Baaaaaaaaaaaappp
Daniel dengan tergesa - gesa beranjak dari tempat duduknya. Dia terkejut setengah mati melihat Rara tergelak tak berdaya di lantai.
"RARAAAAAAAAAAAAAAA"
Daniel menepuk - nepuk pipi Rara yang ternyata sudah tidak sadarkan diri.
"NITAAAAAAAAAA..NITAAAAAAA" Daniel berteriak panik memanggil sekretarisnya.
"Iya Pa-- astaga Bu Rara kenapa Pak?" Nita membekap mulutnya sendiri karena terkejut melihat keadaan Rara pingsan.
"Cepat panggilkan Dokter Reyhan!" Perintah Daniel pada Nita. Kemudian Daniel mengangkat Rara untuk di baringkan di sofa.
"Baik Pak" Nita segera keluar untuk menghubungi Dokter Reyhan yang merupakan dokter keluarga Mahendra.
"Ra..kamu kenapa sayang. Bangun Ra. Jangan buat aku kuatir gini."
Daniel terus saja mengecup tangan Rara yang sejak tadi tidak lepas dari genggamannya. Tangannya satunya dia gunakan untuk mengelus kepala Rara dengan lembut.
Jujur saja melihat keadaan Rara seperti ini membuatnya sangat takut. Dia takut kalau sesuatu yang berbahaya terjadi pada Rara tanpa diketahuinya.
Daniel menoleh ke belakang saat pintu terbuka. Lalu dia beranjak dari sana menyambut kedatangan dokter Reyhan.
"Tolong periksa dia Ka Rey." Ujar Daniel terlihat gugup sambil menoleh pada Rara.
Daniel terbiasa memanggil Reyhan dengan panggilan kakak. Karena usia mereka yang tidak jauh terpaut. Ayah Reyhan juga seorang dokter. Sebelumnya dokter Roni ayah dari Reyhan yang menjadi dokter keluarga Mahendra. Karena disibukkan dengan pekerjaannya sebagai direktur RS, itulah sebabnya tugas sebagai dokter keluarga Mahendra di limpahkan pada Reyhan.
"Baiklah. Kamu jangan kuatir. Aku akan memeriksanya."
Daniel menggangguk dan memperhatikan dokter Reyhan yang sedang melakukan pemeriksaan pada Rara. Daniel tidak bisa diam di tempatnya. Mondar mandir gelisah seperti suami siaga yang menunggu istrinya mau melahirkan. Reyhan sempat melihat tingkah Daniel, dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum sendiri. Dia yakin bahwa wanita yang ada di hadapannya ini sekarang adalah wanita spesial untuk Daniel. Setelah selesai memeriksanya, Daniel menghampiri dokter Reyhan.
"Gimana Rara ka? Apa ada yang serius?"
Reyhan terkekeh dan menepuk bahu Daniel pelan. "Jadi namanya Rara. Cantik juga."
"Ck..aku serius ka." Daniel berdecak sebal karena pertanyaannya tidak di jawab.
"Dia sedang mengalami menstruasi. Terkadang di hari pertama itu sangat menyakitkan. Salah satunya ya seperti ini bisa sampai pingsan. Memang tidak semua wanita mengalaminya." Dokter Reyhan menjelaskan.
"Apakah itu tidak berbahaya?"
"Kalau ditangani dengan serius dan sering konsultasi ke dokter aku yakin itu tidak akan membahayakan. Tapi---"
Reyhan menjeda kalimatnya sebentar lalu melihat Rara lagi sebelum dia melanjutkan.
"Tapi apa ka?" Daniel tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya dan Reyhan bisa melihat itu.
"Ada sesuatu yang mencurigakan pada rahimnya. Aku belum tau pasti itu apa. Aku sarankan untuk membawanya cek ke rumah sakit saja. Lakukan tes darah atau lab. biar jelas."
"Dia juga kecapean. Tadi sudah ku berikan suntikan penenang dosis rendah agar dia bisa istirahat sebentar. Jangan lupa tebus obatnya. Aku pulang dulu."
Daniel menganggukkan kepalanya.
"Satu lagi"
Daniel mendongak kepalanya ke arah Reyhan bingung. "Apa?"
"Kamu berhutang penjelasan padaku." Ujar Reyhan sambil menunjuk Rara dengan dagunya dan kembali tersenyum.
"Iya iya. Nanti akan ku jelaskan. Sudah sana pergi." Daniel mendorong Reyhan pelan sampai depan pintu.
"Ck..terima kasih." Ujar Reyhan menyindir sambil berdecak sebal karena Daniel mengusirnya.
Orang yang di sindir hanya nyengir kuda dengan senyum lebar. Lalu Daniel kembali menghampiri Rara.
Dia melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul 17.30 WIB. Semua karyawan sudah pulang. Tapi Rara masih belum bangun. Dia juga memikirkan si kembar pasti kuatir kalau Rara masih belum pulang.
"Aku akan mengantarnya pulang." Gumam Daniel.
