Vano memandang langit-langit kamar tamu rumah Kayla. Entah kenapa Wajah Kayla yang sedang tersenyum saat mengatakan terimakasih siang tadi ada di sana.
Vano ikut tersenyum. Tersenyum sendiri seperti orang gila. Lima detik kemudian Vano menggeleng nggelengkan kepalanya.
"Apaan si! Kok gue jadi kepikiran Kayla." kata Vano.
Vano beranjak duduk, dan menatap jam di dinding. Jam menunjukan pukul 18.30.
"Pasti Kayla udah nunggu." gumam Vano.
Vano beranjak berdiri, melangkah, dan berjalan menuju meja makan.
Tepat seperti dugaan, Kayla sudah berada di meja makan. Duduk di bangku, sambil bermain ponsel.
Vano berdehem."Ehem"
"Eh" Kayla menoleh, dan langsung menaruh ponselnya di atas meja makan. "Lama amat si lo! Gue nunggu lama tau" kata Kayla.
"Emang gue nyuruh di tungguin?" Kayla menggleng.
"Yaudah, sekarang makan!" lanjut Vano.
Kemudian Vano dan Kayla makan, tanpa bicara.
Setelah selesai, saat Kayla beranjak berdiri, Vano mencekal pergelangan tangan Kayla.
"Kenapa?" tanya Kayla.
"Berapa hari lagi gue harus di sini? Nyokap sama bokap lo pulangnya kapan?" tanya Vano sambil mendongak menatap Kayla.
Kayla kembali duduk. "Emang kenapa? Lo nggak betah di sini?"
Vano menggeleng. "Bukannya gitu. Gue kangen nyokap sama bokap gue, Kay. Lo tau nggak, masa gue nggak boleh pulang sebelum nyokap bokap lo pulang?! Kan nyebelin. Gue juga kangen merekalah, walau sedikit sih." ujar Vano.
Kayla mengangguk. "Harusnya sih besok. Tunggu aja" kata Kayla.
"Kayla" panggil Vano.
"Hm"
"Mau jalan sama gue nggak?" ajak Vano.
Kayla menggeleng. "Nggak ah, males gue. Ajak yang lain aja" jawab Kayla, dan langsung beranjak berdiri.
Kayla melangkah berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Vano yang masih terus menatap kepergiannya.
"Cuek banget sih Kayla! Sok nolak ajakan gue, masih untung gue ajak! Nggak tau apa, kalo Divano Alka Ferangga cowok yang paling ganteng ini banyak nolak cewek. Sekalinya yang ngajak, malah di tolak. Apa ini yang namanya karma ya?" kata Vano.
•••
Alvan tengah menatap sudut sudut ruangan di dalam rumahnya. Banyak kenangan di sini. Hanya beberapa tahun Alvan bahagia dengan Mama dan papanya.
Setelah ia berumur 8 tahun, Papa dan mamanya sibuk bekerja.
"Pah, mah. Alvan kangen sama ke bersamaan kita dulu. Alvan pengen jadi anak kecil lagi, biar di sayang, dan di rawat sama kalian. Alvan rindu main basket sama papa." kata Alvan sendu.
Kedua orang tua Alvan pulang tak menentu. Lebih sering pulang ketika Alvan sedang bersekolah. Pernah, suatu saat, Alvan tidak mau berangkat sekolah hanya karena ingin bertemu papa dan mamanya. Tapi setelah itu malah ke dua orang tuanya marah marah ke Alvan.
"ASSALAMUALAIKUM~" suara teriakan Rafa dan Vano menggema. Alvan tersenyum tipis.
'Mungkin kalo nggak ada Vano, Rafa, Naqa, gue lebih milih mati.'
Alvan melangkah berjalan menghampiri sahabat sahabatnya.
"Woy lama amat datengnya?" tanya Alvan sekedar basa basi.
Dan berakhirlah dengan Mereka mabar bareng game ML.
•••
"PAGI KU CERAH KU. MATA HARI BERSINAR. KU GENDONG TAS MERAH KU. DI PUNDAK~🎵" Rafa bernyanyi keras, sangat keras. Membuat Vano, Alvan, dan Naqa menutup ke dua telinga, sambil menatap Rafa seperti ingin memakannya hidup hidup.
Di pagi yang cerah ini, Vano, Alvan, Naqa, dan Rafa sedang duduk di atas motor masing masing, di depan rumah megah milik keluarga Alvan.
"Suara kayak kaleng rombeng aja nyanyi nyanyi" sindir Alvan.
Rafa menoleh dan menatap sinis Alvan. "Siapa lo?"
"Wah, wah, hilang ingatan ni anak. No, ketuk kepalanya pake palu, no." balas Alvan.
"Sebelum lo ketok kepala gue, udah gue tendang lo duluan" kata Rafa.
"Cukup! Berangkat sekarang yuk, dah siang nih" ujar Naqa.
"SIAP!" jawab Vano, Alvan, dan Rafa kompak. Kemiludian mereka ber empat mengendarai motornya menuju sekolah.
Beberapa menit kemudian, Vano, Alvan, Rafa, dan Naqa sampai di SMA Trisakti dengan selamat. Mereka berjalan beriringan di koridor.
Semua siswi menatap kagum kepada mereka.
Cogan SMA Trisakti lewat...
Tiba-tiba ada seorang gadis yang menghampiri mereka.
"Vano," panggil gadis itu kepada Vano. Mereka berempat berhenti berjalan.
Gadis itu menyodorkan sebuah coklat ke arah Vano. "Nih buat lo!" kata gadis itu dengan semangat dan senyum yang mengembang.
Vano tersenyum, dan mengambil coklat itu. "Makasih ya.. -"
"Rara"
"Oh, iya Rara. Gue cabut" pamit Vano. Gadis bernama Rara itu mengangguk anggukan kepalanya.
Vano, Alvan, Naqa, dan Rafa langsung melanjutkan perjalanannya menuju kelas.
Jangan lupa LIKE...
Dan Rate ⭐ Lima okh😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments