Bab 5

Hari sudah mulai gelap. Christine terlihat sangat gelisah dan khawatir menunggu kepulangan putrinya di ruangan tamu.

"Apa Enza belum juga pulang, Sayang?" tanya David duduk di sebelah istrinya.

"Coba kamu lacak keberadaan Enza , Dad. Mommy cemas putri kita belum kembali dari kampus."

Saat David sedang berkutat dengan laptopnya. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari pintu keluar mansion.

Mereka terkejut melihat Enza kembali dengan wajah kusut.

"Dari mana saja kamu?" tanya David dengan wajah datar.

"Dari pantai, Dad. Enza juga butuh refreshing setelah sehari belajar di kampus." jawab Enza berusaha mencari alasan yang masuk akal agar ayahnya percaya.

"Jangan buat kami cemas. Kamu tidak pernah mau dijaga dan dikawal pengawal setiap keluar rumah. Gimana kalau terjadi apa-apa padamu, Nak. Lain kali kabari kami setiap sejam sekali" timpal Christine sebelum suaminya angkat bicara. Ia tahu kalau David tidak akan mentolerir kelakuan Enza hari ini.

Enza menghela napas dan mengangguk dengan patuh. "Kalau begitu Enza pamit ke kamar dulu Mom, Dad."

Christine dan David membiarkan Enza kembali ke kamarnya.

Di kamar

Enza duduk di depan meja belajarnya sembari menatap lurus ke luar jendela. Ia termenung beberapa saat sebelum menghubungi seseorang yang sangat spesial di dalam hatinya.

Tut

Tut

Tut

Enza bisa mendengar nada suara panggilan masuk. Namun, orang yang dihubungi gadis itu tak kunjung mengangkat panggilannya.

"Dia tidak mengangkatnya. Sepertinya Dia sudah benar-benar yakin dengan pilihannya." lirih Enza dengan suara bergetar. Tanpa sadar setetes air mata terjatuh dari sudut matanya.

Keesokan harinya

Enza sarapan bersama kedua kakak kembarnya dan orang tuanya. Dahi mereka tiba-tiba berkerut saat melihat mata sembab Enza.

"Hari ini Mommy ingin mengajak kalian ke butik langganan keluarga menyiapkan seragam untuk acara pertunangan dan pernikahan sepupu kalian." celetuk Christine membuat raut wajah Enza tiba-tiba menegang.

Bahkan selera makannya tiba-tiba menghilang setelah mendengar ucapan ibunya.

Kedua anak kembarnya mengiyakan ajakan ibunya. Namun, lain dengan Enza.

"Sepertinya Enza tidak bisa ikut bersama kalian, Mom. Enza memiliki tugas kelompok hari ini. Kemungkinan Enza akan pulang larut malam."

Enrica menatap wajah adiknya beberapa saat sebelum berucap.

"Tidak apa-apa. Biarkan Enrica yang menyesuaikan ukuran gaun Enza."

"Tapi--"

"Sayang..." sela David menggenggam tangan istrinya.

"Jangan memaksa Enza. Mungkin Enza memiliki tugas kelompok yang harus dikerjakan."

Christine akhirnya mengalah dan tidak melanjutkan ucapannya.

Enrica dan Enrico memutuskan berangkat bekerja.

Setelah kepergian keduanya, Enza tiba-tiba berdiri dan berpamitan kepada kedua orang tuanya.

"Mom, Dad. Enza berangkat dulu."

Enza mencium pipi ayah dan ibunya sebelum berangkat ke kampus.

Sepanjang perjalanan menuju kampus. Enza tak henti-hentinya memikirkan pertunangan Orlando yang akan dilaksanakan besok malam. Hatinya seakan tidak rela menyaksikan acara itu.

Setelah termenung beberapa saat, bola mata Enza tiba-tiba membesar dan menginjak rem dengan wajah terkejut.

CITTTT

BRAK

Enza terlalu fokus dengan lamunan-nya hingga tanpa sadar menabrak mobil salah satu pengemudi yang berhenti di pinggir jalan.

Dengan wajah panik Enza keluar dari mobil dan memperhatikan goresan di mobilnya.

Enza tidak sadar jika sedari tadi pemilik mobil yang ditabraknya sedang menatapnya dengan wajah kesal.

"Hey! Apa kau tidak ingin minta maaf dan ganti rugi atas kecerobohan mu!" celetuk pemilik mobil itu dengan wajah garang.

Enza langsung mengalihkan pandanganya kearah asal suara. Ia menatap wajah kesal dan marah pria itu dengan raut wajah datar.

"Hey! Siapa suruh kau memarkirkan mobil mu di pinggir jalan!" balas Enza sebelum masuk ke dalam mobilnya.

Namun, pria itu dengan cepat menarik tangan Enza dan menuntut ganti rugi.

