"Maaf, Om terpaksa bicara seperti itu agar temanmu tidak merendahkan orang seenaknya," ucap Baskara ketika mereka dalam perjalanan menuju kantor polisi. "Sudahlah kau tidak perlu sedih dengan kejadian tadi, lagipula dia sudah tidak menganggapmu teman. Kembali lah ke Bandung, belajar seperti biasa dan bermainlah bersama orang-orang yang benar-benar menganggapmu teman." Ia meminta Gita untuk melupakan Jiva dan fokus pada hal-hal yang kebih penting sebab perjalanan hidup Gita masih sangat panjang.
Gita hanya terdiam mendengar semua nasehat Baskara, meski ia masih merasakan kesedihan atas apa yang terjadi, namun apa yang di katakan pria dewasa yang baru saja ia kenal ini ada benarnya.
"Om mengerti perasaanmu, karena Om juga baru saja kehilangan orang yang Om sayangi. Istri dan anak laki-laki, Om."
Gita langsung terkejut, ia tak menyangka jika Baskara juga baru saja mengalami hal yang ia alami. "Benarkah? Kemana mereka? Dan kenapa mereka meninggalkan Om?"
Baskara tertawa mendengar rentetan pertanyaan yang di ajukan Gita. "Kau ini seperti wartawan gosip saja," ucapnya. "Ini masalah orang dewasa kau belum cukup umur untuk bisa mendengarnya. Tapi apa pun itu jangan sampai kita kehilangan diri sendiri."
Di tengah obrolan hangatnya bersama Gita, tiba-tiba saja handphone Baskara berdering. Dari dering yang berbeda dengan kontak lainnya, Baskara bisa langsung tahu jika itu ibunya yang meneleponnya.
Dari dulu Baskara sudah memiliki kebiasaan untuk membedakan suara dering nomor ibunya, ia ingin selalu mendahulukan ibunya di atas kepentingan apapun. Baskara menepikan kendaraanya di pinggir jalan dan menjawab panggilan ibunya. "Ya, Bu."
"Kau dimana? Kenapa sudah lebih dari satu jam belum juga sampai, nanti makanan yang Ibu keburu dingin. Kalian tidak sedang makan di luar kan??" tanya Cempaka curiga.
Baskara langsung teringat jika ibunya masak banyak, ia menoleh ke arah Gita. Baskara yakin jika gadis itu pasti belum makan. "Ya, Bu sebentar lagi aku sampai."
Setelah mematikan sabungan teleponnya, ia mengajak Gita untuk makan bersamanya di kediamannya. Awalnya Gita sempat menolak sebab ia tak ingin merepotkan Baskara, tapi Baskara terus memaksanya. "Tidak mudah bagi wanita setuanya memasak sebanyak itu, jadi bantu Om menghabiskan masakannya agar beliau senang," pinta Baskara.
Gita pun mengangguk.
Baskara tersenyum melihat anggukan Gita dari kaca spion. "Nanti kau panggil saja Nenek, anak Om juga usianya tak begitu jauh denganmu."
***
Setibanya di rumah, Cempaka terkejut melihat putra semata wayangnya membawa gadis berusia dua belas tahun. Ia langsung menarik Baskara masuk ke ruangan lain. "Baskara mana Rudi? Kenapa kau membawa anak perempuan? Siapa dia? Kau memacari anak di bawah umur karena kecewa dengan Mutiara?" Ia memegang keningnya, seketika kepalanya terasa berat membayangkan putranya mengencani anak di bawah umur.
"Tenang, Bu! Tenang!" Baskara membimbing Cempaka duduk di kursi kayu di depan televisi. "Dia sama sekali bukan teman kencanku, anakmu ini masih sangat waras."
"Lalu apa kau menculiknya?"
Baskara tertawa mendengar tuduhan Cempaka, ia kemudian menjelaskan jika Rudi tidak jadi datang ke Jakarta, dan pertemuan tidak sengajanya dengan Gita. "Setelah makan malam, aku akan mengantarnya ke kantor polisi. Mubazir kan kalo makanan Ibu tidak ada yang makan, makanya aku bawa dia kemari."
Cempaka berpikir sejenak, benar juga apa yang di katakan Baskara, lagi pula ia pun merasa iba mendengar cerita tentang Gita, anak yatim piatu yang di usir oleh temannya yang sudah di adopsi oleh orang kaya. "Ya sudah, kau ajak dia ke ruang makan." Ia beranjak dari tempat duduknya menuju ruang makan, sementara Baskara menyusul Gita di ruang tamu.
"Gita, ayo masuk!" ajak Baskara.
Gadis itu terdiam memandangi foto keluarga yang tergantung di dinding ruang tamu.
"Gita..." panggil Baskara sekali lagi.
"Eh iya, Om." Gita baru tersadar dan menoleh ke arah Baskara.
"Apa ada masalah?" Baskara melirik ke arah foto yang membuat Gita tak menyahut panggilannya.
Gita menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya... Seperti pernah melihat anak laki-laki itu," ucapnya sembari menujuk ke arah bingkai foto.
"Itu anak laki-laki Om, namanya Kai."
"KAI???" Gita langsung teringat pada pelajar SMA yang memberinya ice cream di jalan besar di dekat panti asuhannya. "Jadi Om adalah Ayahnya Kai?"
Baskara mengangguk bingung. "Kau mengenalnya?"
"Dulu Kai pernah memberiku ice cream."
"Memberimu ice cream? Dimana?" Samar-samar, Baskara teringat pada cerita putranya tentang gadis yang ditemuinya di Bandung yang membuat Kai langsung jatuh hati.
Dengan malu-malu Gita menceritakan jika sebenarnya ia menangis bukan lantaran kehabisan ice cream, tapi karena ia merindukan Jiva. "Aku sungguh sangat berterima kasih padanya, ice cream itu membuat hatiku lebih tenang."
"Ice creamnya apa orang yang memberinya?" ledek Baskara.
Seketika wajah Gita bersemu memerah, hingga membuat Baskara tertawa. "Sayangnya Kai sekarang tinggal di New York bersama Ibunya, jika ada kesempatan berkomunikasi atau bertemu dengannya akan Om sampaikan padanya. Sekarang, mari kita makan dulu. Nenek sudah menunggu di ruang makan."
Suasan hangat menyelimuti makan malam mereka, Gita langsung bisa akrab dengan Cempaka. Beberapa kali Baskara nampak memperhatikan Gita, Kai sangat tepat menyukai gadis selembut dan sebaik Gita, ia membayangkan bagaimana bahagianya Kai jika tahu gadis yang ingin di carinya ternyata ada di sini. 'Jadi, kau kah gadis itu?' batin Baskara.
Hadiah yang semula ingin ia berikan pada Jiva, akhirnya ia berikan pada Cempaka sebagai rasa terima kasihnya atas kehangatan makan malam yang belum pernah ia rasakan, ia seperti merasa memiliki keluarga sungguhan.
"Wow, cantik sekali syalnya. Kau membuatnya sendiri?" Cempaka langsung mengenakannya di lehernya.
Gita mengangguk. "Sebenarnya itu warna kesukaan Jiva. Warna kesukaan Nenek apa? nanti aku buatkan yang lebih cantik dari itu."
"Ini juga warna kesukaan Nenek." Cempaka mengelus lembut syal barunya, ia nampak gembira mengenakannya.
Selagi Cempaka sibuk dengan syal barunya, Gita merapihkan piring kotor di atas meja makan. "Biar nanti Nenek saja yang membereskan, kau lebih baik menunggu Om Baskara di depan, agar jika motornya siap kalian bisa langsung pergi."
"Tidak apa-apa Nek, aku sudah biasa membereskan ini di panti." Gita berkeras membereskan meja makan dan mencuci seluruh piring dan perkakas dapur yang kotor, ia juga merapihkan dapur Cempaka sehingga menjadi rapih dan bersih.
Cempaka begitu memuji kecekatan Gita, tak hentinya ia berterima kasih pada gadis cantik itu. "Nenek tidak perlu berterima kasih, harusnya aku yang berterima kasih pada Nenek karena masakan Nenek enak sekali."
"Motornya masih belum selesai," Baskara masuk ke rumah dengan tangannya yang kotor. "Maklum lah motor tua, kalau di pakai jalan agak jauh suka ngambek."
"Ibu bilang juga apa lebih baik di jual saja."
"Sayang, Bu. Masih bisa di perbaiki, besok juga pasti sembuh ngambeknya, dia hanya butuh istirahat sebentar." Baskara beralih ke Gita. "Om antar naik taxi online saja ya."
"Bagaimana kalau menginap saja di sini? Kau bisa pakai kamar y" usul Cempaka. "Besok pagi, kau langsung antar Gita ke Bandung," ucapnya pada Baskara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
gak di sangka tenyata malah Baskara yang ketemu gadis yang di ceritakan Kai.tapi sayangmya Kai sudah tidak bersama Baskara lagi. mungkin suatu saat nanti akan bertemu dengan keadaan yang berbeda yang jauh lebih baik
2024-11-06
4
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Pertemuan yg tidak disangka2 ya. Kai yg mencari2 justru bapaknya yg ketemu sama Gita 😅😅😅
2024-11-06
5
☠ᵏᵋᶜᶟ🔵🍾⃝ͩ⏤͟͟͞RᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣW⃠🦈
nanti makanan yang ibu keburu dingin --> maksudnya makanan apaan neh Kak Irma ?
2024-11-06
4