"Halo Dan..gue ketemu anak - anak lo"
Matanya masih saja menatap ke depan. Padahal Rara sudah tidak terlihat lagi disana.
Daniel yang sedang menikmati menonton acara Moto GP merasa terganggu dengan suara dering ponselnya. Dia sebenarnya enggan mengangkat teleponnya tadi, tapi ponselnya terus berdering.
"Anak apaan sih? Kalo ngomong yang jelas ngapa. Ganggu aja." Daniel mendengus kesal karena masih konsen nonton balap motor. Apalagi yang tanding kan Valentino Rossi idola Daniel.
"Ck..ck..lo tu yang bikin gue kesal. Gue mau kasih tau sesuatu ke elo" Ardi juga mendengus ga kalah kesal seperti cewek PMS menghentakkan kedua kakinya.
Ibu - ibu yang sedang menemani anak-anaknya bermain di dekatnya menatap Ardi heran. Seperti sadar dengan kelakuannya Ardi segera menjauh dari tempat itu.
"Harusnya gue yang kesal. Lo ganggu gue nonton tau gak."
"Lebih penting ini dari pada Valentino Rossi."
"Emang lo mau ngomong apa? Jangan bilang lo dah buntingin anak gadis orang."
"Yang ada juga lo kali. Buktinya anak lo dah gede semua." Ucap Ardi tanpa sadar.
"Lo ngomong apa sih?" Suara Daniel agak meninggi. Dia merasa di sindir oleh perkataan Ardi barusan.
"Sorry..sorry Dan. Gue ga maksud nyinggung lo. Please, maafin gue." Ardi menyadari dia sudah berkata kasar sambil memukul - mukul mulutnya pelan dengan telapak tangannya.
"Jadi gini. Barusan gue ketemu sama Rara dan si kembar. Bener kata lo Dan, kalo mereka emang mirip sama lo. Khususnya yang cowo. Walaupun tanpa tes DNA gue yakin seyakin - yakinnya mereka emang darah daging lo." Dengan susah payah Ardi mengatur nafasnya setelah ngomong panjang lebar.
"Halo Dan..lo masih disana kan?" Tanya Ardi bingung karena tidak mendengar tanggapan Daniel.
"Hemm.. terus gue harus apa? Merebut mereka gitu??"
"Ya ga gitu juga kali Dan. Ya lo usaha lah deketin Rara juga anak - anaknya. Lo harus minta penjelasan lah dari dia. Gue tau hal ini ga mudah. Tapi sebagai sahabat gue pasti dukung lo dan kalo emang perlu bantuan, gue siap bantu lo."
Daniel terhenyak mendengar penuturan Ardi. Walaupun sahabatnya ini lebih banyak bertingkah seperti anak kecil, tapi hari ini dia menemukan sisi lain dari Ardi. Dia lebih terkesan sedikit dewasa. Dari ketiga sahabatnya, yang biasa menjadi tempatnya berbagi cerita adalah David. Selain bisa menjaga rahasianya, David juga sering memberikan kekuatan dengan kata - kata bijaknya. Bolah di bilang kalau David pikirannya lebih dewasa dari mereka berempat.
"Ok Di. Makasih buat saran dan dukungannya. Gue hargain itu." Kemudian Daniel mengakhiri sambungan teleponnya dan masih menatap ponselnya.
Ada niat dalam hatinya untuk menghubungi Rara. Tapi dia takut di tolak. Dia rindu ingin mendengar suara Rara. Bahkan jujur dia rindu ingin Rara dalam pelukannya saat ini. Dia teringat kejadian kemarin, dimana bibirnya hampir saja merasakan bibir Rara kembali. Daniel sungguh merindukan bibir itu juga.
Astaga!! Daniel mengacak rambutnya frustasi.
"Sungguh gue bisa gila jika terus seperti ini" Daniel menghempaskan dirinya di sofa.
Acara Moto GP sudah tak di hiraukannya lagi. Pikirannya melayang saat ini memikirkan Rara, Rara, dan Rara.
***
Dddddrrrrttt...dddrrtttttt
"Halo..ini ade. Di sana siapa ya?"
Suara anak kecil yang terdengar lucu begitu menggemaskan di telinga Daniel. Dia tersenyum lebar mendengarnya.
"Halo princess..ini om Daniel. Gimana kabar kaki ade? Udah sembuh?" Ujar Daniel
"Om Daniel horeeeeee.." Mata Ria berbinar - binar bahagia mengetahui kalau yang sedang berbicara dengannya saat ini adalah Daniel.
