Liana terus menatap jepit rambut berwarna merah muda di tanganya, ia terus saja mengingat bagaimana ekspresi ketakutan Leon saat dirinya mengetahui bahwa Leon membelikan Fiona sebuah jepit rambut saat mereka di Jepang. Liana merasa hatinya sangat panas ketika mengingat kejadian itu, sampai ia menangis histeris di depan Leon dan berhasil membuat pria itu meminta maaf dan memeluk dirinya erat.
Liana tau, bahwa Leon mempunyai sedikit perasaan kepada Fiona, sangat jelas terlihat dari wajahnya. Liana menangis dan ia berhasil membuat sebuah perjanjian dengan Leon, perjanjian itu berisi tentang Liana yang akan masuk kedalam rencana balas dendam itu, dimulai dengan ia yang akan bersekolah di Moon High School.
Liana ingin ikut campur dengan rencana balas dendam itu, ia tidak bisa membiarkan Leon melakukanya seorang diri. Karena Liana kawatir bahwa Leon akan semakin jauh menyukai Fiona dan melupakan balas dendam nya itu, dan Liana bertekad bahwa ia akan menghancurkan Fiona.
“Fiona lihat saja aku akan menghancurkan hidupmu” ucap Liana.
“Liana? Kau melamun?” Panggil Leon sembari membawa segelas jus stroberi di tanganya.
“Ah Leon, maafkan aku, gara-gara aku kau harus menemaniku dirumah, padahal kita baru saja pulang sekolah” ucap Liana sembari menerima gelas berisikan jus stroberi itu.
“Tidak apa, akan sangat berbahaya jika kau sendirian di rumah” ucap Leon.
“Kau memang yang terbaik Leon” ucap Liana.
“Oh ya, aku sudah memikirkan rencana tentang balas dendam itu” ucap Liana.
“Apa rencanamu?” Jawab Leon penasaran.
“Nanti, saat acara wisata alam, kita akan menginap dan saat itulah aku akan melakukan rencana itu” ucap Liana.
“Rencana apa itu Liana?” Ucap Leon yang semakin penasaran dengan apa rencana Liana itu.
“Apa kau kenal Steve?” Ucap Liana.
“Steve? Aku tau, ada apa denganya?” Ucap Leon.
“Aku akan membuatnya tidur dengan Fiona di malam itu” ucap Liana sembari terkekeh.
Leon hanya diam, dia tidak menanggapi ucapan Liana, dan dia tidak mengomentari tentang rencana Liana untuk Fiona. Leon merasa hatinya terasa sangat sesak saat membayangkan Fiona bersama dengan Steve, bayangan malam itu saat ia tidur dengan Fiona dan selanjutnya ia membayangkan perbuatan seperti itu Fiona lakukan bersama Steve, dan memikirkan itu saja membuat Leon reflek mengacak rambutnya frustrasi.
“Leon kau kenapa?” Ucap Liana saat melihat Leon mengacak rambutnya sendiri.
“Aku hanya sakit kepala, kurasa aku harus pulang sekarang, aku akan menghubungi ibumu untuk cepat pulang” ucap Leon sembari membereskan barangnya dan bersiap untuk segera pergi.
“Apa kau cemburu?” Ucap Liana. Dan pertanyaan itu berhasil membuat Leon menghentikan aktivitasnya.
“Tidak, tidak mungkin aku cemburu” ucap Leon.
“Benarkah? Jika begitu nanti kau saja yang melakukan rencana itu” ucap Liana.
“Baiklah” ucap Leon dan pergi meninggalkan Liana, tanpa sadar ia membanting pintu rumah Liana dengan sangat keras.
Lagi-lagi Leon menepis perasaan aneh di dalam hatinya, ia sepenuhnya menolak fakta bahwa dia sendiri tidak rela jika Fiona bersama dengan lelaki lain. Ia berkali-kali menyadarkan dirinya sendiri bahwa ia tidak boleh memiliki perasaan aneh seperti ini, dia harus fokus pada tujuan pertamanya yaitu menghancurkan Fiona! Bukan malah jatuh cinta dengan Fiona.
“Sadar Leon sadar! Kau tidak boleh seperti ini” ucapnya pada dirinya sendiri.
Ingatan tentang rasa nyaman saat Fiona mengusap puncak kepalanya membuatnya merasakan sesuatu yang aneh. Jantungnya berdebar kencang saat Fiona memeluknya, dan paras cantik dengan rambut indah itu membuat pertahanan Leon hancur. Seperti dia sudah membangun sebuah benteng pertahanan yang kuat dan tinggi, tetapi dengan perlahan benteng itu retak, dan Leon takut jika benteng yang ia bangun akan hancur sepenuhnya.
