"Ucapan pak Burhan benar Luna, kamu pulang dulu. Kan latihan nya juga sore, masih ada waktu buat kamu minta izin dulu ke om Elbra." Ucap Ren sembari menatap wajah Luna yang sedih.
"Kamu kan tau, Ren. Ayah ku selalu sibuk di kantor, begitu juga ibu ku. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing masing." Jawab Luna dengan raut wajah sedih.
"Hem...kalo bang Ibra?." Tanya Ren yang kepikiran dengan Ibrania, karena kemungkinan Ibrania ada di rumah walaupun sibuk dengan pekerjaan nya juga.
"Oh, iya kak Ibra. Pak Burhan, kakak ada di rumah kan?." Tanya Luna pada pak Burhan sembari tersenyum penuh harap.
"Ada, non. Hari ini Den Ibra tidak ke kantor." Jawab pak Burhan sembari sedikit membungkuk sopan.
"Ya udah deh, aku pulang dulu ya Ren. Kalo mau latihan jangan lupa kabarin aku." Ucap Luna pada Ren sembari masuk ke dalam mobil yang pintu nya sudah di buka kan oleh pak Burhan. Lalu setelah Luna masuk, pak Burhan langsung menutup kembali pintu mobil nya, dan bergegas pergi menuju pintu mobil bagian depan, tepat nya di tempat duduk sang pengemudi.
"Sampai jumpa lagi, Ren." Ucap Luna sembari melambaikan tangan nya ke arah Ren. Ren pun membalas senyum Luna, sembari melambaikan tangan nya juga.
Setelah kepergian Luna, Ren juga pulang menggunakan motor nya.
______________________________________________
|Mansion Elbra Wijaya|
Sesampainya Luna di rumah. Ia langsung mencari keberadaan kakak nya tanpa berniat mengganti pakaian sekolah nya terlebih dahulu.
Setelah mencari, ternyata Ibrania kini sedang berada di ruangannya. Ia terlihat sibuk dengan layar laptop yang ada di hadapannya.
Tanpa permisi dan aba aba, Luna langsung menerobos masuk ke ruangan Ibrania. Lalu bergelayut manja di leher belakang Ibrania, untuk membujuk nya agar memberikan Luna izin.
"Kak Ibra lagi sibuk ya?." Tanya Luna sembari memeluk leher Ibrania dari belakang.
"Gak sibuk kok, kamu udah makan?." Sebenarnya Ibrania sangat sibuk, tapi demi adik nya tersayang. Ia harus meluangkan sedikit waktu nya. Agar adik nya itu tak merasa sendiri.
"Belum." Jawab Luna sembari menggeleng kecil.
"Astaga, makan dulu gih. Kamu kan harus minum obat, Luna." Ibrania bangkit dari duduk nya, untuk menyuruh adik nya itu segera makan.
"Iya bawel, nanti aku makan." Jawab Luna.
"Gak ada nanti nanti, Luna." Ucap Ibrania sembari mendorong pelan tubuh Luna untuk segera ke ruang makan.
"Iya iya, kak. astaga." Niat awal Luna yang ingin meminta izin akhirnya ia tunda dulu. Ia akan menuruti keinginan sang kakak baru ia meminta izin.
|Ruang Makan|
Kini Luna dan Ibrania sudah duduk di meja makan, di sana sudah banyak makanan lezat dan bergizi yang bisa Luna makan. Dengan baik hati, Ibrania pun mengambil kan nasi dan lauk untuk makan sang adik, lalu memberikan nya pada adik kesayangannya itu.
"Makasih, kak Ibra." Ucap Luna sembari tersenyum lebar pada kakak nya. Ia sangat bahagia saat di perhatikan oleh kakaknya.
"Ini gak gratis, Luna. Bayar semua kebaikan kakak dengan kesembuhan mu." Jawab Ibrania sembari menatap lekat sang adik yang sedang menyantap makanan nya. Mendengar ucapan sang kakak, tanpa sadar mata Luna berkaca kaca dan tiba tiba air mata nya menetes membasahi pipi.
"Iya, kak. Luna usahakan." Jawab Luna sembari tersenyum manis dan langsung mengelap air mata nya agar tak terlihat cengeng.
"Ya udah, lanjutin makan nya. Kakak temenin kamu makan di sini." Ibrania pun hanya memandangi sang adik makan, sembari mengajak nya mengobrol dan bercanda.
"Kak Ibra. Ayah sama ibu udah tau belum penyakit Luna?." Tanya Luna, sembari tangan nya sibuk memotong makanan nya.
