Dua Anak Yang Lain?

"Kamu menampar anakku!" tunjuk Namira murka.

"Anak kita, Sayang," Castilo kembali berjuang setelah tadi cukup berhasil menenangkan istrinya.

"Enak aja anak kita. Dia anakku! Aku yang membesarkannya! Aku!" ucap Narima semakin lantang.

"Tapi kan karena gempuran benihku juga, Erik lahir di dunia. Kalau tidak ada aku, mana mungkin ada Erik," balas Castilo dengan entengnya, tapi sukses membuat mata Namira melebar.

Wanita itu segera mendekati Castilo dan memukul lengan kekarnya yang masih terbalut jas.

"Aduh! Sakit, sayang," protes Castilo pura-pura. Padahal pukulan Namira tidak terasa apa-apa.

'Kalau ngomong di depan anak tuh yang benar! Benah-benih benah-benih! Dari dulu otak kotornya nggak ilang-ilang!"

Castilo malah cengengesan tanpa rasa bersalah. "Kan anak kita sudah besar, Sayang. Dia juga pasti udah tahu, hal begituan. Iya kan, Rik? Atau kamu pernah melakukannya? Nanam benih pada cewek?"

Mata Erik langsung melebar. Apa lagi saat menyaksikan tatapan tajam Ibunya, membuat anak itu harus segera memberi klarifikasi.

"Nggak, Bu, nggak pernah! Sumpah!" Erik menunjukan dua jarinya.

"Usia kamu kan sekarang 21 tahun, Rik? Masa belum pernah?" dengan polosnya Castilo melempar pertanyaan yang seakan memprovokasi. Secara otomatis tangan Namira kembali mendarat dengan keras pada lengannya.

"Aduh!"

"Jangan samakan Erik dengan kamu! Erik tuh, tidak suka pacaran! Emangnya kamu, gonta ganti pacar tiap minggu!"

Castilo kembali cengengesan. "Tapi kan nanam benihnya cuma sama kamu, Sayang. Apa kamu nggak kangen ditanami benih lagi, agar Erik ..."

"Castilo!" teriak Namira kembali kencang. Sedangkan Erik hanya menggelengkan kepala, menyaksikan drama rumah tangga di depan matanya.

"Ayo, Rik, kita pulang! Ibu bisa gila, jika lama-lama berada di sini," Namira langsung menghampiri anaknya.

"Pulang kemana? Rumah itu sudah aku hancurkan," balas Castilo santai.

"Apa!" Namira tercengang, lalu dia menatap Erik.

"Iya, Bu. Semua utang kita juga udah dibayar lunas," ucap Erik.

"Astaga! Lalu barang-barang kita?" Namira terlihat panik.

"Barang-barang kita udah dikasihkan ke tetangga oleh Tuan Alex. Aku cuma bawa barang yang penting saja," jawab Erik lagi.

"Ya ampun!" Namira kembali menatap tajam Castilo. "Kenapa sih, kamu seenaknya kaya gini? Belum tentu juga aku mau tinggal sama kamu."

"Aku nggak peduli. Kalau nggak mau ya aku paksa," Castilo membalas dengan santainya.

"High!" Namira begitu kesal, tapi dia tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Namira memilih duduk di sofa sebelah lain. Castilo malah tersenyum gemas menyaksikan tingkah istrinya.

"Kamu sudah melihat kamarmu?" tanya Castilo pada anaknya.

"Belum, Tuan."

"Ayah!" Castilo langsung meralatnya.

"Jangan membentak anakku!" Namira tak terima.

"Astaga! Cuma mengingatkan doang, Sayang!"

Sedangkan Erik hanya tersenyum lebar.

"Kamar kamu ada di atas, pintu warna abu. Kalau nggak suka dengan desainnya, kamu bilang saja, nanti Ayah ganti," ucap Castilo.

"Tapi..." Erik menatap Ibunya.

"Jangan terlalu banyak berpikir. Ini rumah kalian, jadi kalian mulai sekarang akan tinggal di sini," ujar Castilo.

Erik mengangguk pelan. Lalu dia pamit menuju lantai atas.

Erik heran, dalam rumah seluas dan sebesar itu, hanya ada dua kamar di lantai dua. Padahal di sana, Erik juga melihat beberapa ruangan, tapi yang berpintu hanya ada dua. Erik pun menuju ke pintu berwarn! abu-abu, sesuai arahan Castilo.

"Wahh!" Mata Erik agak berbinar begitu melihat bagian dalam kamar yang akan dia pakai untuk istirahat. Erik melangkah masuk dengan mata terus memperhatikan seluruh sisi kamar tersebut.

"Ranjangnya seukuran dengan kamarku dulu," gumam Erik kagum. Di sana juga ada komputer dan perlengkapannya, beberapa lemari pakaian dan kamar mandi yang ukurannya lebih luas dari kamar tidurnya dulu.

Sepanjang mata memandang, hanya kekaguman yang terpancar dari mata anak muda itu. Apa lagi saat Erik membuka lemari, di sana sudah tersedia beberapa barang yang akan Erik gunakan.