Dengan cepat dia membereskan barang milik Rara dan juga miliknya. Dia menggendong Rara dengan hati - hati. Sesampainya di depan mobil, Daniel meminta tolong pada seorang satpam untuk membantunya membuka pintu mobil. Kemudian Daniel mendudukkan Rara di kursi penumpang. Mengubah setelan tempat duduk agar lebih rendah. Sehingga membuat Rara lebih nyaman seperti berbaring. Daniel juga memasangkan seatbelt pada Rara.
Setelah semua selesai, Daniel melajukan mobilnya menuju apartemen Rara. Untungnya Daniel tahu alamat Rara dari David yang sempat mengikuti Rara sepulang dari kantor.
Sesampainya di apartemen Rara, Daniel memencet bel. Tak lama pintu terbuka dan menampilkan sosok mungil cantik di balik pintu.
"Om Daniel. Bunda ade kenapa?" Ria meneteskan air matanya melihat bunda yang tak sadarkan diri dalam gendongan Daniel.
"Kita bawa bunda masuk dulu ya sayang." Ujar Daniel menenangkan.
Ria menuntun Daniel untuk membawa bundanya ke dalam kamar. Daniel membaringkan Rara pelan - pelan di tempat tidur. Melepas sepatu Rara. Menyelimutinya sebatas dada. Daniel menatap Rara sebentar yang masih dalam pengaruh obat tidur. Dia mengelus puncak kepalanya dan mengecup keningnya, sebelum dia beranjak meninggalkan kamar.
Tapi langkahnya tertahan karena dua orang makhluk kecil Rio dan Ria yang menatapnya penuh tanya di depan pintu kamar. Daniel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan jadi salah tingkah di depan keduanya.
"Kita keluar ya. Biar bunda istirahat dulu. Nanti om jelaskan." Daniel menuntun kedua bocah itu keluar dari kamar menuju ruang tamu.
Mereka bertiga kini duduk di sofa. Rio dan Ria duduk agak sedikit jauh dari Daniel. Matanya memindai seluruh sisi apartemen Rara. Sederhana tapi terkesan luas. Tempatnya juga nyaman, batin Daniel. Daniel masih asik dengan pikirannya sendiri. Jujur saja dia bingung menghadapi kedua bocah didepannya sekarang. Rasanya lebih sulit daripada menghadapi puluhan klien perusahaannya. Daniel juga merasa seperti seorang terdakwa yang di sidang hakim.
"Ekheemm. Jadi apa yang terjadi pada Bunda om?." Rio membuka suaranya.
Tatapan tajam keduanya mengarah pada Daniel. Mereka duduk bersebelahan. Tangan keduanya pun sama - sama bersedekap di depan dada. Persis seperti orangtua yang sedang menginterogasi seorang calon mantu untuk putrinya. Daniel menjadi salah tingkah melihat sikap kedua bocah tersebut kepadanya.
"Ekheemm" Daniel juga ikut berdehem dan memperbaiki cara duduknya. Berusaha bersikap sangat santai. Sekilas dia melirik keduanya kemudian pandangannya beralih ke arah lain.
"Tadi bunda kalian pingsan di kantor. Itulah sebabnya om membawa pulang bunda." Tutur Daniel.
"Tapi kenapa om mencium kening bunda?"
Tak menyangka dengan pertanyaan dari Rio membuat Daniel terkesiap belum siap untuk memberikan alasan kenapa dia melakukan itu.
"Om kuatir dengan bunda kalian dan om sangat menyayangi bunda kalian." Dengan sangat mantap Daniel menjawab pertanyaan Rio.
"Memangnya om siapa berani melakukannya? Apa hubungan om dengan bunda?" Tatapan tajam Rio seakan ingin memakan Daniel hidup-hidup. Dia sempat bergedik ngeri.
Bayangkan saja seorang CEO seperti Daniel merasa ketakutan menghadapi dua orang bocah kecil. Apalagi pertanyaan demi pertanyaan yang di lontarkan mampu membuat Daniel kaku untuk menjawabnya.
"Itu om aka-----" Belum sempat Daniel menyelesaikan ucapannya, tiba - tiba saja Ria merubah suasana tegang yang sedang tercipta di antara mereka. Ria merengek meminta makan.
"Om..Ade lapar." Rengek Ria.
Daniel boleh bersyukur Ria menyelamatkan hidupnya. Ingin sekali dia menghampiri Ria dan mengecup pipi bocah itu tapi dia tahan.
"Ayo kita ke dapur. Kita lihat apa saja yang ada di kulkas. Om akan masak untuk kalian."
Wajah Ria sumringah karena senang. Dia menarik tangan Daniel dan mengajaknya ke dapur.
Sementara Rio memperhatikan mereka berdua dan berdecak kesal.
"Dasar tukang lapar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Erma Wahyuni
daniel jadi terdakwah😂😂😂
2021-07-12
0
Sri Haryanti
kapok si bosss 🤣🤣🤣
2021-06-13
0
Imer Merlin
takut ma bocil ..
2021-06-10
0