BAB 03 : BAYANGAN DI BALIK KEGELAPAN.
Sosok itu perlahan keluar dari kegelapan, membuat Anantari dan Laura menahan napas. Cahaya samar dari celah-celah di atap memberikan bayangan yang memanjang di atas lantai, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Anantari bisa merasakan jantungnya berdebar semakin cepat. Siapa pun yang ada di sana, sosoknya terlihat sangat tidak biasa.
Ketika sosok itu sepenuhnya muncul dari bayang-bayang, Anantari dan Laura menyadari bahwa itu bukan Naura. Seorang pria muda dengan wajah yang keras, tatapan matanya tajam seolah bisa menembus jiwa mereka. Pakaian yang dia kenakan tampak kusut dan kotor, seolah sudah lama tidak disentuh air. Dia menatap mereka tanpa ekspresi, membuat suasana semakin tegang.
“Siapa kalian?” suara pria itu terdengar dalam, sedikit serak.
Anantari mundur sedikit, tetapi Laura, dengan keberanian yang sering membuat Anantari heran, maju selangkah. “Kami sedang mencari teman kami,” kata Laura, suaranya tegas. “Namanya Naura. Kamu melihatnya di sini?”
Pria itu tidak segera menjawab. Dia memperhatikan mereka berdua, matanya menyipit seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Setelah beberapa detik yang terasa seperti seabad, dia akhirnya berbicara. “Tidak ada yang seharusnya berada di sini. Tempat ini tidak aman.”
“Jadi kamu tidak melihat Naura?” tanya Anantari, kali ini keberaniannya muncul karena rasa putus asa untuk menemukan jawaban.
Pria itu menggeleng. “Aku tidak tahu siapa Naura. Tapi jika dia datang ke sini, dia dalam bahaya.”
“Apa maksudmu ‘bahaya’?” tanya Laura dengan nada menantang. “Gedung tua ini memang seram, tapi itu bukan alasan untuk membuat cerita horor.”
Pria itu menarik napas panjang, tampak frustasi. “Kalian tidak paham. Ada sesuatu di sini, sesuatu yang seharusnya tidak pernah kalian dekati.” Dia melirik ke sekeliling, seolah memastikan tidak ada yang mendengarnya. “Aku sudah berada di tempat ini lebih lama dari yang kalian bayangkan. Dan aku bisa katakan, kalian harus pergi sebelum terlambat.”
Anantari bisa merasakan bulu kuduknya merinding. Ada sesuatu tentang pria ini yang membuat segalanya terasa lebih nyata. Sebelumnya, semua ini hanya terasa seperti petualangan berani, tapi sekarang, dengan setiap kata yang dia ucapkan, rasa takut yang sebelumnya samar mulai berubah menjadi nyata.
“Aku tidak bisa pergi,” kata Anantari pelan. “Temanku mungkin ada di sini. Dia menghilang, dan aku harus menemukannya.”
Pria itu menatap Anantari dalam-dalam, seolah mencoba memahami tekad di balik kata-katanya. Setelah hening sejenak, dia berkata, “Kalau begitu aku tidak bisa menghentikan kalian. Tapi kalian harus tahu, tempat ini tidak seperti yang kalian kira. Ada banyak hal yang tersembunyi, banyak rahasia yang tidak seharusnya diungkap.”
Laura mendekati Anantari, menyentuh lengannya. “Kita harus hati-hati, tapi kita tidak bisa mundur sekarang. Jika Naura benar-benar ada di sini, kita harus terus mencari.”
Anantari mengangguk. Mereka berdua memutuskan untuk melanjutkan pencarian, meskipun peringatan dari pria misterius itu terus terngiang di pikiran mereka. Pria itu tidak menghentikan mereka, tetapi dia memperingatkan sekali lagi sebelum mereka melangkah lebih jauh.
“Ada ruangan di lantai tiga, di ujung koridor,” kata pria itu perlahan. “Jangan masuk ke sana. Itu bukan tempat yang aman.”
Laura dan Anantari bertukar pandang. Sejenak mereka ragu, tetapi tekad mereka untuk menemukan Naura lebih kuat. Mereka mengucapkan terima kasih singkat kepada pria itu sebelum melanjutkan perjalanan mereka, menaiki tangga yang berderit menuju lantai tiga.
