"Bunda..apa dia ayah kami?"
Jedeeerrrrrrrr
Seketika seluruh tubuh Rara melemah bahkan hampir saja ia tak mampu menopang berat tubuhnya andai saja ia tidak berpegangan pada pinggir tempat tidur Ria. Benda yang ada di tangannya juga jatuh begitu saja di lantai.
"Abang ngomong apa sih?? Jangan ngaco sayang." Dengan gugup Rara menjawab pertanyaan Rio.
Ia berusaha mengontrol degup jantungnya karena terkejut. Sekalipun Rio usianya belum sampai 5 tahun, tapi pikirannya memang agak lebih dewasa dibandingkan anak seusianya.
"Kenapa bunda terlihat gugup begitu?" Rio tetap memperhatikan gerak gerik bundanya yang salah tingkah dengan pertanyaannya.
Rara memang terlihat salah tingkah di depan putranya. Ia juga bingung kenapa jadi seperti ini. Biasanya ia bisa mengatasi semua pertanyaan anak - anaknya menyangkut tentang ayah mereka. Tapi kali ini benar-benar Rara tak siap menjawabnya. Ia merasa seperti orang yang melakukan kesalahan besar. Tapi kalau di pikir ulang, ia memang melakukan kesalahan karena tidak jujur siapa Daniel pada mereka. Tiba-tiba saja kepala Rara pusing, pandangannya kabur dan–
Bruuuukkk
"Bundaaaaaaa!!" Rio berteriak kaget melihat bundanya tiba - tiba jatuh ke lantai.
" Bunda..bangun..hiks..hiks" Rio menangis sambil berusaha membangunkan Rara.
Dari arah pintu Daniel datang dan terkejut mendengar Rio menangis.
"Ada ap–" Daniel kaget melihat Rara yang tidak sadarkan diri di lantai.
"Astaga!! Ra..Rara. Bangun Ra!!" Daniel terlihat panik. Dengan sigap ia mengangkat tubuh Rara ke sofa dan membaringkannya.
"Jaga Bunda. Om panggilkan dokter." Ujar Daniel pada Rio.
Rio mengangguk kepalanya dengan air mata terus mengalir di pipinya. Tidak lama dokter datang dan memeriksa keadaan Rara.
"Bagaimana keadaanya dok?" Tanya Daniel dengan khawatir.
"Ibu Rara tidak apa - apa. Sepertinya hanya kecapean saja dan juga sepertinya lagi banyak pikiran." Ujar dokter menjelaskan.
"Biarkan saja Bu Rara istirahat dulu. Kalau sudah bangun, berikan obat yang sudah saya resepkan tadi. Saya permisi dulu." Dokter itu pun meninggalkan ruang inap tersebut.
"Aahh..Rio ini pizza nya. Makan dulu ya." Daniel memberikan pizza yang di atas meja tadi pada Rio.
Tapi Rio tidak menanggapi ucapan Daniel. Pandangannya hanya fokus pada bundanya.
Daniel yang menyadarinya pun kemudian beralih duduk di sebelah Rio.
"Makanlah. Bunda tidak apa - apa kok. Sebentar lagi bunda sadar. Ayoo makanlah, nanti Rio sakit. Hemm.." Ujar Daniel dengan lembut.
Akhirnya Rio memakan pizza nya walaupun tatapannya masih tertuju pada bundanya.
***
Sejak kejadian Bundanya yang pingsan di Rumah Sakit 2 hari yang lalu, Rio lebih banyak diam. Ria yang biasanya mengajaknya bermain seperti biasa pun tak di hiraukan nya. Ya, Ria sudah di perbolehkan pulang sehari setelah nya. Kondisinya sudah mulai membaik walaupun sering di iringi dengan rengekan manjanya ketika keinginannya tak di penuhi.
"Abang, ayo main sama ade." Ujar Ria.
Rio hanya mengalihkan pandangannya sebentar pada Ria kemudian berdiri dan berjalan menuju kamarnya.
"Abaaaaaang.." Ria melempar bonekanya kesal ke arah Rio karena didiamkan sejak tadi. Tapi boneka itu hanya terlempar tidak sampai 1 meter di depannya.
Rara yang baru keluar dari kamar pun menjadi bingung karena mendengar teriakan Ria.
