Gita bersi keras untuk tetap tinggal bersama Cempaka, karena ia sudah terlanjur menyayanginya. Ia bahkan tidak keberatan tinggal di ruko dan membantu neneknya berjualan.
Yang semula berjualan kue hanya sekedar melestarikan resep turun temurun keluarganya, kini sebagai sumber penghasilan utama. Cempaka bahkan harus membuat lebih banyak dari biasanya, demi bisa mencukupi kebutuhan hidupnya bersama Gita.
Dengan hati riang, Gita mengepak kue-kue buatan neneknya untuk segera ia kirim ke pelanggan. "Nek, aku berangkat dulu ya. Assalamualaikum." Kedua tangannya yang penuh memegang keranjang pesan membuatnya tidak bisa menyalami Cempaka, namun ia memberikan kecupan manisnya di kepala neneknya yang tengah membuat adonan bolu.
"Walaikumsalam. Hati-hati ya, Nak." Cempaka memperhatikan Gita hingga keluar dari ruko, setelah cucunya sudah tidak terlihat barulah ia kembali fokus ke adonannya.
Sebetulnya ia merasa tidak enak hati telah menyusahkan Gita, anak-anak seusianya seharusnya sibuk belajar dan bermain. Tapi keseharian Gita malah di habiskan untuk membantunya berjualan kue, bahkan malamnya pun ikut membantunya membuat kue sembari mengerjakan tugas sekolah.
"Maafkan aku ya Allah telah membawanya kepusara kesulitan ini," gumamnya lirih. Ia berdoa semoga jika dewasa nanti Gita akan menjadi anak yang sukses dan menemukan tambatan hati yang benar-benar menyayanginya dengan tulus. Anak sebaik itu pantas mendapatkan kebahagiaan.
Tak terasa sudah lebih dari satu jam Gita pergi, kue yang semula masih berbentuk adonan basah kini sudah menjadi bolu cantik yang manis dan empuk. Saat ia mengangkat bolu tersebut dari oven, terdengar suara gemuruh dan hujan lebat.
Cempaka langsung teringat pada cucunya yang belum kembali. 'Dia pasti kehujanan,' pikirnya. Setelah menaruh kue bolunya di atas meja, Cempaka bergegas mengambil payung dan pergi menjemput Gita di halte busway yang tak jauh dari tokonya, ia tak ingin cucu kesayangannya kebasahan apa lagi sampai terkena flu.
Belum sampai lima menit Cempaka tiba di halte busway, seorang wanita cantik menghampirinya. "Ojeg payung?" tanyanya. "Tolong antarkan aku sampai ke seberang sana," tunjuk wanita itu pada gedung tinggi yang berada di seberang halte.
Cempaka menggelengkan kepala. "Maaf aku bukan ojeg payung, aku hanya ingin menjemput cucuku," tolaknya dengan ramah.
Wajah wanita itu terlihat begitu kecewa. "Aku mohon tolonglah. Mobilku tiba-tiba saja bannya bocor, aku harus menjemput putriku yang sedang les di gedung sana. Aku akan terlambat menjemputnya kalau aku pesan taxi online dari sini."
Jalur yang memutar, di tambah dengan padatnya jalanan kota saat hujan akan membuat waktu tempuh sangat lama. Satu-satunya jalan yang tercepat hanyalah menyebrangi zebra cross.
Wanita muda itu terus memohon pada Cempaka, hingga akhirnya ia pun luluh dan mau mengantarnya. Sepanjang jalan Cempaka berdoa semoga Gita belum datang sebelum ia kembali lagi.
Setelah tiba di sebrang wanita muda itu merogoh tasnya, ia mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan. "Terima kasih banyak sudah mengantarku," ucapnya seranya menyodorkan uang tersebut.
Namun Cempaka menolaknya dengan halus. "Sudah kukatakan aku ini bukan ojeg payung, jadi aku tidak menerima bayaran. Aku menolongmu dengan ikhlas."
"Tapi aku ingin berterima kasih pada Anda."
"Kalau kau ada waktu, datanglah ke toko kueku yang di seberang sana. Aku menjual berbagai kue basah tradisional, jika ada yang kau suka kau boleh membelinya," ucap Cempaka sembari menunjuk ke arah toko kuenya.
"Baiklah kalau begitu, besok aku pasti akan mampir kesana." Wanita muda itu tersenyum berterima kasih pada Cempaka, kemudian ia berlari menuju pintu utama gedung.
