Maryam Setyaningsih

Centhini melirik ke arah sang ibu yang sedang membuat kopi untuk Bapak dan Dihyan, kemudian tersenyum simpul.

“Kenapa, kok, ketawa-ketawa gitu, Cen? Semangat ya, mau ketemu saudara-saudara?” ujar Maryam mendapati anak perempuannya itu senyam-senyum sendiri.

“Semangat sih iya, Bu. Tapi bukan itu yang bikin aku senyum-senyum.”

“Terus, apa kalau gitu?”

“Ibu kok bisa cantik, ya? Padahal Ibu udah umur segini, tapi masih kurus aja, nggak ada kerutan di wajah. Ini juga baru pakai daster, kalau pakai gaun, beehh … menyala, Ibukuuh!”

“Menyala piye? Kompor? Lagian ya cantik dong, makane bapakmu itu mau sama Ibu.”

Centhini memang ngefans dengan ibunya itu. Maryam Setyaningsih, berkulit kuning langsat, sepasang mata teduh, alis yang melengkung sempurna seperti dilukis, hidung mancung dan bibir tebal dan melebar ke samping, panjang, khas Timur Tengah. Namun, yang paling membuat Centhini berdecak kagum sebagai sesama perempuan adalah tubuh ibunya yang ramping tersebut.

Centhini beberapa kali melihat ibunya berbusana selain daster, terutama kalau bepergian, atau kondangan. Dan itu, astaga, cantiknya meroket sampai ke angkasa. Maryam bukan seperti ibu-ibu pejabat, atau artis-artis ibukota yang sudah hilang pamornya. Maryam lebih terlihat seperti selebritas legendaris luar negeri, seperti Elizabeth Taylor atau Grace Kelly, anggun nan menawan.

“Aku mau kayak Ibu nanti kalau sudah tua. Malah semakin cantik,” ujar Centhini.

“Amin, amin. Makasih ya nduk atas pujiannya. Kamu itu juga udah cantik gitu, kok,” respon sang ibu.

Kadang-kadang Centhini merasakan apa yang dirasakan Dihyan. Keluarga ini penuh dengan pesona. Tidak main-main, semua orang di dalam keluarga Setiadi rupawan. Masalahnya, Dihyan yang tidak pede itu cuma nggak pernah bercermin, atau malah bercermin terlalu lama. Adiknya itu ganteng luar biasa, berlebihan malah. Harusnya Dihyan lebih memperhatikan diri sendiri dahulu, melihat kebaikan-kebaikan yang ada pada dirinya, baru mulai mengeluh.

Harusnya Centhini yang merasa terasing karena tidak mewarisi ciri-ciri kebulean mereka. Untungnya, Maryam yang sama-sama perempuan, memberikan kasih sayang yang begitu besar kepada Centhini sehingga membuat kecantikannya yang memang sudah ada itu tidak hilang hanya karena Centhini tidak percaya diri.

“Kalau Ibu bisa ketemu dengan kedua orang tua Ibu, Ibu juga bakal senang,” ujar Maryam kemudian.

“Hmm … memangnya Mbah Kakung dan Mbah Putri dimana sekarang? Ibu nggak pernah cerita secara detil. Sama seperti Bapak,” ujar Centhini.

Maryam seperti menghindari menatap mata sipit Centhini. “Ya, pokoknya adalah di Jawa. Ya nggak tahu sekarang gimana kabarnya, Nduk. Kapan-kapan kalau kita punya rezeki dan waktu, mungkin kita bisa coba tilik mereka.”

Pembahasan tentang orang tua Maryam berhenti disitu. Keduanya mengantarkan kopi dan membawakan sarapan ke ruang makan. Centhini pun tidak ingin bertanya lagi. Ia menghormati apapun itu. Toh sang ibu memang tidak berniat untuk melanjutkan ceritanya.

Centhini setuju dengan Dihyan, kedua orang tua mereka memang misterius. Mungkin ini adalah satu-satunya kekurangan di keluarga ini. Meskipun Centhini tidak terlalu ambil pusing. Tidak boleh setitik nila rusak susu sebelanga.