"Ade kenapa?" Rara berjalan menghampiri putrinya sambil tangannya mencepol rambutnya asal.
"Ade kesal sama abang. Abang ga mau main sama ade. Dari tadi abang cuma diam aja." Ria mengerucutkan bibirnya sambil tangannya di lipat di depan dadanya.
"Ya sudah abang mungkin lagi cape. Lain kali ya main sama abang." Rara mengecup puncak kepala Ria dan tatapan matanya nyalang ke arah pintu kamar putranya.
Rara merasakan ada perubahan yang terjadi pada putranya sejak kejadian ia pingsan di Rumah Sakit. Tentunya yang berkaitan dengan Daniel. Sekarang Rara bingung harus bagaimana, apa yang harus dia lakukan. Apakah dia harus mengungkapkan kebenaran pada Daniel dan juga anak-anaknya? Tapi saat ini Rara masih belum siap. Dia belum siap menerima semua konsekuensinya. Dia takut anak-anaknya membencinya karena fakta sebenarnya ayah mereka masih hidup, tidak seperti yang diceritakannya selama ini kalau ayah kandung mereka sudah meninggal.
***
Di kantor Daniel tidak fokus dengan berkas-berkas yang ada di atas mejanya. Dia masih mengingat kejadian di Rumah Sakit beberapa waktu yang lalu. Sulit untuk di jelaskan apa yang dirasakannya. Daniel hanya bingung bagaimana bisa Rio memiliki wajah yang sangat mirip dengan masa kecilnya. Walaupun sifat yang dimiliki Rio sangat berbeda dengan dirinya. Rio terkesan memiliki sifat yang pendiam dan juga dingin. Dan itu seperti sifat yang di miliki oleh Rara. Sedangkan Ria memiliki sifat seperti dirinya yang mudah bergaul dengan siapa saja, dan juga manja.
"Aaaarrrggghhhhh" lagi - lagi Daniel melempar pulpen yang ada di tangannya.
Sudah ada 10 pulpen yang tergeletak di lantai akibat lemparan Daniel.
"Apa jangan - jangan mereka adalah----"
Daniel langsung berdiri dari posisi duduknya sementara jari telunjuk kanannya mengacung ke atas kemudian meletakkan kedua tangannya di pinggang . Dia seperti mendapatkan jawaban dari kegelisahannya beberapa hari ini meskipun dia masih belum yakin apa itu benar atau tidak.
"Tapi bagaimana caranya gue membuktikannya. Karena seingat gue Rara ga pernah bilang kalo dia pernah hamil waktu itu. Terus kalau gue tanyain langsung ke dia, yang ada gue takut dia tersinggung dan pergi lagi dari gue." Gumam Daniel sambil mengacak - acak rambutnya.
"Permisi Pak"
"Ya ada apa Nit?" Daniel menoleh ke arah pintu ruangannya.
"Saya mau mengambil berkas - berkasnya pak. Karena beberapa divisi sudah menanyakannya untuk dilanjutkan ke bagian lainnya." Jawab Nita.
Daniel melongo dan terlihat seperti orang kebingungan "Astaga!! Maaf Nit saya belum menandatanganinya." Daniel menepuk jidatnya dan duduk kembali kemudian membolak balik setiap berkas yang ada di hadapannya.
"Pulpen" Daniel menengadahkan tangannya tanpa mengangkat wajahnya.
"Ya??" Nita bingung dengan permintaan Bos nya.
"Berikan saya pulpen!"
Nita baru menyadari kalau ada banyak pulpen yang berhamburan di lantai. Nita menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan memungut semua pulpen. Kepalanya bergerak ke kiri ke kanan sambil berpikir "Apa Pak Daniel pagi ini kerasukan ya?" Batin Nita kemudian meletakkan semua pulpen itu di atas meja.
Setelah menyelesaikan semuanya Daniel menyerahkan semua berkasnya pada Nita, dan Nita pun segera pergi dari ruangan Daniel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Heny Ekawati
yes DNA niel
2021-09-19
1
Erma Wahyuni
semoga daniel tahu bhwa ria dan rio adalah anaknya
2021-07-12
0
Sarah Ginting Bre Karo
hanya ada satu cara tes DNA
2021-03-28
1