Pengajian

Beberapa hari berlalu, setelah pertemuan keluarga waktu itu, akhirnya tanggal pernikahan Nesa dan Devan sudah ditetapkan. Karena takut kandungan Nesa membesar dan memperlihatkan pada orang-orang, akhirnya tanggal pernikahan ditetapkan empat hari kemudian. Itu permintaan Hakim karena tidak ingin perut anaknya menjadi bahan nyinyiran tetangga.

Ningrum, Winda dan Alwi—Adik kandung Devan—bahagia akhirnya pernikahan sebentar lagi di langsungkan.

Devan saat ini sedang di salah satu restoran menunggu seseorang, perempuan yang ia cintai bernama—Lestari—perempuan itu terlihat ketika beberapa saat pesanan makanan mereka sampai.

"Maafin aku, aku telat, ya," kata Lestari, menyambar mencium pipi kanan dan kiri Devan, lalu duduk dihadapan kekasihnya itu.

"Nggak kok, kebetulan pesanan kita juga baru datang," jawab Devan. "Kamu darimana? Kantor?"

Lestari menganggukkan kepala, dan berkata, "Iya. Kerjaanku makin banyak, mana dikejar deadline. Pokoknya repot banget."

"Kalau begitu makan dulu," kata Devan.

"Sayang, aku nggak makan makanan ini, ini kebanyakan lemak, dan aku sedang diet," tolak Lestari, membuat Devan menghela napas panjang, selalunya kekasihnya itu menolak makanan yang sudah ia pesan karena alasan diet.

"Baiklah. Kamu mau makan apa?"

"Aku nggak makan deh, aku minum aja," jawab Lestari.

"Kalau hanya mau minum, kan kita bisa ke cafe," kata Devan.

"Aku kan tahunya kamu belum makan, jadi aku pilih tempat ini untuk makan malam."

"Apa gunanya makan sendirian." Devan menghela napas panjang dan bergumam sendirian.

"Sebentar, kamu kok sensitif? Lagi banyak pikiran?" tanya Lestari.

"Aku—"

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan? Katakan saja, aku siap mendengarnya," kata Lestari, membuat Devan menggaruk tengkuknya karena merasa bersalah, ia ragu mengatakan tentang pernikahannya yang akan di langsungkan pekan ini. "Sayang, apa yang ingin kamu katakan? Hem? Katakan saja."

"Pekan ini aku akan menikah," lirih Devan, membuat Lestari tertawa kecil.

"Sayang, sudah aku katakan, aku belum siap."

"Bukan dengan kamu, tapi dengan orang lain," jawab Devan, membuat Lestari membulatkan matanya penuh.

"Apa maksudmu? Kamu mau menikah dengan orang lain? Dan, mengkhianatiku, begitu?"

"Bukan begitu, Sayang, aku—"

"Jelaskan sekarang juga!"

Devan lalu menjelaskan semuanya pada Lestari, tak ada yang ia lewatkan, ia katakan semuanya tentang bagaimana ia masuk ke kamar hotel dan tidur dengan perempuan lain, lalu perempuan yang ia tiduri itu sedang hamil anaknya.

"Apa? Kamu menghamili perempuan lain? Apa itu masuk akal?" tanya Lestari lalu meneguk air putih yang ada didepan Devan.

Devan menganggukkan kepala, dan berkata, "Aku nggak tahu kenapa bisa aku melakukan itu."

"Berapa usia perempuan yang kamu hamili itu?"

"19 tahun."

"Ha ha. Kamu menghamili perempuan yang masih muda?"

Devan menundukkan kepala.

"Jadi kamu bertanggung jawab pada kehamilannya?"

"Ya. Mama memaksaku bertanggung jawab, apalagi Mama senang sekali dan bahagia ketika mendengar ia akan memiliki cucu dariku."

"Jadi, kamu terima menikahi gadis itu?"

"Aku harus bagaimana? Mama menginginkan itu?"

"Ya sudah."

"Apa kamu mau menungguku?"

"Baiklah. Aku nggak apa-apa menunggu karena aku juga belum siap menikah, jadi setelah gadis itu melahirkan, selesaikan semuanya dan ceraikan dia. Aku akan siap menikah setelah setahun kemudian."

"Baiklah," jawab Devan

"Dan, hubungan kita jangan pernah berubah, selalu seperti ini," kata Lestari, membuat Devan tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Baiklah. Aku janji," jawab Devan.

"Aku harap kamu jangan pernah menyentuh gadis itu, dia memang lebih muda dariku, namun aku paling tahu kamu dibandingkan dirinya," kata Lestari.

Devan tersenyum dan menganggukkan kepala.

