Enza dan ketiga kakak iparnya turun dari jet pribadi Gultom. Empat buah mobil hitam menunggu mereka beberapa meter dari parkiran jet.
Seorang pria menghampiri Oscar dan membisikkan sebuah informasi penting dengan suara pelan. Raut wajah Oscar tiba-tiba berubah menegang mendengar informasi yang disampaikan pria itu.
"Cepat naik ke mobil! Padre tidak memiliki banyak waktu menunggu kita!" kata Oscar dengan cepat membantu istrinya masuk ke dalam mobil.
Nica dan Luiz ikut masuk ke mobil lain. Begitu juga dengan Sean dan Enza. Masing-masing masih ke dua mobil yang tersisa.
Beberapa bodyguard pribadi yang mengawal mereka dari Italia ikut masuk ke dalam mobil.
Tak beberapa lama mereka tiba di parkiran rumah sakit. Mereka buru-buru turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit.
"Kamar pasien atas nama Ocean Gultom?" tanya Sean menggunakan bahasa China.
"Lantai 3 kamar VVIP nomor 88"kata seorang perawat yang melayani pasien di lantai 1.
Tak beberapa lama mereka tiba di lantai 3. Dari kamar 85, mereka mulai mendengar suara tangisan Orlando. Perasaan cemas, sedih, khawatir bercampur menjadi satu.
"Aku harap tidak terjadi hal yang buruk kepada Padre." gumam Nica menggenggam tangan suaminya.
Nica merupakan satu-satunya anak perempuan yang dekat dengan Ocean.
Apa lagi sejak mereka lahir dan hidup tanpa sosok ayah selama bertahun-tahun yang paling cepat menerima kehadiran Ocean hanya Nica seorang. Hanya dia yang paling lengket dengan Ocean sejak awal.
"Sayang... Aku takut...." lirih Nica dengan mata berkaca-kaca.
Enza memperlambat langkahnya saat mereka hampir sampai di depan kamar 88. Namun, perasaan cemas dan khawatir tiba-tiba menghantui hati dan pikiran Oscar.
Tanpa sadar Oscar membuka pintu dengan sedikit kasar.
Deg
Semua membatu saat melihat Orlando menangis tersedu-sedu sembari memeluk Ocean.
Disaat fokus ketiga kakak iparnya tertuju kearah Orlando. Tatapan Enza malah fokus kearah tangan seorang wanita muda yang berdiri di samping Orlando membelakangi pintu.
Sean, Oscar, Nica dan Luiz melangkah masuk dan terpaku melihat tubuh kaku ayah mereka.
Nica langsung memeluk ayahnya dan menangis tersedu-sedu.
"Padre! Tidak! Mengapa Padre tidak menunggu kami!" teriak Nica berusaha membangunkan ayahnya.
Oscar dan Sean hanya diam dan menatap tubuh kaku itu dengan air mata mengalir. Mereka hanya bisa menangis tanpa bersuara.
Enza ikut menangis mendengar suara tangisan menyayat hati kakak iparnya. Namun, pandangan sepasang mata hitam Enza tidak beralih sedikitpun dari tangan wanita itu.
Enza menghela napas panjang sebelum berucap lirih di dalam hati.
"Jangan cemburu dalam keadaan seperti ini, Enza. Kalian harus saling percaya. Statusnya hanyalah dokter yang selama sebulan ini merawat Padre."
Enza melangkah kearah Orlando dan menatap mata sembab itu dengan hati sedih.
Orlando langsung memeluk istrinya saat menyadari keberadaan wanita itu.
"Padre bilang aku harus ikhlas melepaskannya. Namun, aku tidak bisa melepaskan Padre secepat ini."
Enza membalas pelukan suaminya dan mengelus punggung bergetar itu dengan lembut.
"Sebaiknya kita bawa Padre kembali ke Italia hari ini juga agar besok bisa dimakamkan di samping makam madre." kata Oscar tiba-tiba menghapus air matanya.
Oscar langsung keluar dari kamar rawat ayahnya dan menghubungi Kimberly yang berada di Italia.
Hiks
Hiks
Hiks
"Sayang, Padre sudah tidak ada. Kami akan kembali ke Italia malam ini juga. Minta Mike menyiapkan segalanya."
Tangisan Oscar akhirnya pecah saat mengobrol dengan istrinya.
Orlando melihat kejadian itu dari depan kamar ayahnya. Ia tidak menyangka sosok Oscar yang terkenal dingin dan kejam juga bisa menangis tersedu-sedu.
"Apa kamu sudah merasa lebih baik?" tanya Enza menghapus sisa-sisa air mata yang hampir mengering di pipi suaminya.
Dengan senyuman terpaksa Orlando mengangguk dengan pelan. Ia memutuskan duduk di kursi rumah sakit dan menatap pintu kamar ayahnya dengan tatapan sayu. Enza duduk di sampingnya dan bersandar di bahunya.
Tak beberapa lama beberapa petugas medis memindahkan jenazah Ocean ke kamar mayat untuk dibersihkan. Mereka lalu memasukkan tubuh kaku itu ke dalam peti mati berwarna putih.
Beberapa jam mengudara, mereka akhirnya tiba di Italia. Ratusan anggota Black Mamba berpakaian serba hitam menyambut mobil ambulan yang membawa jasad Ocean dengan wajah sedih.
"Padre ingin dimakamkan di samping makam Madre." kata Orlando menghampiri Oscar.
"Aku tahu. Sebulan yang lalu Padre juga mengatakan hal yang sama padaku." kata Oscar menepuk pundak adiknya sebelum masuk ke dalam mansion Gultom.
Oscar memutuskan mempercepat pemakaman ayahnya. Ia tidak mau keluarganya semakin berlarut larut dalam kesedihan.
Ocean akhirnya dimakamkan menjelang sore hari di samping makam Karina.
Orlando memutuskan tinggal lebih lama di pemakaman kedua orang tuanya.
"Kalian pulang saja. Aku akan tinggal sedikit lebih lama disini." kata Orlando dengan wajah dingin.
Enza ingin menemani suaminya. Namun, Orlando juga memintanya pulang bersama ketiga kakaknya.
"Istirahatlah di mansion. Aku tahu kamu lelah begadang sejak tadi malam."
"Tapi--"
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin berdiri disini lebih lama." sela Orlando tersenyum tipis mengelus kepala istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments