Gita mengetuk-ngetukan jemarinya di penyanggah kursi yang dudukinya, sudah 30 puluh menit ia di ruang tunggu menunggu ayahnya presentasi programnya. Meski Gita yakin pada kemampuan ayahnya, namun tetap saja ia merasa gugup dan tak sabar ingin mengetahui hasilnya.
Sembari berdoa untuk ayahnya, sekelebat bayangan Jiva yang melepar kotak susu kepadanya kembali teringat. Gita masih tidak mengerti mengapa sahabatnya bisa berbuat seperti itu, Jiva benar-benar berubah tak seperti yang dulu ia kenal. Tapi Gita sama sekali tidak menaruh dendam pada sahabatnya itu, ia justru berdoa semoga suatu hari hubungannya dengan Jiva kembali baik seperti dulu.
Di menit ke empat puluh pintu terbuka, Gita beranjak dari tempat duduk dan menyambut ayahnya dengan rasa penasaran akan hasil presentasinya. "Ayah bagaimana hasilnya?"
Raut wajah Baskara terlihat sangat kesal, dengan langkah terburu-buru ia meraih lengan Gita dan membawa putrinya bergegas keluar gedung. "Nanti Ayah ceritakan di luar," bisiknya.
Gita mengangguk, sepertinya ia sudah menebak hasil pertemuan itu.
Baskara mengajak putrinya menuju taman kota, namun sebelum itu ia sempat mampir sebentar ke minimarket untuk membeli ice cream.
"Hasilnya tidak bagus ya, Yah." Gita memberanikan diri untuk bertanya setelah mereka duduk di ayunan taman, sembari menikmati ice cream.
Baskara menurunkan stik ice creamnya dari mulut, sembari menatap Gita dengan sedih. "Maafkan Ayah ya, Nak." Ia menceritakan jika di pertemuannya tadi, setelah ia selesai mempresentasikan Guardian AI buatannya, Baskara justru di tawari bekerja di perusahaan tersebut dengan gaji pegawai biasa.
"Loh bukankah, Ayah menawarkan kerja sama program Guardian AI? Kenapa mereka malah mau mempekerjakan Ayah di sana sebagai stafnya? Apa mereka mau menggunakan Guardian AI dengan cuma-cuma?" Analisa Gita langsung tepat sasaran.
"Betul sekali. Kau memang anak yang cerdas," puji Baskara tersenyum pada Gita. "Apa kau menyayangkan keputusan Ayah?"
"Tentu saja tidak Ayah. Aku justru akan marah jika Ayah menerima tawaran itu," ucap Gita, kemudian ia melahap suapan ice cream terakhirnya. "Program Ayah sangat bagus, aku pikir kenapa Ayah tidak menawarkan kerja sama ke perusahaan yang membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi. Misalnya Bank, tempat penggadaian, atau bisa juga ke pemerintah."
"Pemerintah? Maksudmu?"
Gita memasang wajah seriusnya sebelum ia menjelaskannya. "Aku pikir CCTV di jalanan membutuhkan Guardian AI untuk menekan angka kriminal. Progam Ayah bisa mencegah terjadi kejadian perampokan, penjambretan, hingga tabrak lari. Bayangkan jika Guardian AI Ayah mampu mendeteksi orang jahat sebelum mereka melakukan kejahatan, maka polisi bisa tiba sebelum kejadian itu berlangsung, dan korban terselamatkan."
Senyum sumringah terpancar di wajah Baskara mendengar penjelasan putrinya. "Kau betul-betul cerdas, Gita. Ayah yakin jika sudah besar nanti, kau akan menjadi anak yang sukses," ucap Baskara dengan penuh keyakinan.
"Tentu saja, ini semua karena aku punya Ayah yang hebat."
Baskara beranjak dari ayunannya berjalan ke bagian belakang Gita, lalu mendorong putrinya. Gita tertawa bahagia bermain ayunan bersama ayah angkatnya, ia begitu gembira memiliki ayah yang melimpahinya kasih sayang.
"Besok Ayah akan coba menawarkan program ini pada Bank besar, kebetulan Ayah punya teman yang bekerja di sana."
"Semangat Ayah, aku akan selalu mendoakan Ayah."
Mereka bermain-main sebentar sebelum akhirnya mereka menghampiri Cempaka di toko dan membantunya berjualan.
***
Satu minggu berlalu, Baskara mendapat kabar baik dari Bank yang selumnya ia kirimi proposal Guardian AI. Nampaknya Bank tersebut begitu tertarik dengan program yang di tawarkan oleh Baskara, dan berniat melakukan kerja sama dengannya.
Gita yang mendengar kabar baik itu turut gembira, ia sama bersemangatnya dengan Baskara. Tapi sayangnya kali ini ia tidak bisa menemani ayahnya presentasi karena ia harus ke sekolah mengikuti ujian tengah semesternya.
