Gadis polos, berkepang dua, dan baik hati itu mengerjapkan matanya, menyesuaikan dengan cahaya yang ada. Gadis yang memiliki nama lengkap Azalea Tanisha Anandhi dan kerap dipanggil 'Aza' itu nampak kebingungan.
"Dimana aku..." Pertanyaan yang pertama kali terlontar dari bibirnya. Ia menyapu seluruh ruangan yang bernuansa putih itu. Sunyi dan senyap, hanya ada dirinya di sana. Ah, dia baru teringat jika dia dan Reyfan tadi mengalami kecelakaan.
"Aawww..." pekik gadis itu ketika hendak bersandar di ranjang. Ia merasakan sakit di kakinya yang berbalut perban. Kepalanya juga sedikit nyeri atas benturan tadi.
"Reyfan..." Dia teringat akan kekasihnya. Dimana lelaki itu? Kenapa tidak satu ruangan dengannya? Apa kekasihnya itu baik- baik saja? Pertanyaan itu terus saja berputar di kepalanya.
Dia kembali mengingat kejadian tadi pagi dimana tiba- tiba ada sesuatu yang tak lain adalah mobil menabrak mereka dari belakang dan membuat mereka terpental jauh. Terakhir kali yang ia lihat adalah Reyfan yang sudah tak sadarkan diri.
Gadis itu tak sabar untuk mengetahui kondisi sang kekasih, dia menekan tombol di samping brankarnya berharap ada seseorang datang dan membantunya mencari Reyfan, sang kekasih.
Tak lama kemudian, datanglah seorang dokter pria dan dua perawat di sampingnya.
"Nona sudah sadar rupanya, bagaimana perasaan Anda sekarang, Nona?" tanya Dokter itu menyunggingkan senyuman.
"Aku baik- baik saja, tapi kakiku sangat sakit nggak bisa digerakin," jawab Aza.
"Kaki Anda mengalami patah tulang dan tadi kami melakukan operasi pemasangan pen di kaki Anda. Untuk beberapa waktu ke depan, Anda belum bisa berjalan normal."
Aza mengangguk pertanda mengerti, ia melontarkan banyak pertanyaan kepada dokter itu. "Bagaimana keadaan kekasihku? Dimana dia? Kenapa nggak dijadikan satu ruangan denganku? Tolong antarkan aku ke sana."
Dokter dan kedua perawat itu terdiam, mereka tak tega untuk mengatakan kenyataan pahit kepada gadis cantik nan lugu itu.
"Hey, kenapa kalian diam saja?" tanya Aza sedikit kesal.
Ceklek
Pintu terbuka mengalihkan pandangan Aza, membuat Dokter dan dua perawat bernafas lega karena tak harus menjawab pertanyaan gadis itu.
Lelaki berpostur tinggi dan sangatlah tampan memasuki ruangan Aza, dia menundukkan wajahnya tak berani menatap gadis yang telah ia lukai. Bukan hanya fisik tapi juga dia melukai hatinya. Dia telah membuat kekasihnya meninggal.
"Maaf."
Kata yang bisa Aksa lontarkan kepada gadis itu.
Gadis itu mengernyitkan dahinya menerka siapakah orang yang ada di hadapannya itu. "Kamu siapa? Kenapa meminta maaf kepadaku?"
"Aku orang yang telah menabrakmu dan kekasihmu, tolong maafkan aku..."
"Nggak papa kok, udah aku maafin," jawab Aza. Ia tak merasa benci sedikitpun dengan Aksa, ini juga bukan sepenuhnya kesalahan Aksa. Tapi, ini semua sudah takdir yang telah digariskan Tuhan untuknya.
"Ehm, apa kamu tahu dimana pacarku dan bagaimana kondisinya sekarang? Aku sudah bertanya kepada mereka tapi mereka hanya diam tak ada sepatah katapun yang terucap," ucap Aza menunjuk Dokter dan dua perawat.
Sama halnya dengan mereka, Aksa juga tak tega mengatakannya. Tapi, gadis itu juga berhak tahu kondisi pacarnya.
"Di- dia, dia di ruang jenazah. Dia sudah meninggal," ucap Aksa lirih.
Aza menutup mulutnya terkejut mendengarnya. Dunianya seakan runtuh seketika, orang yang ia cintai telah pergi untuk selamanya.
"Kamu pasti bohong, kan? Kamu cuma mau ngerjain aku, kan?" Gadis itu menggeleng tak percaya dengan perkataan Aksa, air matanya menetes, dia terisak.
Baru saja kehilangan ayahnya beberapa bulan yang lalu, kini gadis itu harus kehilangan lelaki yang ia cintai lagi untuk selamanya.
