Hampir 8 bulan sudah Rara bekerja sebagai sekretaris pribadi Daniel. Semua pekerjaannya ia kerjakan dengan sangat baik. Jujur saja dalam hati Daniel sangat memuji cara kerja Rara yang menurutnya lebih bagus dari sekretaris yang sebelumnya.
Awalnya Daniel canggung di panggil 'Bapak' oleh Rara, tetapi mengingat mereka adalah atasan dan bawahan, Daniel tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting pekerjaan adalah yang utama.
"Apa hari ini saya ada janji temu?" Tanya Daniel pada Rara dengan formal.
Rara memeriksa jadwal Daniel yang ada di tabletnya.
"Bapak ada janji makan siang hari ini dengan pimpinan YNC Corp, dan ada meeting nanti sore pukul 3 sore." Lalu Rara meletakkan tabletnya kembali.
"Kamu ikut saya makan siang nanti." Ujar Daniel kemudian kembali ke mejanya
Rara hanya menggangguk setuju.
Drrtt drtt....
"Bunda kapan pulang? Ria kangen hikkss.." Terdengar suara merengek manja di seberang sana.
"Baru juga di tinggal bunda sebentar sudah kangen." Ujar Rara tersenyum.
Dan itu tidak luput dari pendengaran Daniel. Jujur Daniel penasaran apa Rara memang sudah menikah. Tapi di CV sewaktu Rara melamar pekerjaan tidak tertulis kalau statusnya menikah.
"Lalu itu anak siapa?" Daniel bertanya dalam hati.
"Sabar ya, Bunda pulangnya sore seperti biasa. Abang mana? Bunda mau ngomong."
"Abaaaang!..bunda mau ngomong." Ria berteriak memanggil sang kakak.
Rio mendelik sebal pada adiknya. Lalu menyaut ponsel itu dari Ria.
"Halo bunda kenapa mau ngomong sama abang?" Rio menjawab telpon bundanya.
"Ajak ade main. Tapi jangan bikin ade nangis. Abang janji ya sama bunda."
"Iya bun."
"Ya sudah bunda tutup dulu teleponnya. See you." Rara mengakhiri telponnya.
Rara melirik jam ditangannya, bersiap - siap menemani Daniel makan siang sekalian ada meeting dengan klien Daniel.
"Saya sudah siap pak." Ujar Rara mengingatkan Daniel.
"Oh baiklah, ayo kita pergi." Daniel pun berdiri dan melangkah keluar mendahului Rara.
***
Dalam perjalanan seperti biasanya hanya ada kebisuan di antara mereka. Kalau tidak ada yang penting Rara ataupun Daniel lebih memilih diam. Tapi kali ini Daniel ingin menanyakan sesuatu pada Rara.
"Ra, aku boleh nanya sesuatu gak?" Daniel menoleh menatap Rara.
"Silahkan. Asalkan tidak bersifat pribadi." Jawab Rara sambil pandangannya lurus ke depan.
"Euum itu, yang biasa menelponmu dan memanggil mu bunda, itu anak kandung mu? Apakah kamu sudah menikah?" Tanya Daniel.
"Maaf pak saya tidak bisa menjawabnya. Karena itu privasi saya." Jawab Rara sedikit ketus.
"Bisakah kamu bicara biasa saja jangan formal gitu kalau kita di luar kantor?" Daniel merasa risih dengan Rara yang tetap bicara formal walaupun di luar kantor.
"Baiklah kalau itu yang kamu minta." jawab Rara merubah cara bicaranya pada Daniel.
" Lalu apa jawaban mu Ra?" Daniel masih menuntut jawaban dari Rara.
"Yang mana?" Tanya Rara berpura - pura lupa.
Karena pertanyaan seperti ini lah yang Rara takutkan. Rara takut jika Daniel mengetahui sebenarnya siapa Ria Dan Rio, Daniel akan merebut mereka darinya.
"Tentang status mu. Karena di CV mu gak tertulis kalau status mu sudah menikah. Aku gak mau ada yang salah paham di kantor tentang dirimu." Daniel memberikan penjelasannya.
Rara tersenyum kecut mendengar perkataan Daniel sambil melipat keduanya tangannya di dada.
"Apa peduli mu kalau orang - orang memandang rendah diriku hanya karena aku sudah memiliki anak tanpa suami? Aku yakin Itu tidak akan membuat saham mu anjlok. Benar kan?" Ucap Rara dengan sinis.
Astaga!!
Rasanya ingin sekali Daniel membungkam mulut Rara dengan ciumannya. Wanita ini benar - benar keras kepala dan sedikit egois. Sangat jauh berbeda dari Rara yang ia kenal dulu. Tapi Daniel sadar, perubahan Rara yang sekarang sebagian besar pasti ada andil dirinya di dalamnya.
"Ra, please." Ujar Daniel memohon.
