Camelia Green

Dihyan dan Centhini berkampus di tempat yang sama. Bedanya, Dihyan mengambil jurusan komunikasi, sedangkan Centhini di jurusan bisnis. Setiap hari keduanya berangkat dan pulang bersama, kecuali bila ada satu dua kegiatan tambahan atau acara khusus.

“Eh, Yan, cece kamu sampai sekarang belum punya pacar?” tanya Derrick, teman kuliah Dihyan. Ia tidak terlalu akrab dengan Derrick.

“Kamu adalah cowok kesekian yang nanya ini ke aku. Mbakku belum punya pacar. Tapi nggak tahu juga, tanya aja langsung,” jawab Dihyan ogah-ogahan.

“Kok bisa sih kamu punya cece secantik itu?”

Dihyan melirik sebal ke arah Derrick. “Kan dia kakak angkat.”

“Iya, semua orang juga tahu itu. Cuma, kok bisa dia cantik?”

Dihyan menghela nafas panjang. Ini sudah tahun pertama, berarti dua semester, ia dan Centhini berkuliah. Selama itulah ia menjadi sasaran pertanyaan sekaligus hinaan dari banyak orang. Centhini terus-menerus mendapatkan pujian dari banyak orang. Teman-teman perempuannya pun tidak segan-segan menunjukkan kekaguman, tetapi tak satupun menunjukkan ketertarikan kepadanya.

Belum lagi ketika mereka sampai tahu bahwa ayahnya, si Aparatur Sipil Negara itu, adalah seorang bule tampan. Atau ibunya, yang sederhana itu, berwajah luar biasa cantik.

Masih mending Derrick yang bertanya, kalau teman-teman atau bahkan tetangganya yang tahu mengenai kedua orang tuanya ini, maka pertanyaannya bisa, “Kok bisa sih bapak dan ibu kamu cakep gitu, sedangkan kamu cuma dapat jangkung kayak buluh bambunya doang?”

Dihyan akhirnya hanya bisa mengedikkan kedua bahunya merespon pertanyaan Derrick.

Awalnya, sedari masa sekolah dulu, Dihyan merasa biasa dan terbiasa dengan sikap orang-orang terhadap keluarganya ini. Namun, semenjak Dihyan bertemu dengan sosok Camelia Green, Dihyan mulai merasakan bahwa dirinya begitu rendah serta tak berharga.

Gadis itu mengambil jurusan bisnis yang sama dengan Centhini, bahkan sedari awal sudah dekat dengan kakaknya itu. Tak lama mereka bahkan menjadi sahabat baik.

Camelia membuat Dihyan klepak-klepek. Wajahnya luar biasa cantik, perpaduan darah Inggris sang ayah dan Manado sang ibu. Robert Green, sang ayah, adalah seorang guru ekspat di salah satu sekolah internasional di kota ini. Sebenarnya, tidak sulit bagi Camelia untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri, paling tidak di Inggris, tempat asal ayahnya. Namun, Camelia merasa bahwa ia tidak terlalu pintar dan tidak berkeinginan terlalu besar untuk memiliki karir tertentu. Ia dekat dengan ibunya yang merupakan seorang pengusaha katering sukses nan terkenal di kota ini.

“Aku mau melanjutkan bisnis Mama aja, Cen. Makanya aku harus belajar banyak soal bisnis,” jelasnya pada Centhini suatu saat.

Rambut Camelia berwarna coklat, atau kemerah-merahan, Dihyan tidak tahu terlalu pasti. Ia tidak memiliki nyali untuk memandang Camelia terlalu dekat. Hidungnya mancung, pas, tidak terlalu panjang dan tajam. Wajahnya secara keseluruhan seperti bidadari – kalau bidadari memang ada, harusnya wajahnya seperti Camelia, pikir Dihyan.

“Mbak, memangnya Camelia itu warga negara kita, ya?” rasa penasaran Dihyan akhirnya membawanya ke Centhini.

Centhini mengerutkan keningnya dan menatap curiga Dihyan dengan sepasang matanya yang sipit itu. “Kenapa tanya-tanya? Naksir? Mentang-mentang sama-sama punya tampang semi bule gitu, terus kamu bakal merasa cocok sama Camelia?”

“Opo, sih, Mbak,” protes Dihyan.

Centhini tertawa puas melihat reaksi adiknya itu.

Dihyan memutuskan untuk tidak mengulik informasi apapun dari Centhini. Sudah diejek orang lain, jangan sampai membuka kesempatan untuk dirundung kakaknya sendiri.

Padahal, sulit baginya untuk tidak bertanya kepada Centhini. Camelia dan Centhini selalu bersama di kampus. Keduanya menjadi pusat perhatian karena sama-sama cantik dan menarik. Camelia yang blasteran Indo-Inggris, dan Centhini yang mewakili pesona oriental. Dan, Dihyan jatuh hati pada Camelia, meski maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.

Akhirnya, ketidakmampuan ini langsung kembali ia salahkan kepada kondisinya yang serba tidak beruntung dan hidup sebagai pecundang ini. Apa gunanya memiliki latar belakang keluarga yang serba tampan, cantik dan menarik, kalau dirinya tak mampu mendapatkan orang yang ia sukai.