Setelah sarapan dan bersiap-siap, akhirnya Centhini dapat melihat Maryam, ibunya, kembali mengenakan pakaian non-daster. Wanita itu terlalu agung, luar biasa mempesona dan menawan. Terusan sederhana, berwarna jingga lembut hampir biasa saja bila tanpa bandana yang menghiasai rambutnya bagai wanita Amerika di tahun 70-an. Anggun dan mahal.

Benjamin berhasil melihat kekaguman Centhini. Laki-laki tersebut mendekat, kemudian menyenggol Centhini pelan. “Makanya Bapak nikahi Ibumu.”

Centhini melihat sang ayah mengangkat-angkat kedua alisnya, membuat Centhini tertawa.

Jelas, ia tidak bisa lebih setuju dibanding sang ayah. Sang ibu sedang berada dalam mode kecantikan sejatinya, yang selama ini disembunyikan di balik sosok seorang penjaga warung berdaster.

Dihyan yang menghela nafas panjang melihat persiapan keluarganya tersebut. Selain Maryam yang berbusana layaknya bintang film Amerika klasik, sang ayah yang hanya mengenakan jins dan kemeja lengan panjang yang digulung sampai ke siku itu sungguh seperti bule sungguhan, bukan indo atau campuran separuh bule. Tubuhnya yang tinggi dan masih tegap terlihat pas dengan sang ibu. Centhini di sisi lain, berbusana bak model atau bintang film Korea. Mengenakan celana pendek denim dengan kaus lengan panjang yang memamerkan kerampingan tubuhnya. Ini masih ditambah sepasang sepatu boots berwana hitam. Centhini luar biasa trendy.

Dihyan benci itu. Apalagi melihat gayanya sendiri.

“Kalian ini mau fashion show apa naik pesawat, to?” protes Dihyan.

“Wesss, guantengee anak Ibu,” respon Maryam melihat cara Dihyan berpakaian.

“Ngejek, ngejeek … iya, iya, aku ini paling jelek diantara kalian.”

“Lah, wong bener kok. Coba lihat Pak, mirip Bapak to?” ujar Maryam meminta persetujuan Benjamin.

Benjamin mengangguk. Centhini bersiul. Lalu mendekat ke arah adiknya itu dan menggandeng tangannya. “Udah, ayo, adikku sayang. Nggak usah marah-marah. Kamu keren, kok. Ayo, bantu bawa koper ke depan, kita tunggu taksi online.”

Dihyan mengenakan pakaian yang serupa dengan ayahnya. Bedanya, ia merasa beda saja. Mungkin itu masalah terbesarnya dari dulu.

Namun, sepanjang perjalanan, Centhini tak berhenti membuat Dihyan merasa nyaman dan senang. Biasanya ia membully adiknya itu, tetapi kali ini, Centhini lebih sering bercerita, baik di bandara maupun pesawat.

Hasilnya, Centhini tak sadar bahwa Dihyan berhasil mengorek banyak informasi mengenai Camelia. Centhini pun sejatinya tak tahu bahwa Camelia sungguh berada di dalam hati dan pikiran Dihyan, memenuhi relung-relungnya.

“Camelia itu one of a kind, lho,” ujar Centhini. “Kehidupan keluarganya rumit. Dia mewarisi fisik papanya, tetapi sifatnya ikut ibunya. Malah, lucunya, beda sama kamu, Yan, Camelia itu nggak suka keliatan bule gitu. Dia bilang kalau bisa operasi wajah, dia mau punya wajah nusantara. Entah Sunda, Dayak atau sekalian Manado gitu, ikut gen mamanya.”

“Memangnya dia ada masalah sama papanya, sampai nggak mau bangga sama sisi Inggrisnya itu?” tanya Dihyan, mencoba untuk tidak terlihat terlalu mencurigakan.