"Bajunya merk kelas atas semua," gumam Erik. Selain baju santai, dalam lemari juga ada koleksi jam tangan, dasi, dompet, kacamata, baju kerja serta beberapa aksesoris penunjang ketampanan pria lainnya.

"Apa aku pantas memakai Jas seperti ini?" batin Erik bertanya-tanya sembari menyentuh jas warna hitam.

Setelah puas melihat isi lemari, Erik duduk di kursi yang menghadap komputer, lengkap dengan semua aksesorisnya. Di sana juga terdapat beberapa kamera yang harganya sangat fantastis.

Erik membuka laci dan di didalamnya ada beberapa ponsel mahal. "Kapan ayah membeli semua ini?" gumamnya sembari meraih ponsel dengan logo apel terbelah lima.

"Bagaimana kamarnya? Apa kamu suka?" suara Castilo tiba-tiba terdengar menggelar di telinga Erik.

Pemuda itu pun lantas menoleh, lalu dia mengangguk canggung.

"Kapan ..." Erik menjeda ucapannya dan dia nampak ragu untuk melanjutkan niatnya bertanya. "Ayah, menyiapkan ini semua?" akhirnya kata itu lolos dari mulut Erik.

Meskipun lirih, tapi Castilo masih bisa mendengarnya. Senyumnya terkembang sembari melangkah mendekati anaknya.

"Kalau kamar ini sih, Ayah menyiapkannya sudah sejak lama. Tapi kalau interior dan barang-barangnya, Ayah baru merubahnya saat hari kelahiranmu tahun ini. Setiap melihat benda yang berhubungan dengan hobby anak laki-laki, Ayah selalu teringat kamu. Jadi buat mengobati rasa kangen dan rasa bersalah, Ayah membeli ini semua."

Erik tersenyum sejenak, lalu matanya memperhatikan tangan Sang Ayah yang membuka salah satu laci di meja komputernya.

"Nih, uang jajan kamu," Castilo menyerahkan kartu berwarna hitam, membuat Erik tertegun.

"Ini ..." Erik ragu mengambilnya.

"Ambillah. Kartu ini sudah ayah siapkan sejak lama."

Erik dengan ragu menerimanya. Wajah anak muda itu tidak bisa menyembunyikan rasa kagum yang melanda benaknya. Erik terdiam, dia menatap kartu itu dengan pikiran yang berkelana.

"Apa ada yang ingin kamu tanyakan?" sepertinya Castilo memahami sikap anaknya. Pria itu masih bersandar pada sisi meja, dengan tangan terlipat di dada.

"Apa Ayah dulu tahu, ketika rumah kakek kebakaran?" tanya Erik, dan Castilo mengangguk. "Lalu, kenapa Ayah sangat yakin kalau kami masih hidup? Bukankah dalam peristiwa, ditemukan tiga mayat?"

Sejenak Castilo tercenung. Tak lama kemudian pria itu tersenyum. "Karena cincin itu."

"Cincin?" Erik masih belum mengerti.

"Ya, karena cincin. Tidak ada satupun orang suruhan Ayah menemukan cincin itu. Dari sanalah, Ayah yakin kalau kalian masih hidup dan keyakinan Ayah terbukti bukan?"

Erik mengangguk pelan. "Kalau Ayah tahu itu bukan kami, kenapa Ayah tidak mengusutnya?"

"Bukannya Ayah tidak mengusutnya. Ayah hanya ingin fokus mencari kalian dulu, biar hati Ayah tenang. Ayah sudah mengumpulkan banyak bukti. Tinggal menunggu waktu saja untuk beraksi."

Erik kembali mengangguk, lalu dia menatap ke arah lain.

"Ayah tahu, banyak sekali yang ingin kamu tanyakan, Erik," terka Castilo.

Erik tersenyum tipis.

"Tanyakan saja. Akan ayah jawab semuanya sampai kamu puas."

Erik menghela nafas panjang. "Bagaimana dengan dua putra Ayah? Apakah mereka mau menerimaku?"

Terpopuler

Comments

Marthien Henz

Marthien Henz

Mengglegar terus aja mngglegar, masak iya ngomong sama orang teriak teriak muluk, lebay kali kau Thorr

2025-01-06

1

Sri Siyamsih

Sri Siyamsih

jgn terlena y Rik dgn suasana barumu, ingat bahaya mengancammu sdh menunggu

2024-11-26

0

Okto Mulya D.

Okto Mulya D.