****

Segala persiapan sudah dilakukan, beberapa hari ini Ranti menginap di rumah Nesa, untuk menemani sahabatnya itu agar tak terlalu sedih.

Hari ini pun di adakan pengajian Ibu-ibu, karena empat hari dari sekarang acara pernikahan akan digelar secara sederhana, ada akad nikah yang akan dilaksanakan di rumah ini, dan resepsi yang akan di lakukan di salah satu hotel di Banjarmasin.

Terdengar suara lantunan yang merdu dari Ibu-ibu, membuat Nesa mendengarnya dengan seksama, kali ini ia duduk ditengah keramaian, ada dekorasi ditengah rumah yang diperuntukkan untuknya.

Beberapa menit kemudian setelah selesai pengajian, cemilan pun di suguhkan, semuanya memandang takjub pada Nesa yang terlihat cantik dengan baju muslim berwarna putih, dan jilbab syari berwarna pink baby yang ia kenakan, menambah kesan menarik yang terlihat.

Meski usianya masih 19 tahun, namun pikiran Nesa benar-benar dewasa, hanya salah pergaulan saja yang ia lakukan dan membawanya ke pernikahan yang tak di inginkan.

"Nes, kamu cantik sekali," puji Amira, salah satu Ibu pengajian.

"Dia memang cantik, Bu," kata Gina, salah satu Ibu pengajian. "Kamu beruntung, Santi, mendapatkan anak gadis secantik Nesa."

"Terima kasih, Bu Gina," ucap Santi, tersenyum palsu didepan semua orang.

"Semoga Kinan juga bisa mendapatkan jodoh yang baik ya seperti Nesa," kata Amira.

"Amin." Semua orang mengaminkan.

"Sependengaranku, suamimu itu asalnya dari Jakarta, ya?" tanya Dian, salah satu Ibu pengajian.

"Benar, Bu, dia seorang pengusaha dan dia juga punya perusahaan gede di Jakarta, dia juga seorang bangsawan Turki, Bu, jadi tampan sekali," seru Santi, menceritakan semuanya tentang Devan yang berwajah tampan karena ayahnya adalah lelaki keturunan Turki.

"Wah. Beruntung sekali ya kamu, Nes," puji Amira.

Nesa mengangguk dengan senyum.

"Gimana nggak nikah, wong hamil," gumam Kinan, adik tiri Nesa, yang kini beranjak remaja, dengan cepat Santi mencubit paha putrinya agar tidak sampai mengatakan hal yang membuat malu.

"Diam, Kinan," bisik Santi, membuat Kinan menghela napas panjang karena ibunya itu terlalu menjaga harga dirinya.

"Kamu baik-baik saja?" bisik Ranti.

"Iya, aku baik-baik saja," jawab Nesa.

"Kamu yang sabar, ya, semuanya pasti akan indah."

Nesa menganggukkan kepala.

****

Empat hari kemudian ....

Rumah keluarga Nesa sudah sangat ramai, ada tenda diluar sana yang bisa meneduhkan tamu dari sinar matahari.

"Kamu cantik sekali, Nes," puji Indah, sepupu Nesa.

"Terima kasih, Ndah," jawab Nesa.

"Aku nggak nyangka kamu nikah muda," kata Indah.

"Semua itu karena ada alasannya, Ndah," sambung Kinan, yang duduk di tepi ranjang kakaknya.

"Apa nikah membutuhkan alasan?" tanya Indah.

"Nggak juga, alasannya itu karena—"

"Eh Kinan, kamu dipanggil ibumu," sergah Ranti membuat kalimat Kinan terpotong, sungguh mengesalkan melihat Kinan selalu mencari cela untuk memberitahu tentang kehamilan kakaknya.

Kinan memang iri pada Nesa yang bisa mendapatkan suami yang tampan dan sukses seperti Devan, bahkan satu kampung ini terkejut melihat wajahnya dan mengatakan bahwa Nesa beruntung sekali.

Semuanya terlihat sempurna diluar, sedangkan tak ada yang tahu alasan sebenarnya Nesa menikah di usia muda.

CAST ARNESA PUTRI MAHARANI

CAST DEVAN ALIAND

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Ema Sofia

Ema Sofia

Keturunan turkey tapi mirip cina, canda turkey 🤣🤣🤣🤣🤭🤭🤔🤔🤔🤔🤭🤭🤔🤔

2021-10-10

0

Nora Agriani

Nora Agriani

gak ada turkinya thor

2020-11-03

0

pembaca

pembaca

kenapa turunan turki mata sipit thor ,ganti thor gk.cocok

2020-11-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!