Cempaka sempat memperhatikannya sejenak, ia melihat tampaknya putri dari wanita muda itu terlihat kesal karena ibunya datang terlambat. Cempaka hanya menggelengkan kepalanya 'Sepertinya ia terlalu memanjakan putrinya,' gumamnya.
Tanpa Cempaka ketahui anak perempuan yang tengah marah dengan ibunya itu adalah Jiva, yang tak lain sahabat dari cucunya, sementara wanita muda yang baru saja di antarnya adalah Kirana, orang tua angkat Jiva.
Dalam hati Cempaka berdoa agar suatu hari Gita bisa les di tempat sebagus itu, supaya kecerdasan yang di miliki cucunya semakin terasah. Cempaka bergegas kembali ke seberang, ia melihat bus sudah lewat dan orang-orang sudah pada turun.
Cempaka menoleh ke kanan dan ke kiri mencari cucu kesayanganya, tapi ia tidak menemukannya. "Apa jangan-jangan Gita sudah pulang?" ia jadi merasa bersalah karena terlambat menjemput cucunya. "Pasti dia sekarang sedang kebasahan."
Begitu Cempaka berbalik ia mendengar suara Gita.
"Nenek..."
Gita berlari menghampiri neneknya, ia sudah memegang payung di tangannya. "Nenek ngapain ke sini? Diluar dingin, nanti nenek masuk angin. Ayo pulang!!" Ia membimbing Cempaka berjalan menuju toko.
"Nenek mencemaskanmu, Nenek takut kamu kehujanan. Dari mana kau dapatkan payung itu?"
"Tadi penjaga kantin meminjamkan aku payung, besok pas antar kue lagi aku akan mengembalikannya," jawab Gita.
"Oh iya Nek, tadi aku di kasih uang lebih sama pemilik kantinnya. Aku belikan susu kalsium untuk Nenek." Gita menyodorkan belanjaannya pada Cempaka ketika mereka tiba di toko.
Cempaka sama sekali tidak senang dengan hadiah yang di belikan oleh Gita. "Kau kenapa malah membelikan itu untuk Nenek? Kenapa tidak kau buat jajan atau keperluanmu saja?" Ia menangis tersedu-sedu. Cempaka merasa belum bisa meberikan kebahagiaan dan hidup yang layak untuk Gita. Tapi anak itu malah terus memikirkannya.
"Aku sedang tidak ingin membeli apa-apa, Nek." Gita memeluk Cempaka dengan hangat, sembari mengelus punggungnya yang sudah renta.
Beberapa hari terakhir ini Gita sering melihat Cempaka memijat-mijat kakinya ketika tengah membuat kue, wanita tua itu terlihat pegal. Mungkin neneknya membutuhkan tambahan kalsium pikirnya, untuk itulah ia membelikan susu khusus untuk neneknya.
"Terima kasih banyak ya, Sayang," akhirnya Cempaka menerima susu tersebut, ia sebenarnya tak ingin membuat Gita kecewa atas perhatian yang di berikannya. "Tapi lain kali kau belikan keperluanmu dulu ya."
Gita mengangguk. "Iya, Nek."
Selesai mengganti pakaiannya, Gita langsung membantu Cempaka membuat pesanan arem-arem. Sembari membungkus gadis itu menghapalkan rumus matematikan yang sebelumnya ia tempel di dinding di dekat meja tempat ia membuat arem-arem.
Tangannya yang sudah terampil, membuatnya bisa mengerjakan pesanan tanpa melihat, sehingga matanya bisa terus terfokus pada rumus-rumus yang di hafalkannya.
Terkadang keterbatasan membuat orang berpikir lebih kreatif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ🔵🍾⃝ͩ⏤͟͟͞RᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣW⃠🦈
Gita dalam hal menyayangi gak kaleng-kaleng, ia salah memilih sahabat karena ternyata Jiva tak sungguh-sungguh menganggap Gita sebagai sahabatnya
2024-11-19
4
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Aamiin untuk doamu Nek, semoga Allah memberi Gita kehidupan yg lebih baik, menjadi anak yg cerdas & juga sukses di masa depan 🥰🤲
2024-11-19
3
☠ᵏᵋᶜᶟ🔵🍾⃝ͩ⏤͟͟͞RᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣW⃠🦈
nah metode yang digunakan Gita juga dulu di ajarkan oleh ibu saya dalam menghafal rumus-rumus
jadi hampir di semua dinding rumah dahulu penuh dengan tempelan rumus-rumus gitu deeh 🤣🤣
2024-11-19
3