“Aku akan tetap melakukan rencana itu, demi Liana!” Ucap Leon saat ia sudah menentukan pilihanya.
•••
Acara wisata sekolah.
Fiona membawa kopernya kedalam bagasi bus rombongan sekolah nya. Ia tidak melihat Leon dimanapun, ia berpikir mungkin Leon naik kendaraan sendiri, mengingat ia adalah orang kaya dan tentu saja dia tidak akan mau berdesakan di dalam bus ini.
Fiona menghela nafasnya kasar, bayangan tentang acara wisata yang menyenangkan dan romantis saat ia lewati dengan kekasihnya itu seperti pudar dan hilang begitu saja. Tentu saja Leon akan selalu berada di dekat Liana apapun yang terjadi, mengingat Liana harus berada dalam pengawasan.
“Bahkan tidak ada yang mau berbicara denganku disini” ucap Fiona.
“ hei!!”
“Aaaa!!!” Jerit Fiona saat seseorang menepuk pundaknya dengan sangat keras.
“Rose! Kau tau? Jantungku seperti berhenti berdetak!” Ucap Fiona yang kesal saat Rose mengagetkannya.
“Kau ikut mobilku” ucap Rose.
“Kau ikut? Bukanya kita beda sekolah?” Ucap Fiona.
“Aku sudah pindah ke sekolahmu, Dave si brengsek itu terus saja menggoda wanita lain aku tidak bisa membiarkanya begitu saja” ucap Rose sembari membawa koper Fiona kembali dari bagasi bus.
“Astaga! Kau pindah hanya karena Dave?” Ucap Fiona tak percaya.
“Tentu saja” ucap Rose sembari terkekeh.
“Tapi dimana Dave? Leon juga tidak terlihat” ucap Fiona.
“Dave bersama Leon mereka satu mobil, dan satu lagi dengan gadis kursi roda itu” ucap Rose.
“Ah Liana?” Ucap Fiona kecewa.
“Kau cemburu bukan? Wajar tidak apa” ucap Rose dan mulai menggandeng tangan Fiona untuk pergi ke mobilnya.
“Apa kau tidak mengenal Liana sama sekali?” Ucap Fiona.
“Tidak, aku hanya tau dia sering melihat pertandingan voli saat Leon bermain” jawab Rose.
“Aah begitu ya” ucap Fiona.
“Sudah-sudah sebaiknya kita segera berangkat” ucap Rose menarik tangan Fiona.
Setelah 1 jam perjalanan akhirnya mobil yang mereka kendarai tiba di lokasi wisata, tempat itu berada di dekat pegunungan dengan udara dan mata air yang sangat segar dan juga tumbuhan hijau yang sangat indah.
Hutan pinus dengan banyak penginapan di dalamnya, sedangkan ditempat lain beberapa siswa mendirikan perkemahan dengan banyak tenda disana. Dan disana juga terdapat banyak kayu untuk membuat api unggun malam ini.
Fiona melihat Leon dari kejauhan, wajah Fiona berubah menjadi kesal saat ia melihat Liana yang terus berada di dekatnya. Tidak di sekolah tidak ditempat ini Liana terus saja menempel pada kekasihnya itu, bahkan Leon tidak mengajaknya untuk berangkat bersama.
“Kau pikir aku siapa Leon siapa!” Ucapnya lirih.
Leon mulai mendekat ke tempat dimana Fiona berdiri, ia dengan cepat memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia benar-benar tidak mood sekarang, Leon berdiri di depanya. “Kau menginap di tempat ini” ucap Leon sembari memberikan sebuah kunci bertuliskan nomor 212.
“Apa ini?” Ucap Fiona.
“Aku sudah memesankan tempat untuk kau tidur” ucap Leon singkat.
“Bukankah aku tidur di tenda?” Ucap Fiona.
“Tidak, kau tidur disini” ucap Leon.
“Baiklah” ucap Fiona.
“Aku akan tidur dengan Rose” ucap Fiona.
“Rose? Tentu saja dia akan tidur dengan Dave” ucap Leon.
“Hah! Tidak mungkin! Ini acara sekolah” ucap Fiona protes.
“Ini Moon High School Fiona” ucap Leon.
“Astaga kenapa bisa!” Ucap Fiona tak percaya.
“Apa kau juga sekamar denganku malam ini?” Ucap Fiona.