"Kalo hari ini kerja samanya deal. Ayah akan belikan Ayam goreng kesukaanmu," ucap Baskara saat ia menepikan kendaraannya di depan sekolah putrinya, ia kemudian berbalik membantu Gita membuka helm. "Nanti Ayah jemput ya."
"Semangat Ayah. Aku yakin kali ini Ayah pasti akan berhasil, Gita selalu mendoakan Ayah. Assalamualaikum." Ia mencium tangan Baskara sebelum berlari masuk ke sekolahnya sebab bel sekolah sudah berbunyi.
"Walaikumsalam," Baskara tersenyum memperhatikan putrinya masuk, Gita adalah semangatnya untuk kembali bangkit dari keterpurukannya, ia bertekat memberikannya kehidupan yang layak. Jika hitungannya tidak meleset, uang dari hasil kerja samanya akan cukup untuk melunasi hutang-hutang Mutiara dan memindahkan Gita ke sekolah yang lebih layak. Hitungan jangka panjangnya, kemungkinan ia bisa membeli kendaraan sederhana agar putrinya tidak lagi kepanasan ataupun kehujanan.
"Tidak akan lama lagi, bersabarlah putriku." Setelah pintu gerbang di tutup Baskara melajukan kendaraannya menuju Bank.
***
Akhirnya Tuhan menjawab doa-doa Gita, selepas keluar dari ruang kelasnya ia mendapatkan informasi jika ayahnya memperoleh kerja sama itu. "Alhamdulillah, selamat Ayah..." ucapnya dengan riang melalui sambungan telepon.
"Tapi Ayah baru mendapatkan uangnya setelah program itu di pasang dan di uji coba di sini," ucap Baskara. "Tapi kau tidak perlu khawatir, Ayah akan tetap menepati janji Ayah untuk membelikanmu ayam goreng. Kata pegawai Banknya di dekat sini ada ayam goreng paling enak seDKI, kau mau menunggu sebentar kan?"
Gita mengangguk. "Aku tunggu di halte depan sekolah ya, Yah."
"Iya. Ayah janji tidak akan lama." Baskara mematikan sambungan teleponnya dan bergegas keluar gedung.
Sementara Gita bersiap menunggu ayahnya di halte depan sekolah, ia menunggu Baskara dengan sabar sembari memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang di hadapannya.
Satu jam berlalu, Gita mulai panik karena Baskara belum datang sementara rintik hujan sudah mulai turun. "Ayah di mana ya? Apa toko yang menjual ayamnya ramai sekali?" ia sedikit menyesali ayahnya membeli ayam goreng itu jika ternyata malah menyusahkan ayahnya.
Hujan semakin deras, atap halte yang bolong membuat Gita sedikit kehujanan meski ia sudah bergeser. Angin yang bertiup kencang membuat tubuhnya menggigil kedinginan, sudah hampir dua jam Gita berdiri di sana, gerbang sekolah pun sudah di tutup.
Dengan tangan gemetar, Gita merogoh handphonenya di saku. Ia semakin panik saat mengetahui nomor ayahnya tidak aktif. "Ayah kemana?" ia tahu kebiasaan Baskara yang tidak pernah mematikan handphone, terlebih nomornya dan nomor Cempaka merupakan prioritasnya.
Berkali-kali Gita mencoba menghubungi ayahnya berharap handphone ayahnya hanya lowbatt atau mati terkena hujan. "Ayahhh..." Perasaan tidak enak menghampiri dirinya, rasa paniknya semakin tidak terkontrol ketika neneknya pun tak mengangkat panggilan darinya. "Apa yang terjadi? Kenapa Nenek tidak mengangkat teleponku."
Jantung Gita berdegup kencang, ia mencoba untuk tetap berpikir jernih. Ia harus pulang atau menghampiri neneknya di toko untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Sebelum ia mengangkat tangan untuk memberhentikan angkutan umum, handphonenya berdering. Akhirnya Cempaka menghubunginya, tanpa pikir panjang Gita langsung mengangkatnya. "Halo, Nek..." kalimatnya terhenti ketika mendengar suara tangis neneknya.
"Gi.. Gita... Ayahmu kecelakaan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
baru saja ada kabar Gembira ,malah ayah Bagaskara mengalami kecelakaan.
ujian terus datang silih berganti menguji seberapa besar dan kuat mereka mampu menghadapinya
2024-11-16
4
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Ya Allah... baru aja dpt kabar gembira harus disertai kabar tidak baik pula 🥺🥺🥺 mudah2an Baskara bisa selamat
2024-11-16
4
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
allahuakbar... kapan baskara akan benar-benar bahagia? dia lelaki baik berhati tulus.. 😭😭😭😭😭
2024-11-16
3