"Aku tidak mau tahu, kau harus ganti rugi!" tegas pria itu membuat Enza kesal.

"Dilihat dari harga mobilmu, kau pasti bisa membayar biaya perbaikannya. Bukankah mobil semahal ini sudah terdaftar asuransi. Kau bisa memperbaiki mobilmu menggunakan asuransi!" ketus Enza menghempaskan tangan pria itu.

Enza langsung masuk ke dalam mobil dan berlalu begitu saja.

"Menarik."

Pria itu hanya bisa menatap kepergian Enza dengan tatapan tak terbaca. Namun, terselip sedikit perasaan aneh di hatinya setelah bertemu dengan gadis itu.

Enza belajar seharian di kampus menyelesaikan tugas kelompoknya. Hingga tanpa sadar hari sudah mulai gelap.

Ting

Sebuah pesan tiba-tiba muncul di layar ponselnya.

[Enza, bisakah kau datang ke Club biasa? Aku membutuhkan bantuan mu.]

"Oke"

Enza dengan cepat membalas pesan tersebut dan merapikan buku-bukunya.

"Aku tiba-tiba memiliki urusan penting. Bisakah kalian mengirim hasil kerjaan kalian ke email ku?" ujar Enza dengan perasaan bersalah.

"Jangan khawatir, Enza. Kami akan mengirim filenya ke email mu." sahut teman kelompoknya tersenyum tipis.

Enza bergegas pergi dari sana dan melangkah menuju parkiran. Hari sudah cukup gelap membuat pandangan mata Enza sedikit buram.

Tiba-tiba langkah kaki Enza berhenti setelah mendengar suara erangan kesakitan dari salah satu ruangan dosen yang ada disana.

"Argh! Sakit!"

Semakin lama suara kesakitan itu berubah menjadi suara percintaan yang membuat jantung Enza berdetak tak karuan.

Entah mengapa rasa penasaran gadis itu membawa kakinya mengikuti arah suara itu.

Enza melihat seseorang yang sangat familiar di matanya sedang bercinta dengan seorang pria yang memilikinya perawakan yang sangat mirip dengan Orlando.

"Mereka melakukannya" lirih Enza dengan hati hancur. Tiba-tiba seseorang menarik tangan Enza dan membawanya pergi dari sana.

"Fidelis..." lirih Enza berusaha memberontak melepaskan cengkraman tangan Fidelis.

"Apa yang kau lakukan disana Enza? Apa kau melihat semuanya?" tanya Fidelis to the point melepaskan tangan Enza.

Enza hanya diam tak berkutik mendengar pertanyaan Fidelis. Ia masih mencerna apa yang Ia lihat barusan.

Hiks

Hiks

Hiks

Tiba-tiba Enza menangis di dalam pelukan Fidelis dengan tubuh bergetar.

"Fidelis! mengapa mencintai seseorang sesakit ini. Aku tidak bisa melupakannya! Apa yang harus aku lakukan!"

Fidelis membalas pelukan Enza dan berusaha menenangkan gadis itu.

"Lalu bagaimana denganku, Enza? Aku sudah mencintaimu sejak 5 tahun lalu. Tapi, kau tidak pernah menatapku dengan tatapan lebih. Kau hanya menganggap ku sebagai sahabat. Dan selamanya akan seperti itu."

Kalimat itu hanya mampu terucap di hati Fidelis. Ia tidak bisa mengutarakan perasaannya secara langsung demi persahabatan mereka.

Setelah beberapa menit menangis. Enza merasa hatinya sedikit membaik dari sebelumnya.

"Apa kau sudah merasa lebih tenang?" tanya Fidelis menghapus air mata yang membasahi wajah cantik Enza.

"Ah, maaf. Air mataku mengotori pakaianmu." celetuk Enza dengan perasaan canggung.

"Tidak masalah."

"Kalau begitu aku pulang duluan. Terima kasih sudah mendengarkan curhatan ku."

Enza buru-buru masuk ke dalam mobilnya sebelum berlalu meninggalkan area kampus.

Mereka tidak sadar dengan tatapan tajam seseorang yang sedari tadi melihat kedekatan mereka.

"Cih!"

Terpopuler

Comments

YA&NO

YA&NO

𝚖𝚎𝚖𝚎𝚗𝚍𝚊𝚖 𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚢𝚐 𝚝𝚍𝚔 𝚍𝚒𝚞𝚗𝚐𝚔𝚊𝚙𝚔𝚊𝚗 𝚒𝚝𝚞 𝚜𝚊𝚔𝚒𝚝𝚗𝚢𝚊 𝚕𝚞𝚊𝚛 𝚋𝚒𝚊𝚜𝚊 𝚔𝚛𝚗𝚊 𝚊𝚚 𝚍𝚕𝚞 𝚙𝚛𝚗𝚊𝚑 bgtu🥲

2024-12-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!