Camelia Green seakan menjadi standar tertinggi pencapaiannya. Dalam kondisi latar belakang keluarga yang seperti ini, harusnya mendekati Camelia bukanlah perkara yang terlalu sulit. Itu juga kalau ia sungguh cakep, dianugerahi semua ciri fisik dan pesona kedua orang tuanya.

“Hei, kamu Dihyan kan, ya? Adiknya Centhini, kan?”

Dihyan tersentak.

Ia sedang menunggu kakaknya di parkiran motor untuk pulang bersama. Sudah lebih dari 30 menit Centhini tidak muncul. Gawai Centhini pun sepertinya tidak aktif karena tidak bisa dihubungi. Namun, Dihyan memutuskan menunggu sampai sosok kakak perempuannya tersebut muncul.

Dihyan tidak percaya bahwa Camelia jauh lebih cantik bila sedekat ini. Sepasang matanya lentik, pupilnya berwarna kecoklatan, bukan hitam, serupa dengan warna rambutnya. Bibirnya, merah merekah, tipis tetapi melebar ke samping dengan lengkungan yang terlalu sempurna, membentuk semacam seringai unik yang sulit untuk dibaca.

“Ah, eh … ehm … iya. Saya Dihyan,” jawab Dihyan terbata-bata.

“Hape Centhini mati, jadi dia nggak bisa hubungi kamu. Jadi, ceritanya aku mau ajak dia keluar sebentar. Boleh ya? Nanti sore atau malam aku antar dia balik sampai ke rumah. Nggak usah khawatir. Dia bisa charge hapenya di dalam mobilku aja nanti.”

Bahkan suara yang keluar dari rongga mulut Camelia pun terdengar indah. Cenderung berat, datar, tetapi lembut dan tidak tergesa-gesa. Santai, tetapi jelas dan tegas. Berbeda dengan suara Centhini yang tipis, tinggi, dan cenderung sengau, sangat mengganggu, pikir Dihyan.

Dihyan hanya bisa mengangguk kaku.

Camelia tersenyum dan berterima kasih sebelum meninggalkan Dihyan terpekur seorang diri di parkiran. Untung bukan di wilayah parkiran ruko. Bisa-bisa ada orang yang menghampirinya dan memberikannya lembaran uang dua ribu rupiah, berpikir ia adalah tukang parkirnya.

Sore itu, Dihyan menunggu kakaknya diantar sampai rumah, hanya untuk melihat Camelia lagi.

Camelia sungguh mengantar sampai depan rumah, sebelum berpamitan kepada orang tua Dihyan, serta Dihyan sendiri, yang pura-pura sedang membaca di ruang tamu.

Kulit Camelia putih pucat, dengan sedikit freckles alias titik-titik noda di pipinya. Membuat wajah si gadis semakin cantik luar biasa.

Mana mungkin gadis secantik itu melirik kepada dirinya, pikir Dihyan. Tidak peduli bahwasanya ia adalah sahabat baik seorang Centhini, kakaknya sendiri. Di keluarga ini, mungkin Centhini lebih tepat sebagai anak kandung. Bukan karena kemiripan wajahnya dengan kedua orang tuanya, melainkan karena mereka sama-sama rupawan semua.

Dihyan merasa luar biasa konyol dan bodoh karena mematung di depan Camelia saat itu. Mengapa ia tak mampu bertindak normal layaknya laki-laki? Derrick yang tidak bisa dikatakan memiliki tampang tampan saja masih memiliki keberanian untuk coba-coba peruntungan dengan cewek-cewek yang ia sukai. Sedangkan dirinya?

“Karena aku adalah seorang pecundang,” ujar Dihyan selalu di depan cermin, menatap ke arahnya sendiri.

Terpopuler

Comments

@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

dihyan bukan pecundang, opini sekitar yg membentuknya meyakini itu. andai dia mau berprestasi, mungkin orang lain akan menilai berbeda.

2025-02-01

2

🍁мαнєѕ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ

🍁мαнєѕ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ

lama2 diaminkan sama cermin 🤣🤣

2024-11-14

1

🍁мαнєѕ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ

🍁мαнєѕ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ

td perasaan orang Inggris bapaknya kenapa jd indo-amrik?