Lantai tiga jauh lebih gelap dan sunyi dibandingkan lantai sebelumnya. Lorong yang sempit dan panjang seolah mengundang rasa takut yang lebih dalam. Suara langkah kaki mereka terdengar sangat jelas di tengah keheningan itu, seperti sebuah peringatan yang terus menerus mengingatkan mereka untuk berhenti.
Ketika mereka mencapai ujung lorong, Laura berhenti. “Itu ruangan yang dia bilang, kan?” Laura menunjuk sebuah pintu besar di ujung, hampir tertutup seluruhnya oleh kegelapan.
Anantari hanya bisa mengangguk. Jantungnya berdebar semakin cepat. Ada sesuatu tentang pintu itu yang membuatnya merasakan ketakutan yang tidak bisa dijelaskan.
Laura mendekat, tetapi tidak berusaha membuka pintu. “Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak tahu apakah Naura ada di sini atau tidak.”
Anantari ragu sejenak, mencoba mendengarkan intuisi yang semakin tidak jelas. Mereka bisa pergi sekarang, kembali ke rumah dengan harapan bahwa Naura akan ditemukan di tempat lain, jauh dari tempat mengerikan ini. Tapi di sisi lain, mereka sudah sejauh ini, dan mungkin Naura ada di balik pintu itu, membutuhkan bantuan.
Akhirnya, Anantari menarik napas dalam. “Kita harus buka.”
Laura mengangguk. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia meraih gagang pintu kayu tua itu dan perlahan memutarnya. Pintu itu berderit pelan saat terbuka, memperlihatkan ruangan gelap di baliknya. Cahaya dari lorong hampir tidak bisa menembus kegelapan di dalam, membuat mereka harus maju lebih dalam untuk melihat lebih jelas.
Ketika mereka masuk, mereka langsung merasakan atmosfer yang aneh. Udara terasa lebih dingin, dan ada aroma yang aneh, seperti campuran debu dan sesuatu yang membusuk. Di sudut ruangan, mereka melihat sesuatu yang membuat mereka terdiam—sebuah cermin besar dengan bingkai kayu yang sudah lapuk.
Laura mendekat ke cermin itu, pandangannya terpaku pada pantulan samar dirinya. “Apa yang terjadi di sini?” gumamnya.
Namun, sebelum Anantari bisa menjawab, sesuatu terjadi. Pantulan di cermin mulai berubah. Sosok yang ada di dalam cermin bukan lagi Laura. Sebaliknya, sosok seorang gadis dengan rambut panjang dan wajah yang tampak familiar muncul di balik kaca itu—**Naura Agatha**.
“Naura!” seru Anantari, langsung mendekat ke cermin.
Gadis di dalam cermin menatap mereka dengan mata penuh ketakutan, bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada suara yang keluar. Naura terlihat lelah, seolah dia sudah terjebak di sana selama berhari-hari.
“Kita harus membebaskannya!” teriak Anantari panik.
Laura mencoba menyentuh cermin itu, tetapi saat tangannya menyentuh permukaan kaca, ada getaran yang kuat. Cermin itu tiba-tiba memancarkan cahaya terang, dan sebelum mereka sempat bereaksi, Anantari dan Laura tersedot ke dalam cahaya tersebut, seolah tertarik ke dalam dunia yang berbeda.
Ketika mereka membuka mata, mereka tidak lagi berada di ruangan gelap itu. Mereka berdiri di sebuah tempat asing—hutan lebat dengan pepohonan tinggi menjulang. Suara angin yang menggetarkan daun-daun terdengar di sekitar mereka. Di kejauhan, sebuah sosok terlihat berdiri di antara pepohonan, sosok yang mereka kenali sebagai **Naura**.
“Di mana kita?” tanya Laura, suaranya penuh kebingungan.
Anantari hanya bisa menatap Naura di kejauhan, yang berdiri dengan tatapan hampa. Mereka telah melangkah ke dalam misteri yang lebih dalam dari yang mereka kira, dan sekarang, jalan keluar terasa semakin jauh.
^^^TBC~^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Ef
bagud kak, lanjut
2024-10-21
1