Dengan riang dan penuh semangat Gita mengaduk adonan kue talam yang akan di buat oleh Cempaka. Sudah puluhan tahun Cempaka menekuni profesinya sebagai penjual kue basah tradisional di ruko pinggir jalan Kalibata.
Usianya senjanya tak mengurangi semangatnya untuk melestarikan resep turun temurun keluarganya, meski berulang kali Baskara meminta Cempaka untuk beristirahat namun dengan tegas wanita tua itu menolaknya, ia bahkan menolak memperkerjakan orang. Menurutnya akan beda rasa jika kue buatannya di sentuh oleh orang lain.
Tapi kini ia membiarkan Gita mengaduk dan bermain-main dengan adonan kuenya. "Nenek apa sudah cukup adonannya?" tanya Gita.
Cempaka melongok ke bak adonan, penglihatannya yang sudah mulai kabur memaksanya aku melihat melihat sesuatu lebih dekat. "Sudah. Kau belajar saja sana, biar Nenek nanti meneruskannya."
"Iya, Nek." Gita beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke kamarnya.
Cempaka memperhatikan Gita yang berjalan menjauh darinya, di satu sisi ia merasa senang dengan kehadiran Gita, di sisi lain ia merasa bersalah karena tidak bisa memberikan kehidupan yang mewah untuk anak itu. Cempaka selalu bertanya pada dirinya sendiri 'Apakah keputusannya merawat Gita adalah keputusan yang tepat atau malah keputusan paling egois yang pernah ia buat?'
Tak lama kemudian Gita kembali dengan dua buku paket pelajaran sejarah di tangannya, ia ingin belajar sambil menemani neneknya membuat kue. "Kok malah kesini lagi? Sudah sana di kamarmu saja, di sini panas." Cempaka menunjuk pada kompor dan oven yang tengah menyala.
"Enggak ah, Nek. Aku ga bisa konsen kalo sendirian di kamar," tolak Gita.
Baskara yang tengah berada disisi sebrang dapur, tertawa mendengar ucapan Gita. "Loh kamu ini kok aneh, biasanya kan justru suasana sepi yang bikin sesorang bisa lebih fokus."
Gita berbaik ke ayahnya. Ruangan tanpa sekat membuatnya bisa melihat Baskara dari meja makan di dapur. "Aku enggak suka sepi, Yah. Sepi itu menakutkan."
"Kalau begitu kau sama dengan Kai, dulu dia sering membawa teman-temannya belajar di rumah. Kau ajak saja teman-temanmu belajar disini!"
Gita meraih gelas, kemudian menuang air dari teko. Ia beranjak dari tempat duduknya mendekati Baskara sembari membawakannya minum. "Jadi Kak Kai juga tidak suka sepi, Yah?" ia memberikan gelas itu pada Baskara.
Baskara tersenyum menerimanya. "Kau ini semangat sekali kalau sudah membahas Kai," ia meminumnya setengah, lalu menaruhnya di atas meja dan menekuri kembali laptopnya.
"Aku hanya ingin membawakan minum untuk Ayah," elak Gita, ja sendiri pun tak tahu mengapa ia selalu bersemangat setiap kali ayahnya menceritakan tentang Kai. "Ayah pasti hauskan dua jam duduk di sini tanpa meminum apa pun?"
"Bisa saja kamu ini."
"Itu apa sih yah?" tunjuk Gita pada layar hitam yang berisi bahasa pemrograman di laptop Baskara.
"Ayah sedang coding," jawab Baskara, ia berbalik menatap Gita dengan serius. "Namanya Guardian AI. Aplikasi ini memiliki kemampuan mendeteksi orang aneh di CCTV, dan bisa langsung memberitahu kepada pemilik CCTV. Kau mau lihat?"
Gita mengangguk antusias. Baskara mengarahkan kamera ke arah ibunya di dapur, Guardian AI langsung dalat mendeteksinya. "Lihatlah?" tunjuk Baskara pada layar laptopnya. Ada kotak kecil bertuliskan 'Human' di kepala Cempaka.
"Coba kau ambil pisau dan memasang wajah menakutkan!" perintah Baskara.
Gita berlari menuju dapur dan meminjam sebilah pisau di laci penyimpanan. "Seperti ini ayah?"
Seketika handphone Baskara yang terhubung dengan Guardian AI berdering, aplikasi itu melaporkan ada tanda bahaya di sekitarnya.