2024-11-14

0

lihat semua
Episodes
1 Dihyan Danumaya
2 Camelia Green
3 Centhini Bong
4 Benjamin Setiadi
5 Maryam Setyaningsih
6 Veronica Bungas
7 Stefani Indri
8 Mahluk Serupa Kadal Serupa Manusia
9 Vivian Chandra
10 Vivian Chandra Kembali
11 Santy Gouw
12 Martha Ng Lian Fang
13 Katarina Cheng Jing
14 Septiani
15 Septiani Kembali
16 Steven Markus
17 Septiani Lagi
18 Alexander Cu
19 Semar
20 Mimpi, Alexander dan Semar
21 Septiani dan Dihyan
22 Centhini dan Camelia
23 Tamyang
24 Wardhani
25 Dihyan dan Dihyan
26 Dihyan dan Vivian
27 Vivian dan Dihyan
28 Lagi-Lagi Vivian dan Dihyan
29 Vivian, Dihyan, Mendadak Ada Centhini
30 Dihyan dan Centhini, Vivian Masih Ada Dalam Bayangan
31 Vivian Mengunci Tatapan Dihyan
32 Ashin
33 Ashin Remaja
34 Nurmaya
35 Ashin dan Nurmaya
36 Ashin dan Nurmaya Kembali
37 Centhini dan Mimpinya
38 Centhini Berbagi
39 Ling Ling
40 Centhini Takut, Dihyan Panik
41 Ashin dan Semar
42 Ashin dan Ling Ling
43 Ling Ling, Ashin dan Kesepakatan
44 Ashin dan Sang Ampek
45 Ling Ling Menagih Janji
46 Ashin Menepati Janji
47 Centhini Terbangun
48 Dihyan Sadar Akan Sesuatu
49 Stefani dan Mimpi
50 Dihyan dan Centhini Bersepakat
51 Dihyan, Centhini dan Veronica
52 Stefani Indri dan Sigmund Freud
53 Benjamin, Keluarganya dan Gajah Mada
54 Sumiyati
55 Durga Mahisashuramardini
56 Camelia Menyapa
57 Ratnasari
58 Sandra Joanne Martini
59 Sandra dan Gengnya
60 Sandra dan Dihyan
61 Dihyan dan Sandra
62 Sandra, Suhita, dan Andrea Ketika Bertemu Dihyan
63 Dihyan, Sandra dan Gelato
64 Sandra Diperbudak
65 Dihyan Menguasai Permainan
66 Suhita
67 Suhita Ikut Terkena
68 Suhita dan Dihyan
69 Andrea
70 Ashui
71 Suhita dan Dadanya
72 Sandra sang Hamba
73 Suhita dan Kamarnya
74 Sandra dan Suhita
75 Sandra Dalam Abstraksi Waktu
76 Mengapa Centhini Merasa Hampa?
77 Dialog Antara Dihyan dan Centhini
78 Agustina Jafar
79 Camelia, Centhini dan Dihyan
80 Agustina dan Ashin
81 Katarina-lah Orangnya
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Dihyan Danumaya
2
Camelia Green
3
Centhini Bong
4
Benjamin Setiadi
5
Maryam Setyaningsih
6
Veronica Bungas
7
Stefani Indri
8
Mahluk Serupa Kadal Serupa Manusia
9
Vivian Chandra
10
Vivian Chandra Kembali
11
Santy Gouw
12
Martha Ng Lian Fang
13
Katarina Cheng Jing
14
Septiani
15
Septiani Kembali
16
Steven Markus
17
Septiani Lagi
18
Alexander Cu
19
Semar
20
Mimpi, Alexander dan Semar
21
Septiani dan Dihyan
22
Centhini dan Camelia
23
Tamyang
24
Wardhani
25
Dihyan dan Dihyan
26
Dihyan dan Vivian
27
Vivian dan Dihyan
28
Lagi-Lagi Vivian dan Dihyan
29
Vivian, Dihyan, Mendadak Ada Centhini
30
Dihyan dan Centhini, Vivian Masih Ada Dalam Bayangan
31
Vivian Mengunci Tatapan Dihyan
32
Ashin
33
Ashin Remaja
34
Nurmaya
35
Ashin dan Nurmaya
36
Ashin dan Nurmaya Kembali
37
Centhini dan Mimpinya
38
Centhini Berbagi
39
Ling Ling
40
Centhini Takut, Dihyan Panik
41
Ashin dan Semar
42
Ashin dan Ling Ling
43
Ling Ling, Ashin dan Kesepakatan
44
Ashin dan Sang Ampek
45
Ling Ling Menagih Janji
46
Ashin Menepati Janji
47
Centhini Terbangun
48
Dihyan Sadar Akan Sesuatu
49
Stefani dan Mimpi
50
Dihyan dan Centhini Bersepakat
51
Dihyan, Centhini dan Veronica
52
Stefani Indri dan Sigmund Freud
53
Benjamin, Keluarganya dan Gajah Mada
54
Sumiyati
55
Durga Mahisashuramardini
56
Camelia Menyapa
57
Ratnasari
58
Sandra Joanne Martini
59
Sandra dan Gengnya
60
Sandra dan Dihyan
61
Dihyan dan Sandra
62
Sandra, Suhita, dan Andrea Ketika Bertemu Dihyan
63
Dihyan, Sandra dan Gelato
64
Sandra Diperbudak
65
Dihyan Menguasai Permainan
66
Suhita
67
Suhita Ikut Terkena
68
Suhita dan Dihyan
69
Andrea
70
Ashui
71
Suhita dan Dadanya
72
Sandra sang Hamba
73
Suhita dan Kamarnya
74
Sandra dan Suhita
75
Sandra Dalam Abstraksi Waktu
76
Mengapa Centhini Merasa Hampa?
77
Dialog Antara Dihyan dan Centhini
78
Agustina Jafar
79
Camelia, Centhini dan Dihyan
80
Agustina dan Ashin
81
Katarina-lah Orangnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!