Satu bulan pasca hakim mengetok palu dan mengabulkan permohonan perceraian Mutiara, Baskara mulai kembali menata kehidupannya. Ia harus bekerja keras untuk melunasi sisa hutang Mutiara dan juga menabung agar bisa menjemput Kai kembali.
"Sudah malam begini masih mau ketemu client lagi?" tanya Cempaka, ketika melihat putranya keluar dari kamar dengan mengenakan jaket dan sepatu kulit andalannya.
"Enggak, Bu. Aku mau jemput Rudi di stasiun sebentar," jawab Baskara seraya mengambil kunci motor yang ia letakan di atas kulkas.
Ya, setelah mobil pribadinya di tarik oleh debt collector beberapa waktu lalu. Kini Baskara menggunakan motor antik peninggalan almarhum ayahnya untuk operasionalnya sehari-hari.
Honda C70 yang terparkir di garasi kediaman orang tuanya masih tampak kokoh, sebelum menikah dengan Mutiara, ia sering memakainya. Namun karena Mutiara tidak senang dengan barang-barang jadul dan tidak mengizinkan Baskara membawanya ke rumahnya terpaksa motor itu biarkan tergeletak di garasi.
Satu minggu yang lalu Cempaka meminta Baskara menjual motor antik peninggalan suaminya itu, kata orang-orang di sekitarnya harga motor antik cukup tinggi. Wanita tua itu berharap motor antik suaminya bisa untuk melunasi hutang Mutiara yang masih di tanggung Baskara dan modal usaha.
Tapi Baskara menolak gagasan ibunya, ia tidak bisa melepas barang kesayangan almarhum bapaknya. Motor itu menyimpan banyak kenangan antara Cempaka dengan suaminya.
"Rudi teman kuliahmu waktu di Jogja itu?"
Baskara mengangguk, ia berjalan ke arah ibunya yang tengah sibuk menyiapkan makan malam. "Sekarang dia tinggal di Bandung, kemarin dia menelpon minta aku untuk mengantarnya menemui client, katanya takut nyasar kalo bawa mobil sendirian," ujar Baskara tertawa geli mengingat sifat teman lamanya yang cenderung penakut. "Sekalian mau aku suruh dia cek programku," lanjut Baskara.
"Ya sudah sana jemput, nanti keburu dateng keretanya. Ajak dia makan malam bersama kebetulan Ibu masak banyak."
Baskara meraih tangan Cempaka kemudian menciumnya. "Pergi dulu ya, Bu. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
***
Tepat saat Baskara memarkirkan kendaraanya, jam sudah menunjukan waktu kedatangan kereta dari Bandung, dan perlahan orang-orang mulai memenuhi stasiun.
Baskara bergegas mencari keberadaan Rudi, ia berlari menghampiri gerbong kereta sembari menghubungi temannya, guna mengetahui keberadaannya di mana. Sudah dua kali Baskara menghubungi Rudi, namun Rudi tak kunjung mengangkat telepon darinya. "Kemana itu orang?" ia kembali mengulangi teleponnya sembari celingak-celinguk mencari keberadaan Rudi di tengah kerumunan.
Sejenak Baskara terdiam melihat seorang gadis kecil nampak kebingungan di tengah kerumunan, tapi ia tidak memperdulikannya lebih jauh sebab ia harus mencari temannya. Saat Baskara berbalik, secara tak sengaja ia menabrak dua orang laki-laki mengenakan pakaian serba hitam-hitam, lengkap dengan masker.
"Maaf," dua orang laki-laki tadi berlalu, dan Baskara pun kembali mencari Rudi.
Sudah hampir tiga puluh menit Baskara mencari, ia tidak menemukan temannya, dan suasana stasiun pun mulai sepi. Di tengah kebingungannya ia menerima satu panggilan masuk, akhirnya Rudi menghubunginya.
"Maaf Bas, tadi aku di toilet. Perutku mules, jadi aku enggak bisa ke Jakarta sekarang..." ucapnya dengan logat Jawa kental.
"Kalo enggak jadi kenapa enggak bilang dari tadi? Gue kan ga perlu ke stasiun segala," ucap Baskara sewot.
"Iyo, iyo maaf. Tadi mendadak perutku mules habis makan sambel mertua...."
Baskara mengabaikan penjelasan Rudi, tanpa menutup teleponnya ia memasukan hanphonenya ke saku dan bergegas menghampiri gadis kecil yang tadi ia lihat saat mencari Rudi.