Ada yaa merk HP atau Laptop apel terbelah lima hehehe 🤣😁😁

2025-01-26

0

lihat semua
Episodes
1 Kembali Dikhianati
2 Hari Yang Sial
3 Sikap Tak Biasa
4 Mencari Informasi
5 Sebuah Fakta
6 Cerita Masa Silam
7 Hinaan Yang Sering Datang
8 Niat Erik
9 Sebuah Bukti
10 Dua Anak Yang Lain?
11 Penjelasan Castilo
12 Jam Makan Siang
13 Kebersamaan Yang Dirindukan
14 Gempar
15 Ketika Malam Menjelang
16 Membungkam Dengan Elegan
17 Setelah Kejadian
18 Hari Berikutnya
19 Hari Yang Di Nanti
20 Ketika Acara Dimulai
21 Ketika Acara Berlangsung
22 Mengungkap Rahasia
23 Kejutan
24 Acara Santai
25 Sikap Yang Berbeda
26 Melepas Penat
27 Sebuah Gosip
28 Satu Lawan Dua
29 Rasa Kecewa Dan Sesal
30 Konspirasi
31 Melepas Penat
32 Dihadang Mantan
33 Tak Berkutik
34 Sebuah Cerita
35 Masa Lalu Erik
36 Persiapan Ke Kantor
37 Kakek Yang Meresahkan
38 Tuntutan Karir
39 Tidak Ada Bedanya
40 Teka Teki Naura
41 Masih Gaduh
42 Keceplosan
43 Keputusan Mutlak
44 Menjelang Petang
45 Godaan
46 Di Kediaman Alex
47 Masih Di Rumah Alex
48 Kembali Ke Kantor
49 Insiden?
50 Mungkinkah?
51 Rasa Curiga
52 Mengungkap Fakta
53 Terinsipirasi
54 Nasib Mereka
55 Masih Di Kediaman Erik
56 Semua Menginginkan Erik
57 Libur Kerja
58 Menikmati Hari Libur
59 Aksi Penggoda
60 Modus
61 Dalam Perjalanan Pendekatan
62 Kencan Tanpa Ikatan
63 Diganggu Lagi
64 Menggali Informasi
65 Masih Menikmati Waktu Berdua
66 Viral Lagi
67 Sebuah Keputusan
68 Rasa Penasaran
69 Kembali Ke Kantor
70 Konferensi Pers
71 Naura Yang Sebenarnya
72 Tak terduga
73 Sebuah Siasat
74 Kecurigaan Namira
75 Yang Sebenarnya
76 Berpacu dengan Pengganggu
77 Mengecoh Pengganggu
78 Lolos Dari Pengganggu
79 Adu Sandiwara
80 Masih Adu Sandiwara
81 Misi Berikutnya
82 Genting
83 Jalan Keluar
84 Menangkap Target
85 Akhir Dari Perjuangan
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Kembali Dikhianati
2
Hari Yang Sial
3
Sikap Tak Biasa
4
Mencari Informasi
5
Sebuah Fakta
6
Cerita Masa Silam
7
Hinaan Yang Sering Datang
8
Niat Erik
9
Sebuah Bukti
10
Dua Anak Yang Lain?
11
Penjelasan Castilo
12
Jam Makan Siang
13
Kebersamaan Yang Dirindukan
14
Gempar
15
Ketika Malam Menjelang
16
Membungkam Dengan Elegan
17
Setelah Kejadian
18
Hari Berikutnya
19
Hari Yang Di Nanti
20
Ketika Acara Dimulai
21
Ketika Acara Berlangsung
22
Mengungkap Rahasia
23
Kejutan
24
Acara Santai
25
Sikap Yang Berbeda
26
Melepas Penat
27
Sebuah Gosip
28
Satu Lawan Dua
29
Rasa Kecewa Dan Sesal
30
Konspirasi
31
Melepas Penat
32
Dihadang Mantan
33
Tak Berkutik
34
Sebuah Cerita
35
Masa Lalu Erik
36
Persiapan Ke Kantor
37
Kakek Yang Meresahkan
38
Tuntutan Karir
39
Tidak Ada Bedanya
40
Teka Teki Naura
41
Masih Gaduh
42
Keceplosan
43
Keputusan Mutlak
44
Menjelang Petang
45
Godaan
46
Di Kediaman Alex
47
Masih Di Rumah Alex
48
Kembali Ke Kantor
49
Insiden?
50
Mungkinkah?
51
Rasa Curiga
52
Mengungkap Fakta
53
Terinsipirasi
54
Nasib Mereka
55
Masih Di Kediaman Erik
56
Semua Menginginkan Erik
57
Libur Kerja
58
Menikmati Hari Libur
59
Aksi Penggoda
60
Modus
61
Dalam Perjalanan Pendekatan
62
Kencan Tanpa Ikatan
63
Diganggu Lagi
64
Menggali Informasi
65
Masih Menikmati Waktu Berdua
66
Viral Lagi
67
Sebuah Keputusan
68
Rasa Penasaran
69
Kembali Ke Kantor
70
Konferensi Pers
71
Naura Yang Sebenarnya
72
Tak terduga
73
Sebuah Siasat
74
Kecurigaan Namira
75
Yang Sebenarnya
76
Berpacu dengan Pengganggu
77
Mengecoh Pengganggu
78
Lolos Dari Pengganggu
79
Adu Sandiwara
80
Masih Adu Sandiwara
81
Misi Berikutnya
82
Genting
83
Jalan Keluar
84
Menangkap Target
85
Akhir Dari Perjuangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!