Dengan tangan gemeteran, Enza mengelap pakaian suaminya.
"Tidak perlu!"
Orlando menepis tangan Enza dengan pelan.
Orlando buru-buru masuk ke kamar mandi tamu membersihkan diri.
Orlando termenung beberapa saat menatap pakaiannya yang sudah basah. Lamunan Orlando buyar ketika seseorang mengetuk pintu kamar mandi dari luar.
Tok
Tok
Tok
Ceklek
Orlando menatap wajah murung istrinya beberapa saat sebelum bertanya dengan nada lembut.
"Ada apa?"
"Aku membawakan pakaian ganti baru untuk kamu."
Enza menyerahkan sepasang pakaian casual kepada suaminya.
Orlando menerima pakaian itu sebelum kembali masuk ke dalam kamar mandi.
Setengah jam kemudian Orlando keluar dengan wajah yang lebih segar. Ia memutuskan melangkah menuju kamar istrinya.
Enza terlihat sedang merapikan kasurnya.
"Apa kamu sibuk?" tanya Orlando sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Kenapa?"
"Kita sudah menikah dan aku ingin kamu tinggal bersamaku di kediaman Gultom."
Enza termenung mendengar penuturan suaminya.
"Apa kamu tidak keberatan?" tanya Enza dengan wajah ragu.
"Kenapa aku harus keberatan? Aku hanya tidak nyaman tinggal satu atap dengan Uncle dan Aunty. Bukankah sekarang kamu sudah menjadi tanggung jawabku." jawab Orlando menatap istrinya.
"Baiklah."
Enza mengeluarkan sebuah koper dan memasukkan beberapa pasangan pakaian ke dalam koper.
"Tidak usah membawa banyak pakaian. Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu di mansion Gultom. Lagian kamu akan lebih sering tinggal disini saat aku sedang dinas keluar kota."
"Baiklah." kata Enza tidak mau banyak tanya kepada suaminya.
Orlando memutuskan membawa Enza ke mansion Gultom. Mereka disambut oleh beberapa pengawal berpakaian serba hitam dan juga maid.
"Aku telah menambah beberapa maid dan pengawal menemanimu disini. Kemungkinan besar aku akan lebih sering menginap di kediaman Sean." ujar Orlando menghentikan langkahnya di depan salah satu kamar yang ada di lantai 2.
"Ayo masuk."
Enza masuk mengikuti langkah Orlando masuk ke dalam kamar.
Suasana kamar itu sedikit remang-remang dan terdapat suasana suram saat berdiam diri di dalamnya.
"Mulai hari ini kau akan menempati kamar ini bersamaku." kata Orlando menatap wajah murung istrinya.
"Jika kamu membutuhkan sesuatu. Kamu bisa memintanya ke pelayan atau pengawal."
Enza hanya mengangguk dan menarik kopernya kearah ruangan khusus lemari pakaian dengan kepala tertunduk.
"Kalau begitu aku mau menjemput Zayana dan Xavi di sekolah." kata Orlando sebelum keluar dari kamar.
"Bukan pernikahan seperti ini yang aku inginkan." gumam Enza di dalam hati menatap lurus kearah pakaian yang tersusun rapi di dalam kopernya.
Di depan salah satu sekolah dasar internasional di Italia. Orlando berdiam diri di parkiran sembari menunggu kedua keponakannya keluar dari kelas.
Tak beberapa lama sepasang anak kembar berlari kearah mobil Orlando. Mereka langsung membuka pintu khusus penumpang dan masuk ke dalam mobil.
"Apa Uncle menunggu kami terlalu lama?" tanya Zayana dengan wajah berseri-seri.
"Tidak. Uncle baru saja sampai setelah mengantar Aunty kalian ke mansion Gultom." sahut Orlando menoleh sekilas ke belakang.
"Bagaimana dengan sekolah baru kalian? Apa ada kendala?" tanya Orlando sembari mengemudi meninggalkan halaman sekolah.
"Tidak, Uncle. Semuanya berjalan dengan lancar. Kami sudah memiliki beberapa teman dekat. Bahkan Xavi cukup populer diantara anak perempuan."jawab Zayana membuat Orlando tersenyum tipis.
"Ketampanan keluarga Gultom benar-benar menurun kepadanya." puji Orlando melirik sekilas kearah Xavi.
Xavi hanya diam dan menatap jalan raya dengan pikiran bercabang. Ia terlihat tidak tertarik dengan obrolan Orlando dan saudari kembarnya.
Tak beberapa lama mereka tiba di depan kediaman Sean. Mereka melihat beberapa mobil mewah terparkir rapi di halaman kediaman Sean.
Xavi buru-buru keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah. Wajahnya terlihat panik saat melihat jejeran mobil-mobil mewah itu.
Xavi memperlambat langkahnya saat bersitatap dengan sepasang mata biru yang menatapnya penuh kerinduan.
"Daddy!" teriak seorang anak perempuan dari belakang Xavi. Anak itu langsung berlari kearah ranjang dan melompat keatas tempat tidur memeluk tubuh pria yang dia panggil Daddy.
Hiks
Hiks
Hiks
"Daddy, aku sangat merindukanmu."
Pria itu memeluk tubuh Zayana dengan wajah sendu. "Daddy juga sangat merindukan mu sayang."
"Kak! Akhirnya kau sadar!" teriak Orlando berlari memeluk tubuh Sean.
"Sean baru saja sadar. Jangan memeluknya terlalu kuat!" nasehat Ocean menegur putra bungsunya.