Rara menoleh ke samping kanannya dan menatap Daniel sedikit tajam. "Iya, mereka adalah anak kandung ku. Mereka terlahir kembar. Usia mereka saat ini 4,5 tahun. Aku tidak punya suami. Karena yang seharusnya yang menjadi suamiku mendadak meninggal bahkan sebelum dia mengetahui aku hamil." selesai mengatakannya, Rara kembali ke posisi semula ia duduk.
Dari nada suaranya, Daniel tahu Rara sedang meluapkan emosinya. Karena apa? Daniel pun masih tidak Tahu.
Sementara sopir yang membawa mereka hanya diam. Ia hanya fokus menjalankan mobilnya.
"Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?" Lanjut Rara sambil tangannya ia lipat di depan dadanya. Terkesan angkuh memang. Tapi Rara mengacuhkannya.
"G-gak Sudah cukup" ujar Daniel gagap.
Daniel merasa ada yang janggal, dan merasa penasaran. Aku harus mencari tahu hal ini, batinnya. Tapi jika ia bertanya lagi akan jadi masalah baru nantinya. Jadi Daniel lebih memilih menutup mulutnya. Ia jadi bingung, sebenarnya siapa sih bos nya disini??
Ia cuma menggelengkan kepalanya.
***
Setelah selesai makan siang Rara dan Daniel segera kembali ke kantor. Karena Rara harus mempersiapkan bahan presentasi untuk meeting sorenya. Sesekali Rara melirik jam yang ada dipergelangan tangan kirinya, sementara tangannya sibuk dengan keyboard laptopnya. Lelah. Itu yang Rara rasakan saat ini. Tapi pekerjaan ini harus selesai, dan ia tidak mau membuang - buang waktu percuma. Karena keinginannya, setelah pekerjaan kantor selesai, pulang, dan memeluk kedua buah hatinya. Ah, Rara sangat merindukan mereka saat ini.
Ddrrrttt...dddrrrtt
"Halo Marwah, ada apa?" Rara menjawab telponnya dari pengasuh anaknya.
"Halo bu..i-itu a-ade Ria.." Suara Marwah terdengar gugup.
"Marwah ada apa?? Kamu jangan bikin saya takut!!" Teriak Rara yang terlihat sangat panik.
Dan suaranya yang meninggi sempat membuat Daniel terperanjat di tempat duduk. Ya, Daniel sedang serius membaca laporan anggaran keuangan untuk proyek besarnya bulan depan. Seketika ia menghentikan kegiatannya dan memperhatikan Rara yang sedang panik berbicara di telepon.
"A-ade sedang di Rumah Sakit sekarang bu." Jawab Marwah takut - takut.
" Apa???" Suara Rara meninggi kaget.
" Rumah Sakit mana??
"........"
"Tunggu saya di sana!!"
Rara segera membereskan meja dan barang - barangnya. Kemudian berjalan menghampiri Daniel dengan tergesa.
"Ra, ada apa??" Tanya Daniel
"Saya mau pulang. Anak saya masuk Rumah Sakit. Saya minta ijin tidak bisa ikut meeting hari ini." ucap Rara sambil matanya berkaca - kaca menahan tetes air matanya dan ingin bergegas keluar ruangan.
Tapi belum sempat Rara keluar ruangan, Daniel menahan tangannya.
"Aku antar"
Sontak membuat Rara menatap Daniel bingung.
"Tidak. Saya bisa sendiri." Seolah - olah kesadarannya kembali.
"Dengan keadaan kamu seperti ini, yang ada kamu celaka karena nyetir dalam keadaan panik."
Tanpa banyak bicara Daniel menarik tangan Rara keluar ruangan. Rara berusaha untuk melepaskan tangannya, tapi Daniel semakin menguatkan pegangan tangannya. Tak ada pilihan lain selain hanya diam. Puluhan mata karyawan lain melihat pemandangan itu, tapi Daniel tidak peduli.
Sesampai nya di dalam lift bahkan sampai di lobby dan di dalam mobil, mereka hanya saling diam. Daniel hanya fokus menyetir. Sementara Rara terlihat sangat khawatir dan terus meneteskan air mata. Dia tidak tahu kecelakaan apa yang Ria alami sampai masuk Rumah Sakit.
"Rumah Sakit mana?" Daniel membuka memecah kesunyian di antara mereka.
"Rumah Sakit Harapan Kita." Jawab Rara.
Daniel memberikan tisu yang ada di dasbor mobilnya pada Rara.
"Jangan kuatir. Aku yakin dia pasti baik - baik saja." Ujar Daniel berusaha menenangkan Rara.
Rara menerima tisu itu tanpa berniat membalas perkataan Daniel. Yang ada di pikirannya saat ini hanya putrinya. Selama ini ia selalu menjaga kedua buah hatinya dengan sangat hati - hati. Ia selalu berada di sekitar mereka. Kejadian ini adalah yang pertama kali putrinya alami. Tentu saja Rara di buat panik karenanya.
Sesampainya di Rumah Sakit Rara segera keluar dari mobil menuju resepsionis untuk menanyakan putrinya ada di ruangan mana. Setelah mendapatkan jawabannya, tanpa membuang waktu Rara berlari di koridor Rumah Sakit menuju ruangan Ria di rawat.
Daniel yang ada di belakangnya pun ikut berlari mengejar Rara.
"Adeee!!" Seru Rara memeluk putrinya ketika masuk ke dalam ruang inap Ria.
Ia mencium kening dan pipi Ria.
"Sakitnya yang mana sayang??" Tanya Rara cemas sambil.
"Sakit bunda. Hiks..hiks.." Rengek Ria.
"Maafkan Marwah bu. Tadi sewaktu Marwah ingin membeli es krim untuk ade, Marwah ga tau kalau ada ade ngikutin di belakang. Karena ade udah Marwah titip sama abang nungguin di tempat. " Ujar Marwah menjelaskan dengan wajah menunduk. Ia sangat takut kalau sampai ia di pecat gara - gara kelalaiannya.
"Sudah lah. Yang penting ade selamat ga kenapa-kenapa." Rara mengelus punggung Marwah.
Ia Tahu kalau anak itu ketakutan. Rara bersyukur putrinya selamat dari kecelakaan mobil yang menabraknya. Beruntung pengemudinya tidak melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sehingga kecelakaannya tidak membahayakan nyawa Ria.
Daniel yang sedari tadi ada dalam ruangan itu pun hanya diam dan memperhatikan interaksi yang terjadi antara Rara dan putrinya. Ada sesuatu yang aneh yang Daniel rasakan ketika ia melihat Ria. Entahlah, ia sendiri pun tidak mengerti itu apa. Hingga suara Rara membuyarkan lamunannya.
"Pak Daniel terima kasih sudah mengantar saya. Tapi saya minta maaf tidak bisa ikut meeting hari ini." Ujar Rara.
"Ah, iya tidak apa - apa. Masalah itu sudah saya minta Nita untuk memberitahukan pada yang lain kalo meeting di tunda dulu." Sahut Daniel sambil berjalan mendekati Rara yang duduk di samping tempat tidur Ria.
"Terimakasih kalau begitu pak." Ucap Rara.
"Kita di luar kantor Ra. Ga usah formal gitu." Daniel mengingatkan Rara.
"Heemm"
"Hai princess. Bagaimana kabarnya? Dimana yang terasa sakit?? Kenalkan nama om Daniel." Daniel memperkenalkan dirinya pada Ria dengan senyum manisnya.
"Hai om nama ade Ria. kaki ade sakit om hiks..hiks.." Ucap Ria sambil menangis walaupun tidak terlalu kencang.
Rara segera menenangkan putrinya
"Ssssttt anak bunda pasti kuat. Ga lama lagi putri bunda pasti sembuh"
"Kalau ade sudah sembuh nanti om Daniel belikan hadiah. Ade boleh minta apa saja sama om." Janji Daniel dengan mengangkat tangan kanannnya dan jari nya membentuk huruf V kepada Ria.
Tentu saja Ria sangat senang mendengarnya
"Benarkah om? Assiiikkkkkkk. Abang pasti iri nanti sama ade." Ujar Ria dengan mata berbinar.
Dengan pandangan tak percaya Rara bergantian menatap Daniel dan juga Ria. Ini sesuatu hal yang sangat langka terjadi. Karena yang ia tahu Ria tidak mudah dekat dengan orang lain. Walaupun itu teman ibunya sendiri. Tapi ketika bertemu Daniel, mereka seolah - olah sudah sangat akrab.
Apakah ini yang di namakan ikatan batin antara anak dan ayah?? Batin Rara.
Sementara itu tak jauh berbeda dengan Daniel, ia juga merasa hatinya sangat bahagia saat melihat Ria. Padahal boleh dikatakan ia termasuk orang yang tidak begitu menyukai anak kecil. Tapi yang ini justru beda ia rasakan.
"Ada apa dengan ku??" Batin Daniel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Heny Ekawati
ria dan rio anak lo kecebong yg li tanam jdi anak
2021-09-19
0
Erma Wahyuni
ikatan batinya kuat antara anak dan ayah nya😭😭😭jadi terharu
2021-07-12
0
Ade Vina
emang bnr org blng darah lebih kental dr air. ponakan jg sering bgtu kalau di tinggal bpanya keluar kota langsung demam, pdhl udh seng ditinggal dinas keluar kota. pas bpnya pulang langsung sembuh. kita kira dia bohong, tp masa anak dibawah 5 THN bisa bohong 😁, dan itu terjadi setiap kali bapaknya dinas keluar kota 😁😁😂
2021-05-05
0