"Wah senangnya. Gimana kabar ade juga abang?"
"Ade sama abang baik om. Tadi bunda ajak kami main ke mall."
"Benarkah?? yaaahhhh Ade curang ga ngajak om."
"Yang ngajak kan bunda om. Nanti deh kalau jalan lagi ade bilangin bunda biar ajak om." seru Ria.
"Ok deh. Bunda mana sayang? Om mau bicara?"
Ria menghampiri bundanya yang sedang membaca di dalam kamarnya, dan kemudian memberikan ponsel pada Rara.
"Bun, om Daniel mau bicara."
Rara menerima ponselnya dan sempat ragu untuk bicara.
"Halo"
"Halo Ra. Maaf kalo aku mengganggu. Gimana kabar kamu?"
Rara mengernyitkan dahinya heran ada apa Daniel tiba - tiba nelpon menanyakan kabarnya. Tidak biasanya. Bahkan besok juga pasti bertemu di kantor.
"Aku baik. Ada perlu apa menelepon ku? Bukan masalah pekerjaan kan?" Tanya Rara.
"Ahh..ti-tidak. Bukan masalah pekerjaan. A-aku hanya. A-anu.." Daniel mengusap wajahnya. Dia sangat gugup saat ini untuk mengatakan kalau dia merindukan Rara.
"Anu apa? Kamu ga lagi sakit kan?"
"Ti-tidak. Aku sehat koq. Aku hanya ingin tau kabar kamu saja."
"Baiklah. Kalau tidak ada lain akan ku matikan"
"Baiklah. Selamat malam Ra."
"Selamat malam."
Setelah sambungan telepon terputus, Rara dan Daniel sama - sama menatap layar ponsel mereka. Bahkan secara bersamaan juga tangan kanan mereka menyentuh dada kiri mereka. Lagi - lagi keduanya merasa debaran jantung yang berdetak cepat.
"Ra..aku kangen sama kamu" -- Daniel
"Dan..maafin aku" -- Rara
***
Suasana kantor hari ini lumayan sibuk. Karena tidak lama lagi perusahaan Daniel akan mengadakan acara Gathering Bagi seluruh karyawan perusahaan. Dimana acara itu nantinya akan di adakan di suatu tempat yaitu di sebuah villa mewah milik keluarga Mahendra. Tujuan acara tersebut untuk mempererat silahturahmi antara karyawan dengan karyawan lainnya termasuk atasan juga. Dan acaranya akan di adakan 3 hari lagi.
Hari ini cukup melelahkan bagi Daniel. Menghadiri beberapa meeting baik di kantor ataupun diluar kantor. Bahkan saat kembali ke kantor Daniel masih di hadapkan dengan beberapa berkas yang harus dia cek sebelum di tanda tangani olehnya. Daniel sempat melirik Rara yang tidak jauh darinya. Rara terlihat seperti sedang kesakitan. Wajahnya juga sedikit pucat.
"Ra, kamu ga papa?" Daniel menyentuh pundak Rara pelan.
Rara yang sedari tadi memegangi perutnya hanya menggeleng pelan. "Tidak apa - apa. Hanya sakit perut saja."
"Tapi muka kamu pucat Ra. Kalau kamu sakit, sebaiknya aku antar kamu pulang." Daniel terlihat begitu kuatir karena wajah Rara terlihat pucat.
Rara kembali menggelengkan kepalanya dan mengangkat tangan kirinya.
"Ga usah. Nanti juga hilang sendiri. Sungguh saya tidak apa - apa pak."
Daniel tak ingin memaksa lagi dan akhirnya dia memilih menyerah. "Baik".
Setelah Daniel kembali ke mejanya, Rara masih saja memegangi perutnya. Akhir - akhir ini dia sering mengalaminya. Dan untuk pertama kalinya saat tamu bulanannya datang, sakit di bagian rahimnya sangat menyiksa. Dia merasa sangat haus sekarang. Tapi Rara rasanya tidak sanggup berdiri. Kakinya juga seperti gemetaran menahan sakit. Dia tetap memaksa untuk berdiri ingin mengambil air minum. Tapi ---
Baaaaaaaaaapppp
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Erma Wahyuni
rara pingsan...semoga rara sehat2 aja ga ada pnyakit yg serius
2021-07-12
1
Kenzi Kenzi
sakit parah y
2021-02-21
1
Tukiyem Samudra
3069
2021-01-13
0