"Wahhhh... Keren sekali Ayah. Bagaimana bisa?" Gita menaruh kembali pisaunya, kemudian menghampiri Baskara penuh kekaguman dan rasa penasaran yang tinggi. "Aku memiliki Ayah yang sungguh genius."
Baskara tersipu malu, baru kali ini ia mendapatkan pujian selain dari putranya. Biasanya Mutiara selalu menghina program buatannya. "Benarkah ini keren?" sebetulnya ia masih tidak terlalu percaya diri.
Gita mengangguk kencang. "Ya, ini keren sekali Ayah. Apa ayah mau mengajariku membuat program seperti ini?"
"Kau yakin mau belajar coding?"
"Tentu saja."
Baskara senang putrinya tertarik dunia pemograman, sebab Kai lebih tertarik dunia kuliner, meski demikian Kai selalu menghargai program-progam buatan ayahnya dan mendukung penuh apa pun yang Baskara lakukan. "Nanti ya, kalau Ayah senggang. Besok Ayah sudah ada janji dengan perusahaan yang mau bekerja sama dengan program ini. Ayah harus mempersiapkannya dengan matang, agar hasil pertemuannya baik."
"Aku temani ya, Yah," pinta Gita. "Besok aku daring, karena gurunya sedang ada pelatihan di dinas."
"Ya, kau ajak saja putrimu. Hitung-hitung keliling kota biar dia hapal Jakarta," sahut Cempaka.
Baskara nampak berpikir sejenak mengenai gagasan mengajak Gita mencari investor.
"Aku janji tidak akan mengganggu saat Ayah presentasi, aku akan menunggu di luar."
Perlahan Baskara mengangguk setuju. Dengan hati riang Gita kembali ke kemarnya, ia sudah tidak sabar menemani ayahnya besok pagi.
***
Keesokan paginya, sebelum menuju ke perusahaan yang menawarkan kerja sama dengan Baskara. Mereka singgah di sebuah sekolah elit berstandar Internasional di Jakarta Pusat, Baskara ingin mengantarkan kue titipan ibunya ke kantin sekolah tersebut.
Ia menepikan kendaraannya di pinggir jalan sebab motor butut tidak di izinkan masuk. "Maafkan Ayah ya, hanya mampu menyekolahkan kamu di sekolah Negeri," ucap Baskara dengan rasa bersalah karena belum maksimal memberikan pendidikan yang terbaik untuk putrinya. "Ayah janji jika kerja sama ini berjalan, Ayah pindahkan kamu kesekolah Internasional."
"Sudahlah Ayah jangan pikirkan itu, sekolah di mana saja sama. Aku bisa belajar bahasa Inggris dari internet, yang penting penerapan ilmunya." Gita sudah cukup senang dan bersyukur tinggal bersama keluarga barunya yang melimpahinya dengan kasih sayang. "Ayah masuk saja, aku akan menunggu di sini."
Baskara mengangguk. "Ayah tidak akan lama kok..." ia bergegas masuk melalui gerbang utama.
Tak lama selepas Baskara pergi, Gita di kejutkan dengan bungkus susu yang menghantam lengannya, dan mengakibatkan lengan bajunya basah. "Aww.." ia menoleh ke arah kotak susu itu berasal.
Seorang gadis yang tak asing baginya lewat dengan mobil mewahnya berwarna putih, gadis itu tersenyum mengejek pada Gita. "Dasar gembel," desisnya.
"Jiva..." gumam Gita.
Rupanya Jiva lah yang melempar kotak susu itu, dari jauh ia sudah melihat Gita berdiri di pinggir jalan. Begitu mobilnya melintasinya, ia langsung melempar susu tersebut ke arahnya sebagai ungkapan ejekan padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Kalo si Jiva kena pindai alat sensor milik Baskara, pasti kedetect sebagai alarm tanda bahaya 🤣🤣🤣 kerjaannya jahatin Gita terus 😏😏😏
2024-11-14
3
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
Rendi dan Mutiara juga sedang mengembangkan program Al itu.jangan sampai hasil jerih payah pikiran Bagaskara di akui oleh Rendi dan Mutiara sebagai karya mereka.
2024-11-14
3
☠ᵏᵋᶜᶟ🔵🍾⃝ͩ⏤͟͟͞RᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣW⃠🦈
waaaah sebenarnya otak Baskara ini cerdas juga lhooo
sayangnya program yang Baskara ciptakan ini telah dicuri oleh Mutiara dan Rendi
2024-11-14
2