Dave tak mau melihat bayi Sekar apalagi menyentuhnya. Dave benar-benar menyisakan jarak yang sangat jauh dengan keduanya. Bahkan hingga Sekar selesai masa nifas, dia tetap dengan keputusannya.
Dave sering mendatangi makam Anne beberapa waktu terakhir ini. Menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di sana. Entah apa yang di lakukannya. Nyatanya Dave tenggelam dengan perasaannya.
"Kau tenang saja, Sayang. Aku tidak akan memberikan tempatmu di hatiku pada wanita lain. Hanya kau yang akan selamanya bertanya di sini." Dave berkata pada batu nisan yang bertuliskan nama mendiang istrinya itu sambil mengelusnya penuh perasaan. Seakan-akan bahwa yang ia sentuh adalah sosok Anne, istri yang sangat di cintainya itu.
Seorang pria memantaunya dari balik pohon besar tak jauh dari letak makam tersebut. Helaan napas berat terdengar menghembus dari mulutnya. Ia setia menunggu sang sahabat selesai dengan urusannya.
"Jujur, Sayang. Kehadirannya sejak awal sempat menggugah sesuatu di dalam sini," kata Dave lagi sambil menyentuh dadanya sebelah kiri. Pria itu terus berbicara pada batu nisan tersebut seolah ia tengah bercengkrama dengan manusia. kadang Dave tertawa pelan, kadang juga pria itu berucap dengan lirih.
Semua berakhir dengan sangat berat. Dave bahkan terlihat enggan untuk bangkit dari pusara. Sekali lagi ia tatap batu nisan yang telah ia taburi berbagai jenis bunga warna-warni dan juga air mawarnya sekalian. Tak lupa, Dave pun meletakkan satu buket bunga lili kesukaan mendiang istrinya itu.
"Aku pergi dulu, Sayang. Aku pasti akan menemuimu lagi lain waktu. Tunggu aku di sana baik-baik, hingga saat itu tiba bagi kita untuk bisa bersama lagi." Dave mundur tiga langkah, seolah enggan berbalik meninggalkan tempat ternyaman baginya itu. Tempat di mana ia tak merasakan yang namanya kesepian. Ya, tentu saja itu hanya bagi Dave seorang.
Karena bagi siapapun yang melihatnya pasti akan mengira bahwa pria itu sedikit tidak waras. Ya, orang waras mana yang akan tertawa dan bercerita sampai terkadang menitikkan air matanya sendirian di atas kuburan? Hanya orang frustrasi hingga dirinya harus berbicara dengan seonggok batu nisan yang nyatanya benda mati.
Ketika Dave hendak menghampiri kendaraannya yang terparkir, ada sepasang tangan kekar yang menariknya dengan cukup kuat.
"HEI, KAU!--"
"Max? Apa yang kau lakukan di sini?" Alangkah terkejutnya Dave setelah tau siapa orang yang menariknya cukup jauh dari area pemakaman tersebut.
"Iya ini aku. Kau pikir memangnya siapa!" Max terlihat tengah menahan geramnya pada salah satu sahabatnya ini.
"Sejak kapan kau di sini?" tanya Dave lagi memastikan.
"Cukup lama, sampai aku menyimpulkan bahwasanya kau ini sudah hampir hilang kewarasan!" Max berkata seraya menahan gemasnya setengah mati.
Inilah kenapa Dave tak mau sampai ada orang yang tau mengenai kebiasaannya mendatangi makam Anne. Ia sudah menduga, kalau orang lain pasti akan menduganya sudah hampir gila.
"Jadi, kau menguntit lalu kemudian menguping pembicaraan orang lain?" tuding Dave. Namun sahabatnya itu hanya mendengus, tanpa mengelak maupun mengiyakan.
"Ya, aku memang mengikutimu ke sini. Atas dorongan perasaan curiga atas apa yang selama ini kau lakukan demi membuang masa. Nyatanya inilah jalan Allah menunjukkannya padaku. Hingga terpampanglah semua kebodohanmu!" Max mulai mengeluarkan sikap tegasnya.
Dave berdiri dan menatap sahabatnya dengan kerutan di dahi. Ia nampaknya tak mengerti sama sekali atas apa yang di sampaikan oleh Max.
"Apa maksudmu? Kau tentunya tidak mengerti apa yang ku rasakan karena kau belum merasakannya, Max. Kau tidak bisa seenaknya mengataiku dengan sebutan itu." Dave masih berusaha untuk menahan lonjakan emosinya.