“Tidak, aku berada dikamar 200, aku harus berada di dekat kamar Liana, dia harus dalam jangkauanku” Ucap Leon.
Fiona yang mendengar itupun langsung pergi meninggalkan Leon, tak lupa kakinya ia hentak-hentakan karena ia kesal dengan pria bernama Leon itu. Bukan karena ia kecewa tidak satu kamar dengan Leon, tetapi karena Leon terus saja berada di dekat Liana membuat Fiona emosi.
Malam pun tiba, dan acara hiburan malam sudah di mulai. Dua orang wanita dengan rambut dikuncir kuda itu membawa sebuah minuman di tanganya, minuman itu berwarna biru seperti soda dan mereka mulai mendekat ka arah Fiona.
“Hai Fiona, Leon menyuruhku untuk memberikan minuman ini kepadamu” ucap wanita itu.
“Leon? Dimana dia?” Ucap Fiona penasaran.
“Dia sedang bersama temanya disana, mereka sedang minum” ucap wanita berambut keriting di sampingnya.
“Ahh, makasih ya” ucap Fiona dan meminum sedikit minuman itu, dan ternyata Enak!
“Enak! Selera Leon memang bagus!” Ucap Fiona sembari meminum minuman itu kembali.
“Entah dimana Rose itu! Apakah dia sedang bersama Dave?” Ucap Fiona sembari matanya mencari keberadaan Rose.
“Kurasa aku harus mencarinya di belakang tenda itu” ucap Fiona dan mulai berdiri dan melangkahkan kakinya.
Fiona merasa sedikit merinding saat melewati jalan tenda yang sangat sepi dan dingin, udara nya seperti menusuk kulitnya. Fiona mengeluarkan ponselnya dan berniat untuk menelpon Rose, tetapi pandangan matanya berubah menjadi pudar Tiba-tiba, kepalanya mendadak terasa sangat sakit dan berat, bahkan tubuhnya terasa sangat lemas dan sulit untuk di gerakan, dan selanjutnya semuanya gelap.
Leon segera menangkap Fiona yang hendak terjatuh ke tanah, efek obat dari minuman yang ia berikan itu mulai bereaksi sekarang. Leon segera menggendong Fiona ala bridal style, ia membawa Fiona menuju ke kamar 212, kamar itu adalah kamar yang Leon berikan untuk Fiona.
Di jalan lain Leon berpapasan dengan Dave yang membawa Steve yang tak sadarkan diri, setelah berhasil menjauhkan Rose dari Fiona, selanjutnya Dave pergi untuk membawa Steve. Leon mengisyaratkan Dave untuk masuk terlebih dahulu ke kamar Fiona, dan selanjutnya disusul olehnya.
Tugas Liana adalah untuk tetap berada di pusat api unggun dan acara hiburan itu, ia berusaha untuk tetap memantau situasi yang berada di sini, dimana semua orang berkumpul berada di satu tempat.
Dave melemparkan Steve keatas tempat tidur, dan Leon meminta Dave untuk keluar dan menutup pintunya, dia harus berjaga di luar untuk memantau situasi.
Leon dengan perlahan menidurkan Fiona diatas ranjang yang sama dengan Steve, matanya memandang Fiona dan Steve secara bergantian, wajahnya seperti tidak rela dan hatinya terasa sangat sakit saat melihat Fiona. Tetapi dengan cepat Leon menyadarkan dirinya, entah sudah keberapa kalinya ia menepis perasaan itu, dan tanpa sadar hal itu menyiksa dirinya sendiri.
“Cepat selesaikan ini Leon, dan kembali ke tempat dimana Liana berada” ucap Leon menguatkan dirinya sendiri.
Tanganya mulai melepas kancing kemeja Fiona, saat satu kancing kemeja hanya tinggal tersisa satu, Leon menghentikan gerakan tanganya, ia melihat wajah Fiona yang masih belum sadar itu. Tiba-tiba ingatan tentang senyuman Fiona terlintas.
Dan lagi, Leon menepis perasaan itu lagi! Dia segera melepaskan kemeja Fiona dan selanjutnya ia mulai melepas sabuk yang dipakai oleh Steve, saat semuanya sudah selesai, Leon segera pergi dan menutup pintunya.
“Brengsek!” Ucap Leon sembari memukul dengan kuat sebuah pohon yang berada di depan kamar Fiona.
“Leon! Kau berdarah!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
marianna
suka bgt ceritanya Thor, lanjuttttt
2024-12-19
0