Orlando langsung melepaskan pelukannya dan menatap wajah Sean dengan mata berkaca-kaca.
Xavi hanya berdiam diri di depan pintu sembari menatap wajah sendu ayahnya dari kejauhan.
"Apa kau akan terus berdiri disana tanpa memeluk Daddy?" tanya Sean membuat Xavi langsung menunduk menatap kedua kakinya.
"Haruskah Daddy yang melangkah ke sana memelukmu?" ulang Sean membuat tubuh Xavi tiba-tiba bergetar. Sean baru sadar. Ia belum sanggup melangkah kearah Xavi setelah tertidur selama kurang lebih 1 bulan.
"Kau sangat mirip dengan Daddy sewaktu kecil. Gengsian. Kau tidak bisa mengungkapkan bagaimana perasaan mu meskipun kau ingin." timpal Sean menghela napas panjang.
"Apa kamu tidak senang melihat Daddy mu sudah sadar?" tanya Ocean mendorong kursi rodanya kearah cucunya.
"Mengapa kamu tidak memanfaatkan kesempatan ini. Jika Tuhan masih memberikan kesempatan kepada kita melihat Daddy mu bangun setelah kurang lebih satu bulan koma."
Deg
Xavi merasa tersentil mendengar penuturan kakeknya. Ia tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menatap wajah Sean dengan air mata berlinang.
Zayana turun dari kasur dan membiarkan Xavi melepas rindu memeluk Sean.
Xavi berlari kearah ranjang dan memeluk Sean dengan tubuh bergetar.
"Dad..."
"Daddy sangat merindukan mu, Son." bisik Sean memeluk tubuh putranya dengan penuh kerinduan.
"Maafkan Daddy belum bisa memberikan keluarga yang lengkap untuk kalian. Daddy janji, setelah Mommy kalian sadar. Kita akan berkumpul dan tinggal bersama."
Semua yang ada di kamar utama merasa terharu. Disana ada Matteo dan kedua orangtuanya. Bahkan Matteo juga membawa tunangannya ikut menjenguk saudari kembarnya.
Mata mereka beralih kearah samping Sean. Daniella terlihat masih betah tidur setelah 1 bulan koma.
"Kenapa Mommy belum juga sadar seperti Daddy?"lirih Zayana menatap wajah pucat ibunya dengan tatapan sendu.
"Luka tembakan di perut Mommy kalian cukup dalam sehingga mempengaruhi kondisi kesehatannya. Jika Tuhan berkehendak. Mommy kalian bisa sadar dalam waktu dekat seperti ayah kalian." tukas dokter Robert tersenyum tipis.
Sean mengalihkan pandanganya kearah Daniella. Ia menatap wajah pucat itu dengan mata berkaca-kaca.
"Bisakah kalian menikahkan kami hari ini juga. Aku tidak ingin menunda-nunda waktu lama menyatukan keluarga kami. Aku ingin meresmikan hubungan kami secara agama maupun negara." pinta Sean dengan penuh keyakinan.
Semua orang yang berkumpul di kamar utama cukup terkejut mendengar permintaan Sean. Tak beberapa lama mereka tersenyum bahagia menyambut keinginan mulia Sean.
Sean mendaftarkan pernikahannya dan Daniella secara negara hari ini juga. Sean bahkan meminta Orlando mengambil cincin pernikahannya 8 tahun lalu di kamarnya yang ada di mansion Gultom.
Acara pernikahan itu dilaksanakan dengan sangat singkat dan sederhana. Ocean dan Orlando berdiri sebagai saksi Sean.
Matteo dan kedua orangtuanya berdiri sebagai saksi Daniella.
"Maaf membuatmu menunggu selama ini." ucap Sean mengecup punggung tangan Daniella dengan air mata berlinang.
Cincin berlian limited edition itu melingkar dengan indah di jari manis wanita itu.
Ocean merasa lega menyaksikan pernikahan sederhana putra pertamanya. Ia berharap Daniella segera sadar agar keduanya bisa melaksanakan acara resepsi pernikahan yang lebih megah dari kedua adik kembarnya.
Ocean tidak yakin hidupnya akan bertahan lebih lama lagi setelah beberapa kali mimisan. Ia ingin meninggal dengan tenang, tanpa adanya penyesalan dan rasa bersalah.
Orlando menatap keduanya dengan wajah haru.
"Madre... Akhirnya mereka menikah dengan resmi. Orlando harap Madre ikut bahagia menyaksikan pernikahan mereka dari surga." gumam Orlando dalam hati menatap foto lama Karina yang tersimpan di galeri ponselnya.
Dari sini Orlando mulai paham. Bahwa semua anggota keluarganya memiliki perjalanan cinta yang tidak mudah. Mulai dari kakek dan neneknya, ayah dan ibunya bahkan ketiga kakak kembarnya.
Orlando berdiri di belakang ayahnya sembari menatap langit gelap.
"Bukankah kita harus melalui jalan yang berliku-liku untuk mencapai satu jalan sebagai tujuan akhir."
"Ya kau benar. Jika saatnya tiba, Padre harap kamu bisa mengambil satu keputusan yang tepat sebagai tujuan akhir mu."
"Apa aku juga akan melaluinya?" tanya Orlando dengan wajah bingung.
"Semua tergantung sikapmu." balas Ocean tersenyum tipis.
Ocean mendorong kursi rodanya masuk ke dalam rumah. Ia meninggalkan Orlando seorang diri dengan pikiran menerawang lurus ke arah langit gelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
macarena_macarena2
lanjuuttt semangaaaatttt sering up biar banyak yang tau
2024-11-20
0