"Reyfan hiks...hiks...hikss..."
Aza melepas infus di tangannya dan mencoba bangkit dari ranjangnya. Rasanya sangatlah sakit.
"Argghhh..." pekiknya, Aza terjatuh dari brankar. Aksa dengan sigap hendak membantunya berdiri tapi Aza menepisnya. Ia juga tak mau dibantu dokter ataupun perawat. Dengan sepenuh tenaganya, ia menyeret tubuhnya keluar dari kamar dan mencari sesosok orang yang ia sebut kekasih.
Tangis pilunya membuat orang yang berpapasan dengannya iba, apalagi dengan keadaannya sekarang yang menyeret- nyeret tubuhnya.
Anida yang mengetahui calon menantunya gelesotan di lantai pun menghampirinya. Ia segera mengambilkan kursi roda dan membantunya duduk di sana.
"Bu, Reyfan nggak pergi, kan? Dia baik- baik saja kan, Bu?" tanyanya memilukan. Anida semakin sedih mendengarnya, ia tak sanggup membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Aza saat ini.
Anida mendorong kursi roda menuju ruang jenazah. Dan menunjukkan dimana Reyfan berada. Aza menatap tak percaya pada seseorang yang tengah terbujur kaku di sana. Ia tak percaya jika kekasihnya itu pergi untuk selamanya.
"Reyfan bangun! Kumohon bangun!" teriaknya sembari memukuli jenazah Reyfan.
"Kamu pernah bilang kalau kamu bakal hidup sama aku sampai tua nanti..."
"Kamu akan menikahiku bulan depan, kita akan bahagia bersama..."
"Rey, aku akan menyiapkan baju kerjamu tiap paginya, membuatkanmu sarapan, dan kita akan berangkat kerja bersama."
"Tapi, kenapa kamu malah pergi, Rey..." isakannya semakin keras, ia benar- benar tak sanggup menerima takdir ini.
"Kumohon bangunlah, jangan tinggalkan aku..."
"Nak, ikhlaskan Reyfan, ya. Biarkan dia pergi dengan tenang. Kamu harus kuat..." ucap Anida memeluk Aza dari belakang.
"Reyy, bangun dan ajak aku ke sana. Aku nggak sanggup jika sendiri di sini. Aku ingin ikut kamu dan papa saja."
"Di sana pasti lebih menyenangkan karena ada dua lelaki yang sangat aku cinta..."
"Rey..." ucapnya tercekat, tangisnya kembali pecah.
Aza menatap lekat wajah pucat di depannya, wajah yang setiap harinya selalu menampilkan senyum manis tapi sekarang sudah tak ada lagi. Reyfan Aditya Pratama telah pergi untuk selamanya. Kemungkinan untuk digapai lagi adalah mustahil.
"Tunggu aku di sana, Rey. Aku mencintaimu..." Aza membelai pipi Reyfan dan mengecupi seluruh wajah lelaki itu.
"Kamu harus ikhlas ya, jangan seperti ini terus. Kita harus merelakan Reyfan pergi supaya dia tenang di sana." Anida semakin mengeratkan pelukannya kepada Aza.
Aza masih terdiam di samping jenazah Reyfan, ini adalah masa tersulit baginya. Dua tahun menjalin hubungan dengannya, kenangan yang telah tercipta, waktu yang telah dilalu bersama, semuanya akan berakhir hari ini juga. Tak akan ada lagi canda dan tawa yang tercetus saat mereka bersama, tak ada lagi senyum yang bisa Aza nikmati setiap harinya, semuanya telah pergi. Aza pasti akan sangat kesulitan untuk melupakan Reyfan. Lelaki itu adalah cinta pertamanya, begitu juga dengan Reyfan. Aza adalah cinta pertama lelaki itu.
"Nak, masih ada Mama Anida dan Papa Dion. Kamu jangan sedih ya, kami tetap menjadi keluarga kamu." Anida membelai kepala Aza dengan penuh kasih sayang, ia mencoba memberikan kekuatan untuk gadi polos itu walaupun dirinya sendiri juga masih membutuhkan kekuatan.
Di depan pintu kamar jenazah, Aksa berdiri mengamati gadis itu sedari tadi. Dirinya ikut sedih, tapi mau bagaimana lagi, Reyfan telah pergi dan tak bisa kembali. Andai saja ia bisa menggantikan posisi Reyfan, maka tak akan ada air mata yang menetes dari gadis itu dan orang tua Reyfan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
zhie
😭😭
2021-08-05
1
Nur
aaa sedihhh bet
2021-06-03
0
SRP_ARDA
baru awal tapi sudah menguras air mata😟, nyesek bngett
2021-04-25
1