Mobil Aksa menabrak motor yang berhenti di depannya tadi. Motor terpental sejauh beberapa meter dari tempat semula karena pada waktu itu mobil Aksa melaju dengan kecepatan tinggi. Dua orang yang naik motor tadi juga ikut terpental, satu diantara mereka helmnya terlepas dan kepalanya terbentur aspal dengan keras.
"Sa, kamu nabrak orang," pekik Devano. Ia sangatlah terkejut dengan adegan tadi. Darahnya membeku dan tak berani bergerak sedikitpun.
Aksa hanya terdiam melihat motor yang rusak dan dua orang yang ia tabrak tergeletak di jalanan. Ia mengusap wajahnya dengan kasar dan langsung keluar menghampiri mereka yang sudah dikerumuni orang- orang.
Aksa bergidik ngeri melihat lelaki dengan darah yang terus mengalir di kepalanya dan tak sadarkan diri. Sedangkan wanita yang ikut dengan lelaki tadi masih sadar dan merintih kesakitan karena kakinya tertindih motor mereka.
"Reyfan..." lirih wanita itu, sebelum dia juga ikut tak sadarkan diri.
Banyak orang telah mengerubungi mereka tapi tak ada yang berani menolong karena kondisi sang pria sangatlah mengerikan. Aksa sendiri juga tak berani mendekat, ia terdiam dan terpaku di tempatnya.
"Aduh, Mas. Kok bisa- bisanya ada orang yang berhenti tapi malah ditabrak. Sampai parah gini lagi," celetuk salah satu orang yang mengerubungi mereka.
"Iya nih gimana? Orangnya sampai parah gini. Makanya kalau mengemudikan mobil tuh jangan ngebut- ngebut."
"To- tolong panggilkan ambulance! Sa- saya akan bertanggung jawab," ucap Aksa terbata, dia takut jika orang yang ditabraknya tak selamat.
Beberapa menit kemudian, ambulance sudah datang. Aksa serta yang lain membantu pria dan wanita itu masuk ke dalam ambulance.
Aksa masuk ke dalam mobilnya dan mengikuti ambulance dari belakang. Pikirannya sudah tak karuan, perasaan bersalah terus saja menyelimutinya. Kemeja yang dia pakai sudah berlumuran darah saat membantu pria dan wanita tadi.
"Mereka masih hidup, kan? Tadi nabraknya kenceng banget sampai terpental jauh tuh orang." Devano merinding dan gemetar mengingat kejadian tadi. Andai saja dirinya dan Aksa tadi tidak berdebat mungkin Aksa bisa fokus mengemudikan mobil dan kejadian mengerikan ini tak akan terjadi.
"Yang cewek nggak terlalu parah, kakinya tertindih motor saja. Tapi yang cowok nggak tahu, kepalanya pecah karena helmnya tadi terlepas." Wajah Aksa langsung pucat, dirinya telah melukai orang lain. Dia terus saja merapalkan do'a supaya dua orang tadi selamat.
*****
Aksa masih memandang pintu ruangan UGD dimana kedua korban yang ditabraknya itu masih ditangani para dokter. Sedangkan Devano, ia tengah mencoba menghubungi keluarga korban.
Derap langkah kaki menghampiri mereka, Aira dan Keno langsung menghampiri anaknya setelah mendapat kabar dari Devano. Mereka juga membatalkan acara serah terima jabatan.
"Bagaimana kondisimu, sayang? Kamu tak apa, kan?" tanya Aira panik.
Aksa menggeleng lemah sebagai jawabannya. Ia langsung memeluk sang Mama mencoba mencari ketenangan. Aira yang mengerti anaknya tengah takut pun menjadi ikut takut.
"Nggak papa, Sa. Ini sudah nasib, kita berdoa saja supaya mereka selamat dan baik- baik saja," ucap Keno menenangkan anaknya.
Tak lama kemudian, pintu ruangan UGD terbuka. Keluarlah beberapa perawat mendorong brankar gadis yang kecelakaan tadi, sepertinya hendak dibawa ke ruang perawatan. Mereka pun bernafas lega karena gadis itu selamat.
Kemudian keluar satu brankar lagi dimana orang yang terbaring di sana ditutupi kain putih. Jantung Aksa seakan berhenti berdetak melihatnya. Ditutupi kain putih dan didorong ke arah yang tak sama seperti gadis tadi, melainkan menuju ruang jenazah, lelaki yang ditabraknya tadi meninggal? Ah, tidak! Aksa telah membunuh seseorang.
Aira, Keno, dan Devano menutup mulut mereka karena terkejut melihatnya.
"Mah..." cicit Aksa meremas tangan Mamanya dengan kuat, tangannya sangat dingin dan Aira bisa merasakan kalau anaknya itu sangatlah ketakutan. Keno menepuk punggung anaknya memberinya kekuatan, ia sendiri juga tak tahu harus bagaimana. Ia jadi ikut merasa bersalah akan kejadian ini.
