22
MENJEMPUT CLARA
23
KESUKSESAN PROYEK
24
GODAAN ZASKIA (1)
25
MENGUBUR PERASAAN
26
CEO BARU
27
RASA YANG BARU
28
ANTUSIAS CLARA
29
KARYAWISATA
30
PERJALANAN PULANG
31
RAPAT DI KANTOR BARU
32
MAKAN SIANG BERSAMA
33
RUMOR
34
SECERCAH HARAPAN
35
LANGKAH AWAL
36
BERMIMPI
37
MENYADARI PERASAAN
38
JENNY YANG MERESAHKAN
39
PERHATIAN KECIL
40
NIAT BUSUK JENNY
41
PERINGATAN DAMIAN
42
BERKELIT
43
GODAAN
44
PENGAKUAN
45
TIDAK TERIMA
46
HASUTAN JENNY
47
DALANG
48
KELUARGA
49
PENCULIKAN CLARA
50
KEKUATAN
51
SADAR
52
MEMBUSUK DI PENJARA
53
SALING MEMILIKI
54
RENCANA DAMIAN
55
MENJENGUK ANNISA
56
KEPULANGAN ANNISA
57
MENGGEBU
58
MENYATAKAN CINTA
59
MALAM PENYATUAN
60
SARAPAN PAGI BERSAMA
61
MALU-MALU
62
MASALALU YANG TIDAK UNTUK DILUPAKAN
63
WARUNG SEDERHANA
64
RUMAH IMPIAN
65
BUCIN?
66
CAKE UNTUK CLARA
67
ULANG TAHUN CLARA
68
REST AREA
69
HARI PINDAHAN
70
ACARA SYUKURAN
71
WANITA YANG DIJODOHKAN UNTUK ANDI
72
SUAMI YANG BAIK
73
KEBAHAGIAAN SEDERHANA
74
PELENGKAP
75
CANDA TAWA PAGI HARI
76
MASUK KANTOR KEMBALI
77
GOMBAL
78
WESTERN DAN LOKAL
79
AKU MENCINTAIMU
80
EUFORIA
81
RASA SYUKUR
82
MAKAN MALAM ROMANTIS
83
RUTINITAS YANG DIINGINKAN
84
GODAAN GINA
85
HONEYMOON 1
86
HONEYMOON 2
87
HONEYMOON 3
88
HONEYMOON 4
89
HONEYMOON 5
90
HONEYMOON 6
91
HONEYMOON 7
92
CINTA TERBESAR
93
KEJUJURAN ANDI PADA DISYA
94
KABAR BAHAGIA
95
PERAN BARU
96
NGIDAM
97
BERPISAH DENGAN REKAN KANTOR
98
AYLA DAN ARGA
99
LENGKAP
100
EXTRA.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!