“Sepertinya sih gitu. Aku nggak tanya terlalu banyak, kelihatan dia nggak terlalu nyaman kalau kami bahas soal keluarganya. Makanya, aku bangga sama keluarga kita ini, Yan. Ada banyak misteri memang, aneh, tapi itu nggak terlalu penting. Camelia aja bilang kalau dia iri sama keluargaku ini, kok. Makanya, kamu itu, bangga sedikit kenapa, sih? Santai, bro, santai …”

Dihyan mengedikkan kedua bahunya, tidak berniat merespon apa-apa.

Ia mengingat-ingat wajah cantik Camelia Green dan tersipu-sipu sendiri karenanya. Ah, andai, andai saja, paling tidak sekadar di dalam mimpi, ia bisa memiliki kisah romantis bersama sang pujaan hati. Di dunia mimpi itu ia ingin menjadi sosok Dihyan yang percaya diri, yang tampan dan mempesona, yang memiliki keberanian untuk sekadar berbiara dengan Camelia mengenai kehidupannya. Di dalam mimpi, ia ingin Camelia memiliki kepercayaan yang besar kepada dirinya, sehingga ia menceritakan semua perihal kehidupan, keluarga dan kedua orang tuanya tersebut.

Namun, mana mungkin.

“Karena aku adalah seorang pecundang,” ujar Dihyan selalu di depan cermin, menatap ke arahnya sendiri.

Terpopuler

Comments

@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

penasaran dengan latar belakang orang tua dihyan

2025-02-01

1

Dewii

Dewii

Sudah mampir nih min, jangan lupa mampir di karya aku juga yahh "JEJAK TINTA DI HALAMAN KOSONG"