"Maaf, Tuan Keno. Saya harus memberitahukan kalau lelaki yang ditabrak anak Anda tadi meninggal karena pendarahan di kepalanya. Tapi gadis yang bersama pria itu selamat dan hanya mengalami patah tulang di kakinya," seru Dokter yang menangani tadi.
"Apa dia benar- benar nggak bisa diselamatkan, Dok?" tanya Keno memastikan.
Dokter menggeleng, "Dia sedikit terlambat dibawa ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong." Dokter itu berlalu meninggalkan mereka.
Nyawa dalam tubuh Aksa seperti terbang dari tempatnya, ia terduduk lemas di lantai. Dirinya telah menghancurkan masa depan orang, lelaki itu telah membunuh seseorang.
Terdengar samar- samar dua orang yang berlarian dan bertanya keberadaan anaknya kepada perawat- perawat, yang tak lain adalah keluarga korban kecelakaan. Keno pun segera menghampiri mereka.
"Maaf, apa Anda keluarga kecelakaan di Jalan Kartini?" tanya Keno.
Wanita dan pria yang sepertinya adalah ayah dan ibu korban itu mengangguk, mereka saling menatap dan bertanya siapakah orang yang berada di hadapan mereka itu.
"Saya adalah Ayah dari orang yang telah menabrak putra Anda. Saya dan keluarga minta maaf atas kejadian ini," ucap Keno lirih di akhir kalimatnya.
"Bagaimana putra saya dan kekasihnya? Apa mereka baik- baik saja? Tolong beritahu kami di mana mereka dirawat." Wanita itu bertanya dan air matanya telah menetes membasahi pipi. Mendengar anaknya mengalami kecelakaan tentu saja membuat dia panik dan khawatir.
"Pu- putra, putra kalian telah tiada. Maafkan kesalahan anak saya," ucap Keno menundukkan kepalanya.
Tubuh wanita itu lunglai dan hampir jatuh mendengar perkataan Keno, untung saja suaminya dengan sigap menahan tubuhnya. Tangis wanita itu pecah, terdengar memilukan, dan membuat siapapun yang mendengarnya ikut merasakan kesedihannya.
"Maafkan kesalahan anak saya..." Aira ikut merasa bersalah akan kejadian yang mengejutkan ini.
"Reyfan, Pah...Dia telah pergi huuu...huuu...huuu..." lirih wanita itu disela tangisannya.
"Iya, Mah. Kita harus ikhlas, ini sudah takdir Reyfan."
Pasutri itu menuju ke ruang jenazah di mana anak mereka berada di sana. Mereka menangis meraung- raung tatkala melihat anaknya yang telah terbujur kaku dan tertutup kain putih di sekujur tubuhnya.
"Saya mohon jangan bawa urusan ini ke kantor polisi, saya akan memberikan uang berapapun yang kalian inginkan. Tetapi jangan memenjarakan anak saya." Keno mengatupkan kedua tangannya dan terus memohon kepada mereka.
"Saya tidak membutuhkan uang kalian, uang kalian tidak akan bisa mengembalikan anak saya. Saya hanya ingin kekasih anak saya bahagia. Kasihan dia, mereka akan menikah satu bulan lagi. Tapi ternyata takdir berkata lain," seru Dion, ayah korban.
Keno dan Aira yang mendengarnya semakin sedih, ia tak bisa membayangkan bagaimana perasaan gadis itu ketika mengetahui kekasihnya meninggal.
"Nak, jangan tinggalkan Mama. Jangan pergi..."
"Reyy, bangunlah, Nak. Bukankah kau akan menikahi Aza..."
"Bangunlah nak, kasihan gadis itu. Dia pasti akan sangat kehilanganmu..." Wanita itu terus saja meracau meratapi jenazah anaknya.
"Tante, Om. Maafkan saya..." lirih Aksa menundukkan pandangannya.
"Kamu sudah membuat anak saya pergi! Dan dengan mudahnya kamu meminta maaf..." Anita menatap benci ke arah Aksa yang tengah menundukkan wajahnya sembari meremas kedua tangannya.
"Apapun akan saya lakukan untuk kalian, asalkan saya bisa menerima maaf dari kalian. Tolong maafkan saya." Aksa bersujud di depan Anida dan Dion sembari mengatupkan kedua tangannya.
"Kamu mau kami maafkan?" Anida membantu Aksa berdiri dan menatapnya lekat.
Aksa mengangguk cepat.
"Menikahlah dengan kekasih anak saya, gantikanlah posisi Reyfan di hati gadis itu," ucap Anida membuat semua orang yang ada di sana terkejut.
.
.
.
.
.
Correct me if I have typo❤️😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
WAHHH,, PERTANGGUNG JAWABAN YG ENAK TUU, AKU JG MAU KLO DISURUH TANGGUNG JAWAB SPRTI ITU..😁😁😁😁😁
2022-12-28
0
Aqiyu
camarnya kok masih mikirin calon mantu 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
2022-10-23
0
Fhita Iftha
Penasaran 😂
2021-03-26
0