"Belum, mereka terlalu sibuk. Sampai tak bisa bertemu, bahkan menelpon pun tak di angkat." Jawab Ibrania dengan raut wajah kesal dan sedih.
Orang tua mereka sangat sibuk dengan dunia sendiri, hingga tak ada waktu untuk kedua anak nya. Elbra sibuk dengan meeting kantor nya, dan Kania sibuk keluar masuk negri untuk pameran lukisan nya.
Mereka pulang di saat anak anak mereka telah tertidur, dan kembali bekerja keesokan harinya di saat mereka belum bangun. Hingga membuat keluarga ini sudah sangat jarang berkumpul lagi seperti dulu.
"Kamu tenang saja, Luna. Kakak secepatnya akan beri tau mereka." Sambung Ibrania.
"Jangan kak, sebaiknya jangan beri tau mereka tentang penyakit ku, aku gak mau impian ibu dan ayah kacau hanya karena penyakit ini." Mohon Luna sembari menggenggam tangan Ibrania.
"Ayah sama ibu harus tau, Lun. Mau bagaimana pun mimpi mereka, anak harus di dahulukan." Jawab Ibrania sembari menggenggam balik Tangan Luna, lalu menatap nya sangat lekat.
"Kak, aku boleh minta sesuatu?." Tanya Luna tiba tiba setelah melepaskan genggaman nya.
"Tentu saja boleh, apa saja akan kakak usahakan Demi kebahagiaan kamu." Jawab Ibrania cepat.
"Luna mau, kakak berjanji untuk sembunyikan penyakit ini dari siapapun itu. Termasuk ibu, ayah, dan juga Ren." Ucap Luna sembari memperlihatkan jari Kelingking nya pada Ibrania.
Mendengar ucapan sang adik, Ibrania menghela nafas panjang. Ia bingung harus bagaimana. Ia tak bisa merahasiakan ini, tapi melihat wajah memelas Luna membuat nya menjadi tak tega.
"Baiklah, kakak Janji akan merahasiakan nya. Tapi kamu juga janji untuk terus berjuang melawan kanker itu." Jawab Ibrania lembut.
"Janji?." Luna kembali menunjukkan jari kelingking nya untuk melakukan janji jari kelingking.
"Janji." Jawab Ibrania sembari menyatukan jari kelingking nya dengan jari kelingking Luna.
______________________________________________
|Kediaman keluarga Geografi Fernando|
Kini Ren sedang duduk berdua bersama sang ibu, yaitu Jelita Kusuma. Ia menceritakan tentang perlombaan basket kepada ibu nya, karena Ren butuh support dari sang ibu agar ia semakin semangat latihannya.
"Bunda, Ren di ajak gabung buat ikut lomba basketball antar sekolah. Ren butuh doa dan dukungan dari, bunda." Ucap Ren sembari menatap lekat wajah sang ibu dengan tangan yang menggenggam erat kedua tangan ibu nya.
"Doa dan dukungan selalu bunda berikan untuk mu, Ren. Sudah kewajiban bunda mendoakan anak nya." Jawab Jelita sembari menyisir rambut Ren mengunakan jari tangan nya.
"Makasih, Bun. Ren tambah semangat jadinya." Ren tersenyum manis mendengar respon ibu nya. Ia merasa lebih semangat karena sang ibu telah memberi nya dukungan.
"Tapi, perlu bunda ingat kan lagi ya. Ini kan hanya lah perlombaan, Ren. Menang atau pun kalah, Bunda tetap bangga dengan usaha tim kamu. Dan yang harus kamu ingat, Jangan terlalu di bawa perasaan jika kalah, apalagi menyimpan dendam. Itu tidak baik ya nak."
Nasihat Jelita sembari menatap dalam mata sang anak. Ia selalu mengingat kan Ren untuk tidak terlalu berlebihan dalam mengikuti perlombaan, ia tak ingin terjadi hal buruk karena perasaan kecewa dan dendam yang tersimpan di hati Ren.
to be continued ~
Mohon dukungannya 🙏🏻
see you tomorrow readers 👋🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Manik🌼
wihhh enak banget tuh pengen juga kali pas naik mobil di bukaain pintu terus itu digelari karpet merah/Scream/
2024-12-10
1
Manik🌼
awas kecekek kan jadi berbahayaa/Scare/
2024-12-10
1
ora
/Coffee/ kopi pagi untuk Kakak .....
2024-11-06
1