SEMANGAT UPDATE MINN

2025-01-28

2

◌ᷟ⑅⃝ͩ● °°~°°Dita Feryza🌺

◌ᷟ⑅⃝ͩ● °°~°°Dita Feryza🌺

bunga buat Dihyan 🌹

2024-11-29

1

lihat semua
Episodes
1 Dihyan Danumaya
2 Camelia Green
3 Centhini Bong
4 Benjamin Setiadi
5 Maryam Setyaningsih
6 Veronica Bungas
7 Stefani Indri
8 Mahluk Serupa Kadal Serupa Manusia
9 Vivian Chandra
10 Vivian Chandra Kembali
11 Santy Gouw
12 Martha Ng Lian Fang
13 Katarina Cheng Jing
14 Septiani
15 Septiani Kembali
16 Steven Markus
17 Septiani Lagi
18 Alexander Cu
19 Semar
20 Mimpi, Alexander dan Semar
21 Septiani dan Dihyan
22 Centhini dan Camelia
23 Tamyang
24 Wardhani
25 Dihyan dan Dihyan
26 Dihyan dan Vivian
27 Vivian dan Dihyan
28 Lagi-Lagi Vivian dan Dihyan
29 Vivian, Dihyan, Mendadak Ada Centhini
30 Dihyan dan Centhini, Vivian Masih Ada Dalam Bayangan
31 Vivian Mengunci Tatapan Dihyan
32 Ashin
33 Ashin Remaja
34 Nurmaya
35 Ashin dan Nurmaya
36 Ashin dan Nurmaya Kembali
37 Centhini dan Mimpinya
38 Centhini Berbagi
39 Ling Ling
40 Centhini Takut, Dihyan Panik
41 Ashin dan Semar
42 Ashin dan Ling Ling
43 Ling Ling, Ashin dan Kesepakatan
44 Ashin dan Sang Ampek
45 Ling Ling Menagih Janji
46 Ashin Menepati Janji
47 Centhini Terbangun
48 Dihyan Sadar Akan Sesuatu
49 Stefani dan Mimpi
50 Dihyan dan Centhini Bersepakat
51 Dihyan, Centhini dan Veronica
52 Stefani Indri dan Sigmund Freud
53 Benjamin, Keluarganya dan Gajah Mada
54 Sumiyati
55 Durga Mahisashuramardini
56 Camelia Menyapa
57 Ratnasari
58 Sandra Joanne Martini
59 Sandra dan Gengnya
60 Sandra dan Dihyan
61 Dihyan dan Sandra
62 Sandra, Suhita, dan Andrea Ketika Bertemu Dihyan
63 Dihyan, Sandra dan Gelato
64 Sandra Diperbudak
65 Dihyan Menguasai Permainan
66 Suhita
67 Suhita Ikut Terkena
68 Suhita dan Dihyan
69 Andrea
70 Ashui
71 Suhita dan Dadanya
72 Sandra sang Hamba
73 Suhita dan Kamarnya
74 Sandra dan Suhita
75 Sandra Dalam Abstraksi Waktu
76 Mengapa Centhini Merasa Hampa?
77 Dialog Antara Dihyan dan Centhini
78 Agustina Jafar
79 Camelia, Centhini dan Dihyan
80 Agustina dan Ashin
81 Katarina-lah Orangnya
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Dihyan Danumaya
2
Camelia Green
3
Centhini Bong
4
Benjamin Setiadi
5
Maryam Setyaningsih
6
Veronica Bungas
7
Stefani Indri
8
Mahluk Serupa Kadal Serupa Manusia
9
Vivian Chandra
10
Vivian Chandra Kembali
11
Santy Gouw
12
Martha Ng Lian Fang
13
Katarina Cheng Jing
14
Septiani
15
Septiani Kembali
16
Steven Markus
17
Septiani Lagi
18
Alexander Cu
19
Semar
20
Mimpi, Alexander dan Semar
21
Septiani dan Dihyan
22
Centhini dan Camelia
23
Tamyang
24
Wardhani
25
Dihyan dan Dihyan
26
Dihyan dan Vivian
27
Vivian dan Dihyan
28
Lagi-Lagi Vivian dan Dihyan
29
Vivian, Dihyan, Mendadak Ada Centhini
30
Dihyan dan Centhini, Vivian Masih Ada Dalam Bayangan
31
Vivian Mengunci Tatapan Dihyan
32
Ashin
33
Ashin Remaja
34
Nurmaya
35
Ashin dan Nurmaya
36
Ashin dan Nurmaya Kembali
37
Centhini dan Mimpinya
38
Centhini Berbagi
39
Ling Ling
40
Centhini Takut, Dihyan Panik
41
Ashin dan Semar
42
Ashin dan Ling Ling
43
Ling Ling, Ashin dan Kesepakatan
44
Ashin dan Sang Ampek
45
Ling Ling Menagih Janji
46
Ashin Menepati Janji
47
Centhini Terbangun
48
Dihyan Sadar Akan Sesuatu
49
Stefani dan Mimpi
50
Dihyan dan Centhini Bersepakat
51
Dihyan, Centhini dan Veronica
52
Stefani Indri dan Sigmund Freud
53
Benjamin, Keluarganya dan Gajah Mada
54
Sumiyati
55
Durga Mahisashuramardini
56
Camelia Menyapa
57
Ratnasari
58
Sandra Joanne Martini
59
Sandra dan Gengnya
60
Sandra dan Dihyan
61
Dihyan dan Sandra
62
Sandra, Suhita, dan Andrea Ketika Bertemu Dihyan
63
Dihyan, Sandra dan Gelato
64
Sandra Diperbudak
65
Dihyan Menguasai Permainan
66
Suhita
67
Suhita Ikut Terkena
68
Suhita dan Dihyan
69
Andrea
70
Ashui
71
Suhita dan Dadanya
72
Sandra sang Hamba
73
Suhita dan Kamarnya
74
Sandra dan Suhita
75
Sandra Dalam Abstraksi Waktu
76
Mengapa Centhini Merasa Hampa?
77
Dialog Antara Dihyan dan Centhini
78
Agustina Jafar
79
Camelia, Centhini dan Dihyan
80
Agustina dan Ashin
81
Katarina-lah Orangnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!