Gadis itu tengah bersama dua pria berbaju hitam yang tadi menabraknya. "Lepaskan anak ini!" ia mencengkram erat satu pria yang memegang gadis kecil itu. "Atau aku akan loporkan kalian ke polisi dengan tuduhan penculikan dan eksploitasi anak!"
Pria itu mengibaskan tangan Baskara. "Kau jangan asal tuduh, aku justru ingin membantunya," elaknya mencoba membela diri.
Baskara tersenyum sinis. "Aku sering melihat kalian di kolong jembatan sedang menginstruksikan beberapa anak yang kalian culik untuk kalian jadikan pengemis." Ia memberi kode dengan matanya seolah menunjuk ke arah security. "Lepaskan dia atau aku akan laporkan?"
Dua pria itu tidak berkutik dengan acaman Baskara, keduanya melepaskan gadis itu dan langsung pergi meninggalkan mereka.
"Ini Jakarta, kenapa kau sendirian di sini malam-malam? Dimana orang tuamu?" tanya Baskara ketika dua pria itu pergi.
Sang gadis menggelengkan wajahnya, raut wajahnya begitu sedih dan ketakutan. "Terima kasih Om sudah menolongku. Aku sedang menunggu temanku menjemputku."
Baskara menoleh ke kanan dan ke kiri. "Teman? Tidak ada siapa-siapa di sini. Di mana orang tuamu? biar Om antar dan Om beri nasehat agar tidak meninggalkan anak gadis di stasiun," ucap Baskara kesal. "bagaimana bisa orang tua meninggalkan anak di tempat seperti ini," gerutunya.
"A-aku... Aku tidak punya orang tua," jawab gadis itu lirih.
Baskara terkejut mendengarnya. "Jadi kau ke sini sendirian?"
Gadis itu mengangguk.
"Apa yang ada dalam pikiranmu datang ke Jakarta malam-malam sendirian? siapa yang mau kau temui? Kau tidak sedang menjalani kencan buta dengan pria yang kau temui di sosial media kan?" Baskara memijat keningnya karena pening.
Gadis itu menggelengkan kepalanya atas tuduhan yang di alamatkannya.
Baskara menggiring gadis itu menuju tempat duduk terdekat."Oke, siapa namamu dan ceritakan pada Om mengapa kau bisa ada di sini sendirian?"
"Namaku Gita, Om." Ia menceritakan jika dirinya diam-diam kabur dari panti untuk menghadiri pesta ulang tahun Jiva.
Satu minggu yang lalu akhirnya Jiva mengiriminya surat dan memberikannya undangan ulang tahun, dalam surat itu Jiva meminta Gita untuk tidak mengatakan pada siapa pun sebab ia hanya mengundang Gita.
"Lalu temanmu tidak menjemputmu?" tanya Baskara.
"Mungkin dia masih di jalan," jawab Gita, ia sendiri bingung mengapa Jiva tidak ada padahal ia sudah mengikuti semua instruksi yang Jiva berikan dalam surat itu.
Baskara menghela napas beratnya. "Temanmu sudah menipumu."
"Tidak. Jiva tidak mungkin seperti itu." Gita mencoba membela temannya, meski hati kecilnya mebenarkan apa yang di katakan Baskara. 'Dia tidak mungkin seketerlaluan ini,' batinnya.
Hampir satu jam Baskara menemani Gita menunggu Jiva, sampai akhirnya ia yakin bawa Jiva tidak akan datang. "Dia tidak mungkin datang, jadi biar Om antar kau ke kantor polisi agar polisi menghubungi pantimu dan mengantarmu."
"Tidak!" tolak Gita dengan tegas. "Aku ingin ke alamat ini, apa Om bisa mengantarku?"
"Hei, temanmu sudah menipumu. Lupakan dia, dan pulanglah!!"
"Tapi hari ini adalah ulang tahunnya, dia pasti akan senang jika aku datang dan membawa makanan kesukaannya." Matanya yang memelas mengarah pada paper bag yang sedari tadi ia genggam erat.
Baskara yang iba pada Gita, menghembuskan napas berat. "Baiklah, Om akan mengantarmu. Mana alamatnya?"
Dengan senyum malu-malu, perlahan Gita mengulurkan tangannya menerikan alamat yang tertera di amplop surat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Dua orang beda generasi yg sama2 jadi korban penipuan 😅😅😅 kalo Baskara ditipu mantan istrinya, kalo Gita ditipu mantan sahabatnya 🤭🤭🤭
2024-11-04
7
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Gita & Bhaskara. 2 orang tulus yang dikhianati
2024-11-04
3
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
Apa yang di katakan Baskara bener Gita kamu sudah di tipu oleh Jiva
2024-12-23
2