"Aku tidak sedang membahas perasaanmu, akan tetapi perbuatanmu! Kau ini kan sudah tinggal di area lingkup pesantren, masa tidak paham bahwa apa yang kau lakukan tadi sudah jauh dari syariat agama kita!" tegas Dave.
Dave semakin mengernyitkan keningnya. Apanya yang jauh dari syariat agama? Toh dia hanya mengunjungi makam istrinya. Walaupun dengan sedikit bercengkerama dengannya. Seolah menganggap mayit di bawah sana bisa mendengar dan mengetahui apa yang di bicarakannya. Lalu apanya yang aneh? Dave terus bertanya-tanya dalam hatinya.
"Kau tidak sadar apa yang melanggar syariat dari perbuatanmu itu, Dave?" tanya Max lagi memastikan bahwa Dave memang tidak menyadarinya karena memang tak paham.
"Aku rasa tidak ada yang aneh. Aku hanya mengunjungi makam Anne kemudian seolah-olah berbicara dengannya. Aku hanya butuh teman bicara dan aku hanya terbiasa mengutarakan semua isi hatiku padanya," ungkap Dave. Ia bermaksud agar Max tidak salah paham atas apa yang di lakukannya. Dave telah memutuskan benar-benar hijrah dan ingin lebih baik lagi. Namun dirinya belum fokus untuk mempelajari agama Islam lebih dalam.
"Astagfirullah, Dave. Kau bilang bicara dengan orang di kuburan itu tidak aneh? Ya Rosul, maafkan umatmu ini." Max nampak mengusap wajahnya. Pria itu sedang mencari cara agar bisa menjelaskan semuanya dengan gamblang dan mudah di terima oleh Dave yang mualaf.
"Katakanlah, Max. Apa yang sebenarnya salah dari perbuatanku. Aku tak mau Allah murka dan Rosulullah malu memiliki umat sepertiku."
Melihat kesungguhan Dave membuat Max berani menegaskan beberapa step kesalahan sahabatnya itu.
"Pertama kau menabur bunga, menyiram air mawar dan menancapkan buket ke atas makam? Apa yang kau pikirkan ketika melakukan itu? Atas dasar apa kau melakukannya?" cecar Max, dengan nada bicara pelan dan hati-hati.
"Aku, hanya meniru dari apa yang pernah ku lihat. Orang-orang meletakkan bunga di atas pusara kerabat atau kolega mereka sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang telah wafat. Bukankah kebiasaan di negara kita dulu juga seperti itu? Takkan kau lupa, Max."
"Bukankah mereka notabene adalah non muslim? Takkan kau lupa, Dave?" balas Max dengan senyum tipisnya.
"Ah ya kau benar. Mereka semua yang melakukan tabur bunga dan penghormatan di makam adalah kaum non-muslim."
"Nah kan. Bukankah itu aneh ketika hal tersebut justru di adaptasi oleh kaum muslimin. Dimana hal tersebut tidak ada dalilnya di dalam Al Qur'an maupun Sunnah nabi ( Hadist shohih )."
"Kau benar, Max. Jadi perbuatanku selama ini telah salah. Aku bahkan mengajak bicara orang yang telah mati. Dimana ruhnya bahkan kini berbeda alam dengan kita." Dave mengusap wajahnya seraya mengucapkan istighfar setelah ia menyadari kekeliruannya.
"Jika memang hal tersebut berfedah, pasti Rosulullah maupun para sahabat dan ulama terdahulu juga melakukannya. Namun nyatanya, banyak kebiasaan maupun tradisi kaum muslim itu yang justru di adaptasi dari agama lain. Bukankah ada hadist shohih yang mengatakan bahwa, "BARANG SIAPA MENYERUPAI SUATU KAUM, MAKA IA TERMASUK GOLONGAN MEREKA. Hadist riwayat Ahmad."
"Astaghfirullahal adzim!" Dave semakin tenggelam dalam penyesalannya.
"Lagipula kau itu punya istri cantik dan bayi yang lucu. Ngapain juga malah ngobrol sama batu nisan. Ingat Dave! Kau itu menikahi anak manusia bukan pajangan keramik!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
tuh dengerin dave apa yg di nasehatkn sm max,,jd dr lada kamu curhat sm nisan mending kamu ngobrol sm anak istri ksmu..walau dia plbkn anak kamu tp kan kamu sdh nikah sm ibuy..
2024-12-02
2
Moms Raka
d kampungku muslim semua tiap mlm jumat pd k makam sebagian jg membawa bunga
2024-12-02
2
Kartika oshin
ingat itu Dave sekarang jodohmu adalah istri yang sekarang jadi jangan egois dan ingin sakarepmu dewe
2024-12-02
3